E M P A T

3.8K 395 31
                                    

Jam 19.30 Hardjojo Resto

Raga baru saja datang, dia langsung disambut oleh senyuman manis Michell. Gadis itu kini mengenakan dress berwarna navy, terlihat cantik karena rambutnya kini di-curly.

Tidak mau basa-basi, Raga langsung ke inti. "Udah pesen makan?"

Michelle mengangguk. "Udah kok, gue pesen makanan terbaik di resto bokap gue ini. Gue yakin lo pasti suka," katanya.

Raga manggut-manggut. Maniknya mengedar, menatap ke sekeliling Hardjojo Resto milik orangtua Michelle. Raga sudah tahu dari dulu soal restoran ini, cuma saja, Raga baru pertama kali menginjakkan kakinya kesini.

Ramai. Begitulah suasana yang mendominasi area sekitaran resto. Sebagai orang yang memiliki jiwa bisnis, Raga jadi merasa sedikit tertarik, membuka bisnis usaha kuliner.

"Michi, gue boleh tanya-tanya soal awal mula usaha kuliner bokap lo, nggak?" tanya Raga.

"Boleh dong, boleh banget. Apapun yang lo tanya, gue akan jawab." Michelle berucap dengan senang hati. Gadis itu menumpu punggung tangan Raga dengan telapak tangannya.

Raga terpekur saat Michelle mengusap lembut punggung tangannya. Begitu lembut. Munafik jika Raga tidak merasa nyaman.

Tanya yang banyak, Ga. Biar gue, bisa terus deket sama lo malam ini batin Michelle.

Jam 20.00 Kediaman Raga

Navya duduk anteng di meja makan, di hadapannya masakan yang ia sudah buat sedari tadi sudah tertata rapi dan terlihat menggugah selera. Sesekali, Navya melirik ke arah jam dinding, sudah hampir 30 menit Raga pergi dan tak kunjung kembali.

"Katanya sebentar," gumamnya. Menopang dagu dengan salah satu tangannya, Navya lantas menatap ke arah pintu.

Hening. Begitulah suasana di rumah Raga sekarang. Navya benar-benar merasa bosan sendiri, suara perutnya yang keroncongan menjadi melodi pengisi keheningan malam ini.

"Jangan dulu makan, Nav. Tunggu Raga pulang. Kamu tega makan duluan? Sementara Raga di stand belum makan." Navya bermonolog, berusaha menasehati dirinya agar bisa menahan diri.

Jam 20.30 Hardjojo Resto

Raga dan Michelle menyantap menu andalan yang ada di resto milik keluarga Michelle itu. Sangat enak, hanya itu yang Raga bisa katakan sedari tadi. Semua menu yang sudah ia coba, semua rasanya sangat enak. Raga jadi tidak heran, kenapa restoran ini ramai.

Selain karena view restoran yang mendukung, ternyata menunya juga tidak kalah mendukung.

"Makan yang banyak, Ga. Ini semua gratis," ujar Michelle.

"Eh, jangan lah, gue bayar nanti."

"Jangan Ga, anggap ini traktiran dari gue," kekeuh Michelle.

Raga menghendikan bahunya acuh. "Nanti gue ajak lo ke stand distro gue," katanya.

Michelle tertawa kecil. "Asik."

Jam 21.00 Kediaman Raga

Navya menguap, rasa kantuk kini sudah datang menyerangnya. Masakan di hadapannya sudah dingin. Navya menatap ke arah jam dinding dan ke arah benda kokoh yang masih bisa dilihat oleh matanya yang sudah mulai menyipit. Mata Navya benar-benar berat. Namun, Raga tak kunjung pulang.

Rasa cemas mulai menguasai Navya. Andai saja hujan tidak turun, maka Navya akan pergi dan menghampiri Raga ke stand. Sayangnya, cuaca tidak mendukung. Dan ya, Navya tidak bisa menghubungi Raga lewat sambungan chatt atau telpon, itu semua dikarenakan Navya tidak punya kouta internet ataupun pulsa. Sial, 'kan?

RAGA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang