S E M B I L A N B E L A S

4.5K 323 27
                                    

Kabar bahwa Navya jatuh dari tangga dan ditemukan dengan keadaan bersimbah darah, sukses jadi topik paling hot di SMA Merkurius. Darah yang berceceran di sekitaran tangga, kini bahan tontonan saat jam istirahat.

Kini semua murid tengah menerka-nerka, bahwa sebenarnya Navya ini sungguhan jatuh, atau ada yang sengaja mencelakainya?

Raga, Abhisar, Demi, dan juga Yudhistira langsung meluncur ke rumah sakit. Tempat dimana Navya berada. Setelah kejadian jatuh dari tangga terjadi, selang beberapa menit berikutnya, salah seorang guru menemukan Navya dan dengan cepat, guru itu langsung membawanya ke rumah sakit. Karena tidak mungkin, 'kan, guru tersebut membawa Navya hanya ke UKS. Jelas, fasilitas tidak terlalu memadai disana.

"Terima kasih." Raga berucap setelah ia berhasil mendapati jawaban perihal ruang rawat Navya pada resepsionis di rumah sakit.

Langkah Raga lebar, dadanya bergemuruh. Diikuti oleh ketiga temannya dibelakang, Raga tampak kelabakan. Ia adalah orang paling terkejut sesaat berita Navya jatuh dari tangga berhasil menyapa daun telinganya.

Langkah Raga terhenti, sesaat melihat Bu Siwi---guru yang membawa Navya ke rumah sakit, kini tengah duduk di kursi tunggu sebuah ruangan. Tidak lama berhenti, Raga langsung berlari. Derapnya yang cepat, membuat Bu Siwi berhasil melempar pandang ke sumber suara.

"Bu, gimana keadaan Navya?" Raga bertahya cepat, tidak ada jeda, bahkan ia tidak peduli dengan napasnya yang kini tersengal.

"Tenang, Raga." Setelah bangkit, Bu Siwi menepuk pundak Raga sekali. "Navya lagi ditangani dokter di dalam. Kepalanya harus mendapatkan luka jahitan, dan dokter tengah melakukan itu di dalam," jawab Bu Siwi tenang.

Raga mengembuskan napas kasar. Ia berdecak, sambil menendang kosong. Gagal. Begitulah yang mendera Raga sekarang. Lagi dan lagi, ia gagal menjaga Navya.

"Ga, duduk," tawar Yudhistira pelan. Raga menggeleng lemah.

Raga lebih memilih bersandar di tembok, samping pintu ruangan Navya kini tengah ditangani. Lain dengan Abhisar, yang lebih memilih pergi secara mengendap. Pergerakannya pelan, tidak disadari oleh ketiga temannya yang lain dan juga Bu Siwi.

Mendengar kabar ini, jelas Abhisar langsung cemas. Sama seperti Raga. Abhisar juga merasa bersalah, seharusnya ia juga bisa menjaga, 'kan? Paling tidak, Abhisar menjaga Navya dalam diamnya. Karena sadar diri, Abhisar tidak punya hubungan dengan Navya. Namun satu hal yang pasti, Abhisar mencintai Navya melebihi mencintai dirinya sendiri.

"Gue gagal jadi penjaga buat Navya," lirih Raga. Ia meluruh, hingga kini berjongkok dengan tubuh yang meringkuk.

Yudhistira dan Demi ikut berjongkok, berusaha menenangkan Raga. Ya, walaupun hasilnya nihil. Selama ini, tidak ada yang bisa menenangkan Raga selain Navya. Seolah dalam diri Navya ada sebuah zat sedativum khusus, yang bisa membuat Raga tenang.

"Ini semua musibah, kita enggak ada yang tahu, Ga. Jangan merasa bersalah kayak gini." Demi berucap pelan, sadar karena Bu Siwi kini ada sekitarannya.

"Navya baik-baik aja di dalem, untung cuma dijahit. Enggak ada luka serius, Ga. Gue yakin, Navya kuat." Yudhistira menambahkan.

Bukannya semakin tenang, Raga malah semakin resah. Semua fokusnya, pikirannya, hatinya, terpanah pada satu orang yaitu Navya.

Nav, maafin gue. Gue udah banyak bohongi lo, terus sekarang? Gue gagal jagain lo.

Mati-matian Raga untuk menahan bulir beningnya jatuh. Sesekali ia mendongak, berusaha menadah air matanya. Walaupun pada nyatanya, Raga ingin menangis.

***

Disinilah Abhisar berada, di sebuah pinggir jendela ruangan Navya bagian luar. Karena bagian dalam di tutupi tirai rapih, akhirnya Abhisar menemukan celah untuk bisa melihat Navya. Ya, walaupun harus sedikit butuh pengorbanan karena Abhisar harus berdiri di bawah terik matahari. Namun tidak apa asalkan ia bisa melihat Navya.

RAGA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang