2 hari kemudian....
Dalam kurun waktu 2 hari, keadaan ekonomi Raga kian anjlok. Dua stand di kawasan Tebet miliknya yang terbakar, sukses membuat dirinya mengalami kerugian. Belum membayar karyawan, dan belum mengganti rugi uang konsumen yang sudah masuk.
Semua sudah Raga bayar lunas, beberapa hari lalu. Menyisakan, uang demi uang receh di dompetnya. Belum lagi, tadi di sekolah Raga mendapatkan sebuah surat dari bagian administrasi.
Raga belum membayar uang SPP bulanan, begitu juga dengan Navya.
"Pijit dong, Nav. Kepala gue pusing," pinta Raga manja.
Sudah hampir sejam, Raga menidurkan kepalanya di atas pangkuan Navya. Cowok itu nampak tengah banyak pikiran. Mukanya kusut, dan saat berbicara pun tidak bertenaga.
"Enak, enggak?" tanya Navya di sela-sela pijitannya. Raga mengangguk, ia semakin mendusel pada Navya.
Sejak Raga memutuskan hubungan dengan Michelle, bisa dikatakan hubungan Raga dan Navya baik-baik saja. Bahkan lebih baik dari luar dugaan Navya. Raga jadi sering diam dirumah, menghabiskan waktu untuk sekedar mengobrol dan mengerjakan PR bersama.
"Ga, aku kerja ya?"
"Jangan, Nav." Raga berucap cuek.
"Tapi Ga, kita udah dapet surat dari sekolah. Kalau kita telat, bisa-bisa kita dikeluarin," kata Navya sendu.
"Lo tenang aja, nanti gue mau minta uang ke bokap sama nyokap. Sebenarnya, tanpa minta pun mereka pasti transfer sih, tunggu aja, nanti juga rekening gue penuh lagi. Enggak akan kosong kayak gini," jelas Raga masih berusaha tenang. Rileks, satu kata yang menggambarkan Raga sekarang. Pijatan Navya membuatnya rileks.
"Ga, aku masih penasaran deh, sama siapa pelaku yang udah tega bakar stand kamu," celetuk Navya. Menyudahi pijatannya, lalu beralih menyugar rambut hitam legam Raga.
"Udah, biarin aja. Siapapun pelakunya, gue enggak akan bales. Biar Tuhan aja." Raga mengubah posisinya, menghadap Navya.
Navya tampak salah tingkah, saat Raga menatapnya kini.
"Jangan kerja, ya?" Navya mengangguk patuh. "Gue akan mulai usaha gue dari nol lagi. Lo tenang aja," Raga mengusap wajah Navya lembut dan penuh sayang.
"Maaf ya, Ga." Navya menumpu tangan Raga yang hinggap di wajahnya.
Alis Raga terangkat satu. "Maaf untuk apa?"
"Maaf karena aku banyak bikin kamu repot. Bukannya bantu, aku malah jadi tanggungan kamu," lirih Navya. Rasa bersalah, dan tidak enak begitu jelas terpatri di wajahnya.
"Santai, Nav. Jangan merasa gak enak atau gimana, ya?" Raga tersenyum lebar, dan itu langsung menular pada Navya.
Ting!
Suara bel rumah yang berdenting, sukses menjadi melodi yang menginterupsi kegiatan Raga dam Navya yang sedari tadi masih anteng saling bertatapan. Raga langsung bangkit, dan turun dari kasur.
"Gue cek siapa yang dateng dulu, ya?" Navya mengangguk, tidak lama berselang ia pergi keluar.
Ting!
"Iya bentar!" teriak Raga semakin mempercepat langkahnya.
Saat ujung kakinya sudah bersentuhan dengan ujung pintu, Raga langsung mencekal kenop dan membukanya lebar. Kening Raga berkerut, melihat ojek online dengan sebuah paper bag berdiri di depannya sekarang.
"Permisi, Mas. Benar ini rumahnya Navya Azura?" tanya laki-laki setengah baya itu pada Raga.
"I-ya, kenapa ya?" Raga berbalik tanya, dengan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝Navya itu seperti lilin. Dia rela membakar dirinya sendiri, demi menerangi hidup Raga.❞ Dijadikan pacar dengan lebel 'pembantu' oleh Raga? Navya tidak masalah. Dijadikan bahan pelampiasan amarah oleh Raga? Navya...