D U A P U L U H S E M B I L A N

6.1K 361 3
                                    

"Gue cinta lo," ungkap Abhisar pada Navya.

Navya mengerjap, refleks mundur dengan kondisi dada bergemuruh. Ia menatap Abhisar tidak percaya.

"A-pa?"

"Gue cinta lo, Navya Azura." Abhisar mengulang, menegaskan. Tatapan matanya serius. "Tapi, tenang. Lo gak perlu balas cinta gue."

Bibir Navya yang tadi terkatup, kini terbuka sedikit.

"Biarkan gue, biarkan gue mencintai lo. Sepihak. Biarkan itu, Nav," sambung Abhisar.

Navya benar-benar tidak mengerti. Kenapa begitu banyak orang datang silih berganti untuk memporak-porandakan hatinya? Kenapa Navya baru tahu, bahwa Abhisar mencintainya? Kenapa Navya tidak sadar. Bahwasanya, sikap baik Abhisar padanya, pasti mempunyai maksud terselubung.

"Orang yang selalu mengirimkan surat ke loker lo, itu gue," ungkap Abhisar lagi. Entah akan berapa banyak lagi, Abhisar mengungkapkan semua kebenarannya.

"Dan satu, orang yang udah mengusulkan Raga untuk main sama Michi, adalah gue."

Navya membekap mulutnya sambil menggelengkan kepala tidak percaya. Benteng pertahanannya hampir roboh, untungnya meja di belakang tubuhnya siap sedia menahannya.

"Maaf. Selama ini, gue mencintai sekaligus menyakiti lo secara diam-diam." Abhisar menunduk lemah, menatap ujung sepatu miliknya dengan nanar. Apa yang Abhisar katakan sekarang, semua kebenaran yang ia ungkap merupakan final dalam keputusannya.

Abhisar benar-benar tidak ingin dibayang-bayangi oleh rasa bersalah. Terlebih, Abhisar tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya pada Navya.

"Pergi!" usir Navya saat Abhisar berusaha maju, mendekatinya.

Abhisar tersentak. Dengan jelas, cowok itu melihat api amarah di mata coklat Navya.

"Kamu jahat!" seru Navya marah. "Jadi, selama ini kamu penyebab kenapa Raga mau selingkuh? Jadi, kamu cuci otak Raga, iya?" Gadis itu menggeleng lagi. Sangat amat tidak percaya. "Kamu jahat, Abhisar. Dan orang jahat, enggak pantas mendapatkan balasan cinta dari siapapun!"

Sakit. Dada Abhisar berdenyut sakit mendengar itu. Kalimat singkat Navya, sukses membuat hatinya teriris sampai kepingan tak bersisa.

"Pergi!" Navya mendorong tubuh Abhisar kasar.

Abhisar melemah di tempatnya.

"Pergi dan jangan pernah bersikap seolah-olah kita saling kenal, Bhi," imbuh Navya. Abhisar mengangguk dengan tatapan nanar. Tidak lama berselang, cowok itu bergerak pergi.

Pergi dengan hati yang hancur. Pergi dengan perasaan yang sudah ia duga tidak akan terbalaskan. Pasalnya, Abhisar juga tidak ingin Navya membalas cintanya. Abhisar sadar diri. Navya hanya bisa mencintai Raga.

***

"Gimana perasaan lo disaat putus baru beberapa hari dari mantan. Eh, dapet kabar bahwa mantan mau tunangan?"

"Terus, terus, gimana perasaan lo saat dibela sama mantan di kantin tadi?"

"Terus, terus, satu lagi, gimana rasanya saat masih disebut 'cewek gue' sama mantan?"

Navya mendesah jengah dengan pertanyaan Lily yang begitu beruntun. Gadis yang kini dikepang daun itu, seolah sengaja mengepung Navya dengan banyaknya pertanyaan yang jelas-jelas, Navya sendiri tidak tahu jawabannya.

"Jawab dong!" desak Lily mengguncang lengan Navya.

Namun bukannya dijawab, Navya malah diam. Keterdiaman Navya, membuat Lily cemberut. Lily menatap Navya penuh harap. Harapan bahwa temannya ini akan menjawab semua pertanyaannya.

"Jawab please ... kepo nih, kepo banget."

"Nanti aja deh, aku mau pulang." Navya berucap cuek, bergegas berdiri sambil menyampirkan tas ransel ke pundaknya.

"Emangnya udah bel pulang??" tanya Lily bingung. Menatap ke sekitarnya, para murid hanya tersisa beberapa.

"Udah dari tadi, kamu budek. Terlalu banyak nanya, jadi enggak dengar kan?"

"Ih!" Lily mencebik. "Gue enggak budek," tentangnya.

"Iya, Lily cantik enggak budek. Aku pulang ya, dadah!" Setelah mengatakan itu, Navya langsung melenggang pergi begitu saja. Tidak lupa, ia melambaikan tangan pada Lily sebagai ucapan perpisahan pertemuannya hari ini.

***

Langkah Navya terhenti. Tepat di area parkir sekolah. Mata Navya memanas, sesaat melihat Michelle dan Raga kini tengah bermesraan di pojokan parkiran. Sialnya, Navya malah melihatnya terus. Padahal sudah tahu jelas, tontonan di beberapa meter di depannya begitu menyakiti hatinya.

Jangan nangis, Nav. Harus ikhlas. Raga sekarang udah sama Michelle. Harus bisa lupain Raga, Nav.

Sekuat apapun Navya berusaha, hasil tetap saja akan nihil. Navya sudah terikat janji, janji pada dirinya sendiri untuk ... terus mencintai Raga. Menjadikan Raga, sebagai perjalanan serta tempat pulangnya.

"Ga, lusa kita tunangan. Jangan lupa," bisik Michelle sebari berjinjit, menjangkau daun telinga cowok itu.

"Iya," balas Raga dingin. Menggeser tubuhnya agar menjauh, dan tidak terlalu menempel.

Lama-lama, Raga merasa dirinya tengah cosplay jadi truk gandeng. Terus saja saja bergandengan dengan Michelle.

"Jangan jauh-jauh, sayang!" Michelle mendekat lagi, bersikap agresif dengan kembali memeluk lengan Raga. Menyandarkan kepalanya di pundak cowok itu.

Hati Navya mencelos melihat itu. Tidak mau semakin merasakan sakit, Navya pergi. Namun baru selangkah, kakinya malah menginjak sebuah botol kaleng tanpa sengaja. Suara itu, jelas membuat Raga dan Michelle melemparkan atensi pada sumber suara.

Raga membulatkan mata sesaat tahu, bahwa Navya ada di dekatnya. Navya melihat semuanya.

"Navya!" Raga berusaha menghampiri, namun buru-buru Michelle menahannya.

Bersamaan dengan itu, Navya berlari pergi. Meluruhkan semua bulir bening di kelopak matanya.

"Gak usah dikejar. Kamu udah jadi milik aku!" tegas Michelle.

"Gue mau ngomong bentar sama Navya, Michi!"

"Enggak! Kamu milik aku, cuma milik aku. Kalau kamu berusaha kejar Navya, aku aduin ke papah sama om Adinata," ancam Michelle. Raga membungkam.

Sialan, Michelle bangsat.

Raga mendengkus kesal. Ia benar-benar tidak betah berada di situasi dan kondisi seperti ini. Atensi Raga terus tertuju ke tempat dimana Navya tadi berdiri. Tempat, dimana Navya melihat semuanya. Raga tahu itu. Raga tahu, bahwa pasti sakit hati dan cemburu.

Nav, maaf. Tunggu gue, Nav. Gue akan bawa lo pergi, kita akan pergi dan kita bakal hidup bersama. Berdua sampai menua. Itu janji gue, Nav.

RAGA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang