21| Jealous

3.2K 485 114
                                    

Hai, selamat menunaikam ibadah puasa? Puasa hari ke-6 kalian pakai apa?

.
.

Reina bangun lebih pagi dari biasanyaa. Masih pukul delapan, wanita itu sudah duduk didepan pintu lemari kamar bersama ahjumma yang membantunya menyusun pakaian ke dalam koper yang akan dia dan Jung bawa. Reina baru tahu setelah ahjumma membawakan susu hamil untuknya, dan mengatakan bahwa mereka akan menginap, nanti.

Masih tersisa dua jam sebelum mengantar Sehyun dan Beomgyu ke penerbangan mereka, lantas tak dapat dipungkiri rasa gusar lagi-lagi menghampiri benaknya. Reina mendadak cemas, ia menggigit bibir bawahnya guna menetralkan rasa gundah dan membuang pikiran-pikiran yang dapat membuatnya meneteskan air mata kembali. Reina akan merasakan hal itu sebentar lagi. Hal yang sangat ia benci dari dulu—Reina sangat benci 'perpisahan

Rasa itu berawal dulu ketika ayahnya berulah, menjadikan sang ibu tidak lagi menaruh kepercayaan pada laki-laki tersebut dan akhirnya memilih menelantarkan anaknya sendiri, demi mengekori sang ayah dinas.

Tetapi, seperdetik berikutnya Reina segera menggeleng lirih menyadarkan diri dari lamunan. Kemudian merapal kata; tidak boleh ingat lagi. Tidak boleh sedih lagi. Sekarang sudah ada Jung kan, jadi tidak perlu lagi merasa terbunuh oleh rasa kehilangan. Jung sudah bilang dia tidak akan membuat Reina mengalami hal serupa seperti yang dialami ibunya. Jung mencintainya. 

Reina terskesiap manakala bibir dingin Jung mengecup pipinya padahal didepan mereka masih ada ahjumma. Tanpa memberi cecaran Reina langsung melempar geram celana dalam kewajah sang suami, lekas ditangkap sebelum boxer ketat itu mendarat kewajahnya. 

Pria bertubuh setengah lembab itu keluar kamar mandi hanya dengan memakai handuk yang melilit pinggang. Selalu saja begitu—tidak tahu malu. Reina tahu ahjumma juga berusaha tak melihat apa yang barusan Jung lakukan. Ahjumma tentu memaklumi Tuannya yang sejak dulu suka menciumnya disembarang tempat dirumah ini. Mau itu di kolam renang, diruang santai, di meja makan, di taman belakang, Jung tidak memilih tempat---asal ada kesempatan. 

Sekarang---apa, Jung melepas handuknya melemparnya sembarang, setelah ahjumma membungkuk dan keluar dari kamar mereka. Mau tidak mau Reina juga ikut memutar tubuhnya menghadap jendela menghindari hal yang membuat darahnya mendesir.

Sungguh, kalian tidak akan sanggup berada disituasi seperti ini. 

"Masih saja malu-malu… padahal tadi pagi siapa yang berbisik minta lagi." goda Jung sengaja membesarkan suaranya agar didengar jelas, mendaratkan diri dibibir ranjang lalu meraih ponselnya dinakas. 

Sementara yang digoda merosotkan rahang tak percaya.

"Yang tadi pagi itu--- oppa yang mulai duluan!" kilahnya buru-buru.

Jung tertawa renyah mendengar kilahan tersebut, kepalanya mengangguk lamat, "tapi kau juga menikmati 'kan…" timpalnya, memancing Reina agar segera memutar tubuhnya. "Siapa yang mendesah kuat sekali terus meracau, oppa jangan berhenti." usil Jung menirukan suara sang istri.

Tak ada jawaban, Jung meyakini wanita berbadan dua itu pasti sedang mati-matian menahan malu.

"Bajuku dong, sayang."

Reina menarik nafas dalam kemudian menghembus jengkel, Reina mengepalkan tangannya seraya memejam sejenak lalu berkata. "Ambil sendiri! Punya tangan dan kaki sendiri, aku duluan kebawah." ketus wanita mungil itu melangkahkan tungkai meninggalkan Jung.

Belum sampai tangannya meraih knop pintu, tungkai Reina kembali mundur, manakala tangan lebar bertato milik Jung lebih dulu menariknya kebelakang. "Eitts…" cegah Jung berdiri dihadapan Reina berkecak pinggang, percaya diri tanpa peduli ditubuhnya hanya dibalut dalaman yang menutupi kelamin. "Tidak boleh kabur dulu. Urus aku dulu, mom." 

Husband Baby and Lil WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang