25. Fall and Rise

2.3K 351 86
                                    

Bukan cerita sad ending… karena ini bukan ending jadi jangan overthinking dulu ya , enjoyed

isinya Full POV Reina ..
Kalau kalian bosen bisa skip aja.. Di eps berikutnya baru ada Jey

Tarik nafas , lebarkan senyum…
Selamat malam .. Hehehe sudah siap menyelesaikan Jung-Rei Yuk berdoa dulu dan Sekali peringatan untuk siapkan mental kalian 😁😁


Reina tidak menyadari kalau ia sudah mengurung diri selama dua minggu. Menolak ditemui. Menghabiskan waktunya dengan menangis sampai lelah hingga kembali ke alam mimpi.

Selama itu lula Reina mengabaikan kesehatannya. Reina kehilangan banyak berat badan sekitar 3kilogram. Pipinya yang gembul berisi kini telah menyusut banyak.

Tentu saja itu semua karena Jung. Jung si pembuat luka dihati Reina. Meski sebelumnya Reina menjadikan Jung penyembuh. Sangat berharga.

Tetapi , Tuhan selalu punya cara mengungkapkan sisi lain dari seorang penghianat. Membenci menjadi pilihan Reina saat ini. 

Ketukan pintu kamar terdengar. Reina tahu itu adalah ibunya. Membawakan satu baki berisi makanan serta obat-obatan. Rania tersenyum bersyukur hari ini ia tak melihat Reina menangis.

"Mau mandi?" tawar Rania merapikan rambut Rey yang menutupi matanya. Setidaknya Reina perlu sedikit kesegaran agar moodnya membaik. "Rey-ya…" panggilnya begitu lembut lantaran sang anak tak kunjung merespon sama seperti sebelum-sebelumnya.

Reina menggelengkan kepalanya, menolak. Seluruh jiwanya masih pilu hingga tulang belutangnya tak sanggup bergerak walau hanya untuk membersihkan diri.

Rania paham akan hal itu , lalu mengambil tubuh sang anak , membantu Reina menumpuk bantal untuk sadaran. Kemudian duduk bersebelahan agar Reina bisa menyandarkan kepalanya pada pundak sang ibu.

"Mama bantu makan, ya." Rania mengarahkan satu sendok kemulut anaknya. 

Sayangnya Reina kembali menolak. Mendorong sendok dari hadapannya. 

Rania menghela nafas panjang. Berbagai cara sudah ia lakukan untuk membuat Reina menelan setidaknya tiga sendok saja agar perutnya terisi. Tapi Rania tak juga bisa memaksa. Perasaan kacau memang akan membuat seseorang kehilangan minat. Tidak semudah itu menelan satu sendok bubur ketika hati sedang patah.

"Dia sudah mendapatkan hukumannya, Rey." Reina memejamkan matanya sejenak. Satu tangan Rania menggenggam Reina. Memberikan kekuatan melalui usapan punggung tangan. "Apa kau tenang dengan semua itu?"

"Apa aku terlihat baik-baik saja?" tanyanya serak. Binar mata sembab kehitaman milik sang anak seolah berkata 'seharusnya aku tidak perlu berususan lagi dengan dunia yang menyeramkan ini.'

"Setiap perbuatan pasti akan mendapatkan karmanya. Tergantung apa yang telah mereka buat dimasa lalu. Tuhan tidak akan membiarkan pendosa bahagia dengan apa yang sudah mereka lakukan. Mama tau---Rey paham siapa yang mama maksud."

Reina meneguk salivanya malas. "Ya… Seingat Rey… Rey tidak pernah menyakiti orang-orang. Tapi orang-orang senang sekali menyuguhkan luka." Dengusan remeh lolos dari sudut bibir.

Kini Rania memindahkan posisinya berhadapan. Memeta senyum sembari mengarahkan sisir untuk menata rambut Reina.

"Sekarang begini. Papamu melakukan ini semua karena dia menyayangi anaknya. Katakanlah papa pernah membuat kita kecewa. Tapi papa menunjukan tanggung jawabnya sebagai suami sekaligus papamu. Alasan lainnya karena papa tidak mau Rey berada di dalam lingkaran yang Jung ciptakan. Dia… dia tidak seperti yang Rey pikirkan. Maka dari itu—." ucapan Rania terhenti manakala Reina menimpal.

Husband Baby and Lil WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang