29. Blame Others

2K 325 60
                                    

cuma mau ngasi tahu part ini panjang, hihi hapoy reading 😍



Kira-kira telah tiga puluh menit lamanya, deru gemuruh petir dan kilat saling bersahutan diatas atap. Semakin kesini butiran air dari langit semakin deras menghantam bumi.

Sementara Reina sama muramnya dengan langit mendung, membisu seribu bahasa sejak ia dihadapan kan oleh sosok yang berhasil menangkapnya.

Rasanya teramat dongkol, tatkala ia selalu kalah dari segi apapun, bahkan sekedar menghindarpun Reina merasa tidak cukup pandai.

Wanita itu merenung, menerka sisi dalam hatinya. Posisi begini mengalahkan rasa dingin diluar—ketika Jung sengaja mempersempit jarak, tegak menguci tangan disisi tubuhnya, sembari terus menatap dalam.

Reina juga tidak tahu mengapa kali ini ia justru tidak dapat menangis atau mengulas masa dimana pria jangkung dihadapannya ini telak memperkeruh hatinya.

"Sekali lagi ku tanya, kau yakin tidak mau masuk—hujannya semakin besar dan deras."

Ungkapan tersebut terlontar lembut, tetapi mengingat Reina berada disini sebab di seret paksa oleh pria itu, ia jadi membalas kalimat itu dengan tatapan tajam.

"Lucu, mendapati kau tiba-tiba peduli.
Begini." sindir Reina melengoskan napas jengah, menunjukan kalau ia juga bisa menjadi dominan.

Ingat Reina bukan lagi anak polos usai hidupnya habis ditipu.

Jung menggoyangkan kepala, mengamati keindahan goresan dari kuku Reina pada sekujur tangannya, ketika ia membawa wanita itu ke salah satu rumah pohon terdekat.

Mendung mengepung seluruh hutan, sungguh tidak mungkin untuk kembali kerumah dalam hitungan menit—mengingat Reina teramat jauh melangkah tanpa arah. Dan kini menyesal karena tetap saja tertangkap.

"Hanya penawaran, petirnya cukup kuat menembak, jika kau tetap kekeh akan berdiri disini, aku yang masuk sendiri."

Lalu begitu Jung hendak membalikan badan, satu sambaran kilat dengan suara mengejutkan, melencuskan jantung Reina. Ia menjerit kencang bercampur ketakutan.

Haruskah saat ini Jung memuja semesta—kebetulan ini sangat-sangat menguntungkan. Bertemu tanpa sengaja, terjebak ditengah hutan, dan—senyum usilnya baru saja terangkat.

"Itu peringatan untuk orang yang keras kepala."

Reina mengangkat kepala yang sempat ia sembunyikan beberapa detik, "kepalamu keras!" sergahnya, Lalu menghentakan kaki dilantai kayu melewati Jung.

Jika diukur dari tempat Reina berdiri sampai kebawah sana, jarak sekitar tiga meter ini cukup cocok untuk menguntal tubuh Jung kebawah sampai pingsan.

Ya, pingsan saja cukup. Entah mengapa Reina tidak bisa melontarkan hal-hal yang mengenaskan, padahal Jung bisa melakukannya.

Mendrobak daun pintu asal, Reina sempat dibuat terdiam‐‐‐takjub mendapati alas matras rapi disana.

Reina baru tahu hutan belantara juga memiliki rumah pohon yang terawat. Maksudnya, ini bukanlah area wisata.

"Kau baik?" pertanyaan itu menyedot kesadaran Reina bahwa ia sedang bersama masalalunya disini.

"Jauh lebih baik sebelum kau tiba-tiba muncul." jawabnya sesuai apa yang ia pikirkan.

"Jadi sekarang tidak baik."

"Menurutmu." Reina melipat tangannya didada.

Jung mengacak rambut lembabnya yang sempat terciprat tetesan hujan, "Dari yang ku tangkap, kau cukup baik. Aku senang kau membuat kita kembali terlihat akrab."

Husband Baby and Lil WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang