-HAPPY READING!-
🌹🌹🌹
•••"Aduh, sakit tau." keluh remaja laki-laki saat lebam di pipinya ditekan tanpa belas kasihan.
"Makanya jangan berantem mulu, nanti mamanya kakak marah."
"Bukan salah aku tau, dia yang mulai. Aish sakit..." lagi-lagi lebamnya ditekan, tapi lebih keras.
"Bandel!"
Dua orang remaja dengan gender yang berbeda berjalan saling beriringan, bel sekolah sudah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu. Dan mereka harus pulang telat karena sang kakak yang harus dipanggil ke ruang bk karena terlibat perkelahian.
•••Diva menatap tajam putranya yang tertunduk lesu.
"Dhavi, kamu jelaskan masalahmu sama papa. Mama gak mau tau." ucap Diva, surat panggilan dari sekolah baru ia baca.
Dhavian, si putra sulung dari keluarga Nathaniel. Remaja tanggung berparas tampan itu terlihat tidak bisa membela diri.
"Tapi..." Dhavian ingin meminta belas kasihan, namun sepertinya Diva ingin Dhavian menyelesaikan masalahnya sendiri bersama sang papa.
🍒🍒🍒
•••
Banyak hal yang Dhavian takuti, salah satunya adalah amarah sang papa. Papanya akan sangat menyeramkan saat marah, hingga aura bersahabatnya akan berubah 180 derajat menjadi sosok dingin tanpa belas kasihan.Di ruang tengah, aura mencekam seakan-akan membunuh remaja tiga belas tahun itu secara perlahan.
Dhevan menggulung lengan kemejanya sampai siku, ia belum sempat membersihkan diri dan berganti baju. Di tangannya terdapat surat panggilan akibat kenakalan sang putra.
"Dhavi, kamu ada masalah apa? Kenapa papa harus mendapat surat panggilan lagi dari sekolah, dengan alasan yang sama." ucap Dhevan, tangannya memijat dahinya yang terasa pening. Pekerjaannya hari ini di kantor cukup melelahkan, ditambah masalah putranya di sekolah membuat Dhevan harus ekstra sabar.
Diva tidak bisa berbuat apa-apa, yang bisa dilakukan hanya diam sambil mencoba meredam amarah suaminya.
*Uhuk! Suami
"Dia yang mulai." balas Dhavian, lagi-lagi jawaban yang sama. Setiap Dhevan tanya apa masalahnya, Dhavian selalu menjawab dengan tiga kata tersebut.
Jemari Dhavian saling bertautan, telapak tangannya terasa lembab karena keringat dingin.
"Apa yang kamu lakukan pada temanmu?" tanya Dhevan.
"Dia bukan temanku! Anak nakal itu bukan temanku!" tanpa sadar Dhavian menaikkan oktaf suaranya.
"Dhavian!!" bentakan Dhevan sontak membuat Dhavian semakin menunduk takut.
"Dhev..." Diva memegang bahu Dhevan, mengelusnya perlahan, berharap emosi Dhevan tidak melampaui batas.
"Apa maksudmu?" tanya Dhevan sedikit melunak.
Wajah yang awalnya tertunduk akhirnya mendongak, memusatkan pandangannya tepat pada mata sang papa. "Dia itu suka ngebully siswa lain, sok menjadi penguasa sekolah. Dan aku gak suka. Bukankah papa pernah bilang kalau anak nakal harus dihukum. Tapi kenapa dia tidak dihukum hanya karena dia adalah anak kepala sekolah." Dhavian berbicara begitu panjang, mengatakan hal yang membuatnya berkelahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhevan's Personality
Teen FictionDhevan, pemuda yang tumbuh bersama seseorang yang tidak sengaja ia ciptakan sebagai tameng pelindungnya. Alter yang muncul karena tekanan emosianal yang tinggi akibat kecelakaan yang menimpanya. Sosok dingin, kuat, serta dewasa berhasil membuatnya...