"Respon alami dari rasa sakit adalah menangis"
🍒🍒🍒
•••Berhubung guru tadi masuk saat jam pelajaran terakhir, tak terasa lama bel pulang sudah berbunyi. Dhevan kembali melirik kursi kosong yang ada di sampingnya.
Diva belum kembali.
"Heh! Ayo balik," kepala Zaky menyembul dari balik pintu, Sandy dan Aldra sudah siap pulang. Tapi Dhevan belum membereskan barang-barangnya.
"Heh Dhev, ayo pulang. Zaky udah nunggu." ajak Sandy.
"Duluan aja, gue mau ke toilet dulu."
"Yaudah, tapi lo kan nggak bawa mo--"
"Naik bus lah."
Ketiganya keluar kelas, Zaky yang sedari tadi menunggu bertanya saat Dhevan malah memilih jalan yang berlawanan.
"Nggak pulang bareng, Dhev?"
"Enggak. Duluan aja sana,"
•••
Koridor sekolah terkesan sepi, mungkin semuanya cepat pulang karena cuaca yang sebentar lagi akan hujan.
Dhevan mempercepat langkahnya, ia tak mau harus hujan-hujanan menuju halte.
Saat melewati toilet perempuan, Dhevan mendengar suara keributan. Dhevan ingin mengetahui apa yang sedang terjadi, namun masa ia harus masuk ke toilet perempuan. Bisa-bisa dirinya mendapat masalah.
Tapi, salahkan tingkat keponya yang terlampau sangat tinggi, Dhevan nekad ingin melihat keributan itu.
Dhevan berjalan mengendap-endap, kepalanya menyembul sedikit, jantungnya berdetak tak karuan. Mulutnya tak berhenti berkomat-kamit, bagaimana kalau yang dilihatnya adalah makhluk halus yang sedang berkelahi, eh memangnya makhluk halus bisa berkelahi?
Atau ada beberapa orang yang sedang melakukan perbuatan mesum. Matanya terlalu polos untuk melihat hal seperti itu.
Tapi ternyata bukan seperti yang ada dalam bayangannya, melainkan--
"Diva? Heh! Apa yang kalian lakukan?!" tanya Dhevan yang langsung keluar dari persembunyiannya. Dari intonasi suaranya yang meninggi dan rahang tegasnya yang mengeras, dapat ditebak kalau cowok tinggi itu sedang marah.
Beberapa siswi yang sedang membully sambil mengata-ngatai Diva langsung menoleh dan terpaku karena perbuatannya dipergoki orang lain.
"Dh-dhevan? I-ini..."
Alis Dhevan mengernyit, ia merasa mengenal salah satu dari keempat siswi itu, selain Diva tentunya. "Sok kenal banget dih." ujar Dhevan tak suka, walau otaknya mencoba mengenal siswi itu.
Siswi itu gelagapan melihat tatapan datar plus tak suka dari Dhevan.
"Lepasin Diva, Diva salah apa sampai kalian bully?" Dhevan menghampiri Diva yang duduk di lantai kamar mandi, seragamnya kotor sepertinya disiram air bekas pel, dan badannya menggigil karena disiram air es batu, dapat ditebak karena beberapa es batu yang belum mencair berceceran di lantai .
"Dia maksa lo buat pacaran kan, Dhev? Gue denger sendiri kalau lo nyangkal pacaran sama cewek gak tau diri ini."
Dhevan mengalihkan perhatiannya dari Diva pada siswi itu, memorinya kembali ke waktu ToD di kelas. Ah apa teriakannya terdengar ke luar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhevan's Personality
Roman pour AdolescentsDhevan, pemuda yang tumbuh bersama seseorang yang tidak sengaja ia ciptakan sebagai tameng pelindungnya. Alter yang muncul karena tekanan emosianal yang tinggi akibat kecelakaan yang menimpanya. Sosok dingin, kuat, serta dewasa berhasil membuatnya...