PSF | 6. Hari Mengejutkan

349 26 1
                                    

HAPPY READING

***

Setelah mengucapkan terimakasih, Anggi mengambil botol air mineral yang Lana letakkan di atas meja. Meminumnya dua tegukan lalu meletakkannya kembali. "Zean sering menangis seperti ini Mbak ketika bangun tidur?"

"Dia selalu seperti itu jika dibawa ke luar rumah atau bertemu dengan orang selain aku dan pengasuhnya." Anggi mendengus putus asa. "Aku cukup terkejut melihat dia berhenti menangis setelah kau gendong."

"Anak-anak hanya butuh rasa aman, nyaman dan hangat mbak," jawab Lana seadanya. Itu yang dia tahu selama lima tahun lebih mengasuh anak-anak dari bayi hingga balita.

"Mungkin aku akan setuju jika itu anak lain. Tapi keponakanku ini istimewa, dia tumbuh tanpa kasih sayang kedua orang tua. Dan sejak bayi seakan di penjara dalam rumah mewah." Anggi menghembuskan napas berat, pundaknya melorot, kepalanya ia tundukkan, menatap sebotol air mineral yang sudah sedikit ia teguk tadi. "Kau mau menjadi ibunya?"

Lana menegang, tapi hanya sesaat. "Tentu, siapa yang tidak mau menjadi ibu asuh anak tampan dan menggemaskan ini," jawabnya sambil tersenyum, lalu menghirup wangi surai lembut Zean. Dia masih berdiri karena takut Zean menangis kalau-kalau dia duduk.

Demi tuhan Lana jatuh cinta pada pandangan pertama pada bocah menggemaskan yang ada di dalam gendongannya ini. Ketika dia berhasil membuka tudung stroller dan mendapati wajah memerah Zean karena menangis dia sudah teramat mengaguminya. Zean bisa dibilang jelmaan boneka tampan. Putih bersih, hidung mancung, alis tebal, bulu mata lentik, bibirnya mungil meskipun pipinya tidak chubby. Anak ini justru bisa dibilang kurus.

"Bukan, bukan menjadi ibu asuh. Tapi ibu sambung."

"Tapi aku belum menikah Mbak, belum bisa mengadopsi anak." Siapapun yang diajak bicara seperti itu pasti akan berpikir sama seperti Lana.

"Bukan ibu sambung seperti itu. Tapi ibu tiri, kau menikah dengan Daddy Zean dan menjadi Mommy Zean."

Keduanya lenggang sesaat. Anggi diam menanti, Lana diam mencerna ucapan Anggi. Baru setelah lima detik Lana paham, dia melotot. "Maksud Mbak Anggi?"

Anggi menghela napas, dia meneguk minumnya lagi. "Maaf, mungkin ini sangat mengejutkan mu. Kau lihat sendiri bukan bagaimana Zean? Pengasuhnya mengundurkan diri karena alasan pribadi. Aku dan Daddy Zean harus mencari penggantinya sesegera mungkin. Tapi kita juga tidak bisa sembarang membawa dan mengenalkan pada Zean, takutnya traumatik Zean justru bertambah parah."

"Aku bisa Mbak jadi pengasuh Zean. Tapi mungkin hanya bisa jika Zean di sini."

"Yang Zean butuhkan pengasuh selama 24 jam."

Lana diam berpikir, dia tidak bisa menjawab.

"Kau bisa memikirkannya dulu Lana, ini permintaan Daddy Zean langsung. Dia yang memintaku untuk kemari dan membawa Zean. Dia bilang kau cocok dengan Zean." Anggi menatap Lana dalam, sedangkan Lana justru terlihat termenung. "Zean sini sama Ante! Kita pulang."

Anggi bangkit, mengulurkan kedua tangannya, sedikit membungkuk di hadapan Lana berniat mengambil alih Zean. Tapi bocah itu justru mengalungkan kedua tangannya di leher Lana, erat. "Mama."

"Sepertinya Lean benar, kalian berdua cocok," Anggi mendengus. Lalu menegakkan tubuhnya lagi. "Kau mau menjaganya hari ini untukku Lana?" tanya Anggi sedikit keras.

Lana mendongakkan kepalanya. "LANA!" panggil Anggi sedikit membentak. Lana mulai tersadar. "Mau membantuku menjaga Zean hari ini? Aku ada janji dengan pasien pagi ini. Kalau kau mau aku akan menitipkan dia padamu, mungkin sampai jam sebelas siang."

Lana mengangguk, masih sedikit linglung. "Benarkah tidak masalah?"

"Hari ini libur nasional, aku tidak bekerja."

"Ah syukurlah, kalau kau tidak keberatan tolong jaga dia sampai malam. Pengasuhnya resmi berhenti hari ini. Aku tidak bisa membawa Zean ke Rumah Sakit." Anggi meraih tas jinjingnya yang ia letakkan di bawah dekat kaki meja.

"Bagaimana dengan Ayahnya?"

"Sudah kukatakan bukan? Zean hanya mau denganku dan pengasuhnya. Itu berarti Daddynya salah satu orang yang tidak bisa menyentuhnya."

"Kalau begitu biarkan Zean di sini, tolong kirimkan beberapa perlengkapanya. Zean juga belum mandi kan?" dilihat dari penampilan Zean yang masih mengenakan piyama tidur, sudah dipastikan Anggi langsung membawanya ke sini tanpa membangunkannya lebih dulu.

Anggi menyetujui, dia segera pergi setelahnya.

Tahap pendekatan antara ibu sambung dan anak tiri akan segera dimulai.

To Be Continued
__________

Play Second Fiddle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang