PSF | 10. Yang Berbeda

320 27 0
                                    

HAPPY READING

***

Tiga jam setelah menikah. Setelah mengantar Lana kembali ke kontrakan bedeng di tempat penitipan anak. Dengan Taxi Online. Mereka kembali ke rutinitas semula. Lean bekerja shift siang dan Lana sudah kembali mengasuh Zean. Anak itu menangis histeris sepanjang pagi hingga siang karena merindukan Lana, Mama barunya.

Selama lima hari ini dia diasuh oleh pengasuh lama. Anggi membujuk wanita paruh baya itu dengan mengiming-imingi gaji dua kali lipat dari gaji bekerja dulu selama satu bulan, full. Mujarab, siapa yang tidak tergiur dengan uang melimpah. Wanita itu kembali, tapi hanya meminta waktu satu minggu saja. Kondisi Ibunya yang semakin parah membuatnya tak tega jika harus pergi terlalu lama.

"Aduh, Zean rindu ya sama Kak Lana." Lana membewa Zean dalam gendongnya lalu mengecup pipi Zean berulang. Kanan dan kiri.

Zean tertawa terpingkal-pingkal.

"Kau sudah harus mengganti nama panggilanmu Kakak Ipar. Sekarang kau Ibunya." Anggi mengoreksi, sambil mengeluarkan tas berisi perlengkapan Zean dari bagasi belakang mobil Pajero merah nya. "Lagipula Zean selalu memanggilmu Mama sejak awal."

"Aku belum terbiasa Mbak. Rasanya masih terlalu asing." Lana berkata jujur, dia baru tiga jam yang lalu mengganti status. "Ada yang bisa aku bantu Mbak?"

Anggi menggeleng. Dia mengangkat tas berukuran sedang itu dengan satu tangan. Berjalan mendahului Lana. "Harus mulai dibiasakan. Sama mulai sekarang panggil aku Anggi. Aku sepupu suamimu."

Lana membantah. "Tapi jarak umur kita terlampau jauh Mbak." Dia mengekor di belakang Anggi dengan Zean dalam gendonganya. Anak itu sudah merebahkan kepalanya di pundak kiri Lana, mungkin sebentar lagi akan tertidur karena kelelahan menangis.

"Berapa usiamu?"

"23 tahun."

Anggi lenggang sesaat. Mereka sudah melewati gerbang dalam. Lana mendahului Anggi, sebagai tuan rumah dia berniat ingin membukakan pintu. "Lumayan jauh ya, kupikir kita seumuran. Hanya beda empat tahunan dari Lean. Ternyata kau justru beda delapan tahun darinya."

"Apa wajahku sedewasa itu Mbak?" tanya Lana sambil perlahan meletakkan Zean di atas tempat tidur. Tak rewel, Zean langsung memejamkan kedua matanya dan tertidur.

Anggi menggeleng. "Di jaman sekarang wajah tidak menggambarkan usia. Banyak yang masih muda tapi terlihat lebih tua dari usianya dan sebaliknya." Dia berkata sembari meletakkan tas di depan lemari, membuka keduanya dan memindahkan perlengkapan Zean dari dalam tas ke lemari. Kerap berkunjung ke kontrakan Lana membuatnya sudah tidak canggung dan sungkan lagi.

Lana setuju dengan itu. Wali dari anak asuhnya banyak yang seperti itu. Baru punya satu anak sudah ada yang terlihat lebih tua, padahal ternyata umurnya hanya dua atau tiga tahun di atas Lana. Tapi ada juga yang sebaliknya sudah memiliki cucu tapi wajahnya masih terlihat muda dan segar.

"Kau tidak mau pindah ke rumah Zean?"

"Mas Lean belum ada bicara apapun Mbak." Memanggil pria itu dengan "Mas Lean" alih-alih "Tuan Danau" membuat Lana mengingat kejadian menyebalkan tiga jam silam. Dia masih kesal, tapi tidak marah lagi.

Anggi tak berkomentar. Menurutnya itu sudah bukan urusannya lagi. "Kau benar-benar sudah mengenal Kak Lean dari lama Lan?" Anggi bertanya. Dia cukup terkejut dengan fakta pagi tadi.

Lana berdehem. "Dari sebulan yang lalu, kita sering ketemu di Taman."

"Bagaimana dia menurutmu?"

Lana lenggang cukup lama. Berdiri, mengambil dua botol air mineral di rak. Satu dia letakkan di meja rias, untuk Anggi. Satu lagi ia minum hingga setengah botol. "Dingin," jawab Lana singkat.

"Aku setuju dengan itu." Timpal Anggi sepemikiran.

"Mbak aku penasaran sejak lama. Orang tua Mbak Anggi kan tinggal di luar Negeri, tapi kenapa wajah Mbak Anggi Indonesia sekali?" Lana sudah lama memendam pertanyaan ini. Dulu ia takut dikatain tidak sopan karena mereka belum cukup dekat. Tapi sekarang mereka sudah menjadi keluarga. Lana pikir tak akan masalah jika dia bertanya seperti itu. Toh bukan sesuatu yang sensitif sekali.

Anggi tertawa, dia balik kanan. Mendekat pada Lana yang duduk di atas tempat tidur. Menepuk pundak kiri Lana sekali, lalu memegangnya. "Jadi sejak dulu kau memendam pertanyaan ini?"

Lana mengangguk antusias.

Anggi berdehem, meletakkan tangan kirinya juga di pundak kanan Lana. Mereka saling berhadapan. Lana duduk di atas tempat tidur sedangkan Anggi berdiri di depannya.

"Ayah Ibuku asli indonesia. Awalnya Ayah kuliah, Ibuku bekerja. Mereka bertemu dan setelah Ayah lulus mereka menikah dan memilih menetap di sana. Ibuku yang mengangkat perekonomian keluarga. Kalau Ayah memang sudah berasal dari keluarga orang berada."

"Yang berkeluarga dengan Mas Lean dari Ayah atau Ibu Mbak?"

"Ayah." Anggi menjawab singkat. Awalnya Lana ingin bertanya lagi. Tapi lebih dulu di cekal oleh Anggi. "Jika ingin bertanya tentang suamimu. Tanya saja padanya langsung, aku tidak mudah dibodohi Lana." Ujar Anggi lalu sambil tersenyum penuh arti. Melepaskan tangannya dari pundak Lana. Dia kembali menyusun perlengkapan Zean yang belum selesai.

To Be Continued
_________

Play Second Fiddle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang