PSF | 9. Keputusan Kalana

343 26 0
                                    

HAPPY READING

***

Minggu-minggu melesak pesat menjadi bulan.

Sudah satu bulan berlalu. Saat ini sudah masuk bulan penghujan, bulan Desember. Hari dimana Lean dan Lana akan mengubah status mereka, dari yang single menjadi bersuami dan yang duda pensiun dan menikah lagi. Persetujuan untuk menikah ini baru di setujui lima hari lalu, dengan Tuan Danau sebagai orang pertama yang tahu. Lana masih mengenal Lean dengan sebutan "Tuan Danau."

Saat itu, pukul empat sore. Disaat matahari sudah berkemas ingin pergi. Dengan membawa Zean bersamanya, Lana mengunjungi Taman dan bertemu dengan Tuan Danau. Duduk saling bersebelahan di bangku taman menikmati pemandangan sore.

Zean sudah bisa diajak keluar rumah sekarang meski harus di tempat yang benar-benar sepi, dalam perjalanan posisi stroller harus tertutup. Untuk orang-orang yang bisa ditemui sejauh sebulan ini sudah bertambah Lean, Aren dan Om Danu. Lean hampir setiap hari bertemu di danau. Om Danu dan Aren kerap mengunjungi Zean, walau kadang hanya sekedar mengantar makanan atau mainan.

"Aku memutuskan akan menerima tawaran itu," ujar Lana tiba-tiba.

"Soal pernikahan dan menjadi ibu dari anak itu?"

Lana berdehem. "Menurutmu bagaimana?"

"Kau sudah yakin?"

"Entahlah, satu bulan ini aku sudah memikirkannya dengan baik. Semakin hari juga aku semakin mencintai anakku." Secara terang-terangan Lana bahkan sudah mengakui Zean sebagai anaknya.

"Kau menerima pernikahan itu karena anak itu?" Lean melirik Zean yang sedang duduk di atas Stroller, sambil makan coklat.

Lana menoleh, menatap Lean. "Apa perlu alasan lain?"

Lean mengangkat kedua pundaknya, tidak tahu. Dia sendiripun menjadikan putranya alasan untuk menikah lagi.

"Aku belum pernah jatuh cinta sejauh ini, jadi tidak tahu alasan itu benar atau salah."

"Kau tidak meminta saran pada temanmu?"

Lana menggeleng. Sambil menghela napas, Lana menyisiri hamparan danau dengan mata bulatnya. "Aku tidak sempat memilikinya," katanya dengan suara pelan penuh keputusasaan.

Lean menepuk kedua tangan Lana yang sedang tertaut di atas pangkuannya, lalu bertengger di sana. Sebelum berbicara Lean juga menghela napas cukup panjang. "Lakukan jika menurutmu itu baik, kita tidak akan tahu jika tidak mencoba."

Ucapan Lean itu adalah modal utama Lana berani mengabari Anggi. Anggi yang terlalu bersemangat karena akhirnya sepupunya menikah lagi, Lean yang tak ingin terlalu lama, akhirnya pernikahan resmi digelar hari ini.

Senin, 11 Desember 2022. Di Kantor Urusan Agama (KUA), berdasarkan agama yang keduanya anut (Islam) dan wali nikah diwakilkan dengan wali hakim. Karena sudah tidak ada sanak saudara yang Lana miliki. Ayah meninggal, dia anak tunggal, begitupun ayahnya. Untuk keluarga Ibu, Lana tidak tahu dimana keberadaanya. Konon katanya, kedua orang tuanya menikah tanpa restu pihak keluarga besar ibu. Miris sekali.

"Sorry Lana. Jalanan macet parah. Zean juga rewel tadi." Dari arah depan, suara Anggi terdengar nyaring. Wanita itu tergopoh-gopoh menghampiri Lana. Dres selutut merah menyalanya membuat pagi cerah ini seakan kalah bersinarnya darinya.

"Bohong Lan, Anggi saja yang terlalu lama dandan." Aren menjawab.

Anggi, Aren, Om Danu berhenti tepat di hadapan Lana. Lana yang merasa ada yang kurang menoleh kanan kiri, mencari sesuatu. "Kau mencari Lean, Lana? Dia akan menyusul sebentar lagi. Tadi kami sudah menawarinya untuk pergi bersama tapi dia menolak."

Play Second Fiddle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang