HAPPY READING
***
Percakapan itu menjadi hari terakhir pertemuan Anggi dan Lana hingga hari ini. Anggi harus ke luar Negeri (Madrid) mengunjungi kedua orang tuanya yang tinggal disana. Ibunya sakit, dia tidak ada pilihan lain selain berkunjung, dan terpaksa harus menyerahkan Zean seutuhnya pada Lana.
Di sore yang damai, Lana menikmati pemandangan di taman komplek. Menatap hamparan air danau dalam diam, menelisik semua hal yang memenuhi pikirannya. Tiba-tiba pandangannya terhalang oleh selembar sapu tangan putih kotak-kotak yang tergantung. "Ambillah! Aku tidak akan tahu kau menangis jika ditutupi dengan sapu tangan ini."
Lana termangu diam beberapa saat. Dan sapu tangan itu hilang dari pandangannya. Si empunya sudah menariknya kembali. "Kau-"
Dia Lean, saat ini sudah duduk di sisi kiri Lana. Menebarkan pandangannya ke arah tengah danau. "Dia anakmu?" tanya Lean.
Lana menoleh pada stroller yang tertutup tudungnya di samping kanan, lalu mengangguk. "Iya, dia sedang tidur."
Lean balas mengangguk.
"Sedang apa kau ke sini? Mulai tertarik ya dengan kenyamanan danau ini?"
"Aku hanya jalan-jalan, terus tidak sengaja melihat wanita duduk membawa anaknya, tapi justru melamun. Wajahnya seperti kanebo kering."
Lana menghela napas, kedua pundaknya melorot bersamaan dengan itu. "Aku sedang banyak pikiran."
"Soal pekerjaan lagi?"
"Bukan, tempat kerjaku sudah ada yang membeli dan si orang baik hati itu membiarkanku tetap tinggal dan bekerja di sana. Aku juga tinggal di kontrakan itu gratis sekarang."
"Lalu?" Lean menoleh, menatap Lana penuh tanya. "Kenapa lagi?"
Lana tak langsung menjawab, dia menoleh. Menatap stroller yang terdapat Zean di dalamnya. "Anak ini, anak dari orang yang memintaku untuk jadi ibu sambung." Lalu pandanganya kembali lurus ke depan.
"Kau dilamar?"
Lana menggeleng, lalu mengangguk. "Entah apa namanya. Dia tidak memintaku secara langsung. Menurutmu bagaimana jika ada orang yang tiba-tiba melamar tapi belum menemui sama sekali?"
"Menurutmu bagaimana?" Lean justru bertanya balik.
Lana bergumam panjang. Berpikir dulu, "Kurasa dia punya alasan. Bisa jadi alasanya lebih dalam dari yang terbayangkan."
"Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?"
"Aku hanya berusaha berpikir selayaknya orang yang memiliki masalah berat dalam hidupnya. Tidak mungkin kan orang melakukan sesuatu tanpa alasan?"
Lean mengangguk. Dia setuju dengan itu. "Setiap manusia pasti punya alasan, sekalipun sekedar hanya untuk hidup." Lean menatap Lana, lalu beralih pada stroller. "Anak itu tidak rewel bersamamu?"
Lana ikut melihat stroller Zean. "Dia anak yang baik dan pintar. Selalu memanggilku Mama, padahal aku sudah berulang kali mengoreksinya."
"Mungkin dia menyukaimu." Lean berkomentar.
Lana mengangguk setuju. "Menurutmu aku harus menyetujuinya atau menolaknya?"
"Apa alasanmu menyetujui dan tidak?"
"Kurasa dia punya alasan-" Lana lenggang sejenak, menoleh menatap Lean, "dan orang baik."
Lean cukup terkejut. Posisinya, dia sedang menatap stroller Zean. Jelas dia bisa melihat dengan jelas saat Lana menatapnya dengan begitu tulus, walaupun Lean yakin Lana belum tahu jika Lean lah pria itu. "Kenapa kau bisa berasumsi seperti itu? Kau bahkan belum bertemu denganya."
Lana mendengus cukup keras, pandangan kembali pada tengah danau. "Entahlah, firasatku bicara begitu. Lagipula aku sudah begitu mencintai anak ini. Aku tidak ikhlas berpisah dengan-nya."
"Ya sudah jika begitu terima saja."
Lana menatap Lean nyalang. "Apa semua pria berpikir sesimple itu?"
Lean mengerutkan keningnya, menatap Lana dengan mata yang menyipit. "Maksudnya, kenapa menyimpulkan sesuatu semudah itu?" koreksi Lana.
"Kenapa harus dipikir rumit. Kau menyukai anak itu, kau percaya jika pria itu baik. Apalagi yang harus kau beratkan?"
"Nasib hidupku."
"Firasatmu bilang dia orang baik kan? Dia akan menafkahimu."
"Bagaimana jika dia menelantarkanku?"
"Apa orang baik bersikap seperti itu?"
Lana tidak bisa menjawab. Benar juga-tidak ada orang baik yang menelantarkan orang lain. "Ah entahlah, aku akan berpikir keras dulu. Sampai jumpa lain waktu Tuan Danau." Ujar Lana berpamitan. Lalu bangkit, meraih stroller Zean dan mendorongnya tergesa-gesa.
Lean hanya bisa memandangi itu dengan sudut bibir yang sedikit ia tarik.
To Be Continued
___________
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Second Fiddle
AvventuraNovel ini menceritakan tentang seorang pria duda beranak satu, Lean namanya. Dia menyeret gadis muda bernama Kalana untuk masuk ke dalam dunianya yang kelam. Menjadi ibu pengganti untuk sang putra yang bernama Zean tanpa rasa cinta. Lean ingin menca...