Epilog

13.7K 1.2K 143
                                    

Mata Tasya terbuka, mata wanita itu mengerjap-ngerjap menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya. Perempuan itu melihat sekeliling ruangan yang terasa asing itu, bau obat menyeruak membuat Tasya tersadar berada di mana ia sekarang.

"Alhamdulillah, Tasya udah sadar?" Tanya Rani yang baru Tasya sadari ada di ruangan itu. Rani langsung menekan bel di samping brankar Tasya.

"Air." Lirih Tasya yang masih terdengar Rani. Dengan sigap Rani membantu Tasya untuk minum.

Tasya meraba wajahnya yang tidak tertutup cadar. "Cadar saya kemana?"

Rani memberikan kain hitam kepada Tasya. "Ini, kata mama pasang cadarnya kalo kamu udah sadar aja, soalnya yang di ruangan ini juga cuma mama, papa, Evan sama saya."

Tasya mengangguk lemah. "Semuanya di mana sekarang? Kang Yusuf?" Tanyanya.

Tasya baru ingat, luka yang Tasya dapat tidak terlalu parah karena Yusuf melindunginya. Lalu sekarang di mana suaminya?

"Di ruangan Kang Yusuf, di sebelah." Jawab Rani.

Tanpa berpikir panjang Tasya melepas infus dan mengikat cadarnya. Rani panik, melihat Tasya yang berlari ke luar. Apalagi saat darah keluar dari punggung tangan Tasya.

Rani menepuk keningnya. "Aduh... keceplosan."

Tasya mendengar suara tangisan di ruangan sebelah. Tasya merasa deja vu dengan suasana ini. Apakah sangat parah keadaan suaminya sampai banyak orang menangisinya?

Wanita itu membuka pintu ruang rawat suaminya. Tasya mundur sampai punggungnya menabrak tembok, Tasya menggeleng tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"INI GAK MUNGKIN!! INI GAK MUNGKIN!! KANG YUSUF JAHAT!!!" Teriak Tasya, semuanya seperti menggelap Tasya tidak bisa merasakan sesuatu.

Mendengar Teriakan Tasya orang-orang di ruangan itu langsung berteriak terkejut. "Tasya."

***

Tasya masih terdiam di samping gundukan tanah suaminya. Hujan yang deras membasahi tubuhnya, hanya sunyi dan hujan yang menjadi temannya. Bahkan pakaian Tasya juga sudah basah seluruhnya, seakan-akan bumi pun menangis dan menutupi tangisan Tasya dengan derasnya hujan.

Secepat ini kah? Sejahat itu kah Yusuf pada dirinya? Kemarin-kemarin ia kira Yusuf adalah suami yang jahat karena menyimpan perasaan kepada gadis lain, tapi ternyata ia lah gadis itu. Ia kira Yusuf akan menemaninya sampai akhir, namun nyatanya Yusuf lebih jahat karena sudah meninggalkan dirinya.

“Dek, ayo kita pulang!” Ajak Evan yang datang dengan membawa payung. Tasya menghambur ke pelukan abangnya.

Evan membalas pelukan adiknya. Tidak perduli lagi pada bajunya yang basah. Melihat keadaan Tasya, hati Evan merasa tercubit melihat Tasya yang seperti ini. Jika dulu Evan akan memukul siapa pun yang menyakiti adiknya, sekarang bahkan Evan tidak bisa berbuat banyak. Tidak mungkin juga Evan marah kepada Takdir.

“Abang.” Hanya satu kata yang terucap dari bibir Tasya yang bergetar. Tangisnya kembali membasahi pipi Tasya yang tertutup kain hitam.

“Semua takdir Allah dek,  kamu inget ayat ini
‘Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan serta kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan.’ Yusuf pasti sedih liat kamu begini, dia ngelindungin kamu, dia gak jahat sama kamu.” Evan ikut meneteskan air matanya tapi cepat-cepat ia hapus.

Tasya adik kecilnya yang ceria, yang selalu tegar, yang selalu menyembunyikan masalahnya dari Evan kini terlihat rapuh. Memang bukan hal yang mudah mengikhlaskan seseorang yang sangat kita sayang.

“Kita pulang ya?” Tasya mengangguk.

'Bolehkah aku kembali berjuang?' Ucap seseorang yang memperhatikan dari kejauhan.







Maaf banget kalo ga sesuai sama ekspektasi kalian bwahaha

Love You Akang Santri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang