18. Jodoh Evan

15.5K 1.4K 56
                                    

"Dek makannya mau sama sayur apa? Brokoli atau sayur lodeh?" Tanya Evan memasuki kamar adiknya.

Tanpa terusik pandangan gadis itu masih sama, lurus ke luar jendela. Tangannya mengadah merasakan dinginnya air yang jatuh dari langit.

Evan menatap adiknya, antara iri, kasihan, senang sekaligus belum siap kehilangan, Evan tidak bisa membedakannya. Padahal baru saja dua minggu yang lalu Tasya dilamar untuk Yusuf, sekarang sudah ada lagi yang melamar. Sedangkan Evan? Suka sama satu orang saja orangnya gak suka sama Evan.

Mungkin Evan terlalu berambisi untuk gadis tersebut, sehingga Allah menegurnya dengan patah hati. Evan menghela nafas. Harusnya juga Evan tidak membandingkan dirinya dengan Tasya, karna memang mereka berdiri di atas bumi yang sama, namun berjalan di atas takdir yang berbeda.

"Dek." Ucap Evan sembari menepuk pelan bahu Tasya.

Tasya menoleh. "Eh abang? Dari kapan ada di sini?"

Evan tersenyum masam menoleh ke arah lain. Evan menetralkan wajahnya, kemudian menghampiri Tasya yang duduk di pinggiran tempat tidurnya.

"Kenapa sih? Aneh lo dek! Orang tuh bingung karena jodohnya belom nongol, lah lo malah bingung karena banyak yang ngelamar."

"Acha tuh ngerasa gak enak bang udah nolak kak Ridwan. Apalagi Risma kayak marah gitu sama Acha."

"Lo enggak usah takut kalo temen lo itu ninggalin lo, pernah denger gak kata-kata 'bahkan bayanganmu sendiripun akan meninggalkanmu saat gelap'?" Tanya Evan dijawab oleh anggukan Tasya.

"Nah, bayangan aja bakalan ninggalin kan? Tapi lo masih punya Allah, Allah gak akan ninggalin lo."

Tasya memeluk Evan. "Makasih, makasih banyak bang."

"Udah ah jangan sedih! Gue yang jomblo aja bahagia nih. Supaya gak sedih gimana kalo gue ajak lo makan di luar, gimana?"

Tasya berfikir sejenak. "Mama udah masak loh bang, nanti kita dimarahin."

"Sebenernya makanannya tinggal sedikit sih, tadi gue sisain buat lo doang. Abisnya mama bikin sayur kesukaan gue. Tapi sekarang gue masih laper." Tasya mengangguk.

***

Tasya menghirup nafas, sudah lama rasanya Tasya tidak keluar rumah saat malam hari. Apalagi setelah hujan, membuat udara terasa dingin.

Tasya dan Evan mamutuskan untuk berjalan kaki saja untuk ke indomar*t depan, karena Tasya hanya ingin makan mie. Sebenarnya mie instan adalah musuh terbesar Mamanya. Bu Dina sangat tidak suka melihat mie di dapurnya, tapi berkat abangnya mamanya memperbolehkan Tasya memasak mie instan untuk hari ini saja tapi.

"Bang, kayanya Tasya mau nikah kalo abang udah nikah aja." Celetukan Tasya membuat Evan langsung menoleh.

Tatapan mata Evan seperti tidak percaya dengan apa yang barusan adiknya ucapkan. Jodoh saja belom nongol, entah Tasya meledek atau ingin ikut menjomblo bersama.

"Jangan bercanda dek!"

"Siapa juga yang bercanda, Acha mau nunggu abang dulua nikah aja."

Evan melirik Tasya. "Kalo nanti abang lebih sayang ke istri abang gimana?"

"Ya gapapa lah, emang salah orang yang udah halal saling mencintai? Lagian kan kalo abang nikah, nanti Acha bisa kerja."

'Tuk' Evan menyentil dahi adiknya.

"Kalo gue udah nikah, gue mau minta papa nikahin lo juga." Ucap Evan.

Evan menarik Tasya untuk menyebrang. Memasuki indomar*t mata Tasya berbinar, sepertinya niat awal Tasya membeli mie harus berganti, Tasya sekarang ingin membeli es krim, maksudnya Evan yang membelikan Tasya es krim.

"Bang Acha mau beli es krim aja."

"Jangan kayak bocil deh! Abis ujan gini malah beli es krim."

"Maaf, kakaknya Tasya ya?"

Tasya menoleh ke arah sang penanya. Evan mengangguk.

"Tasyanya mana kak? Masih belom pulang ngajar kah? Emang ngabdinya berapa tahun? Ini istrinya bukan kak? Wah selamat ya kak." Tanya orang itu bertubi-tubi.

Evan terkekeh. "Ini Tasya, bukan istri saya."

"Rani jahat sumpah. Ini saya Tasya loh."

Rani langsung membulatkan matanya. "Ini beneran Tasya?" Tasya mengangguk kemudian mereka saling memeluk.

"Kamu kok bisa ada di sini Ran?" Tanya Tasya setelah melepaskan pelukan mereka berdua.

"Saya nerusin kuliah di sini, dan sekarang mau cari kerja di sini juga, tapi ternyata susah ya. Mungkin sekalian cari jodoh juga, karna ternyata Kang Putra udah dijodohin sama Dinda." Ucap Rani yang menunjukkan ekspresi sedih di akhir kalimat.

"Bang beliin Acha mie ya! Acha mau ngobrol dulu di depan." Perintah Tasya kepada Evan yang masih menguping pembicaraan mereka.

"Yaudah, nyari jodoh kan? Besok saya datengin orang tua kamu, boleh?" Tanya Evan lantang.







Love You Akang Santri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang