13. Salah paham

14.8K 1.5K 40
                                    

Sudah enam bulan berlalu, perlahan Tasya sudah mulai berubah. Lebih tepatnya berusaha merubah semua kebiasaan buruknya. Gadis itu menepati janjinya kepada diri sendiri.

'Ubahlah dirimu, dan dunia dapat berubah di tanganmu.'

Tidak ada lagi Tasya yang suka berkata kasar, tidak ada Tasya yang merengek dan ingin kabur untuk pulang ke rumah, tidak ada lagi Tasya yang penuh amarah. Bukan perlahan, itu termasuk waktu yang cepat bagi seseorang yang berubah dari kebiasaan buruk.

Tasya buru-buru memakai mukenanya. Suara sholawat yang indah, yang diam-diam Tasya kagumi baru-baru ini. Azan subuh berkumandang dengan merdu, ini bukan suara ustad Rizky yang pertama Tasya dengar.

“Teh? Kagum doang apa kagum banget?” Tanya Dinda diakhiri kekehan sembari menggoda Tasya. Wajah Tasya memerah seketika menahan malu.

“Ih, ini pasti suara calon imam.” Ucap Rani diakhiri dengan kekehan.

Dinda menoleh kepada Rani sekilas. "Calon imam siapa nih Ran?"

"Ya... calon imam kita semua lah, tuh udah mau mulai sholatnya. Maksud saya teh calon imam makna denotatif Din." Jelas Rani.

Tasya memang benar-benar sudah berubah. Bahkan tiga bulan terakhir dia berhasil menghafal 5 juz, ditambah dengan juz 30 yang dulu Tasya hafal karena tugas hafalan di SMP nya dulu. Jadi sudah 6 juz.

Masih ingat dengan hukuman terakhir Tasya? Ya, hukuman karena dituduh pacaran. Jadi kertas yang diberi ustazah Khodijah hanya selembar kertas kosong.

Itulah yang membuat Tasya kabur dari pesantren. Kertas yang harus diisi dengan hafalan-hafalan.

Awalnya Tasya sangat malas, tapi ustazah Mia lah yang menyemangati Tasya, maksudnya Ustadz Rizky yang awalnya membantu, tapi lewat perantara Ustadzah Mia.

Ingin rasanya Tasya menangis karena sulitnya menghafal, tapi ustazah Mia selalu memberinya motivasi. Motivasi yang mengingatkan Tasya pada komitmennya. Dan sebenarnya Tasya termasuk santri yang cerdas dan cepat dalam menghafal.

“Saya kangen pengen ketemu mama sama papa.” Ucap Tasya ketika ia merindukan orang tuanya.

Walau banyak sekali keluhan Tasya tapi lagi dan lagi ustazah Mia yang memberinya motivasi. Ustazah Mia sudah seperti mama keduanya di pesantren ini.

Sesudah sholat subuh mereka langsung kembali ke kamar mereka. Tasya merasa sangat bahagia hari ini, bukan hanya Tasya sih Tapi seluruh santri maupun santriwati yang ada di pesantren Ar-Rahman.

Sebenarnya inilah hari yang paling Tasya tunggu-tunggu dan semua santri maksudnya. Kenapa Tasya sangat menunggu hari ini? jawabannya adalah karena hari ini orang tuanya akan datang mengunjungi Tasya.

Tasya keluar dari kamar asramanya menggunakan gamis hijau favoritnya. Menuju tempat tumpahnya kerinduan. Padahal sudah sering Tasya menggunakan gamis, masih saja ia sering terjatuh karena gamisnya, bahkan Tasya sudah terjatuh dua kali tadi.

Tasya melihat mamanya, tidak sengaja ujung gamis gadis itu terinjak. Tasya menutup mata, pasrah jika gamis kesayangannya ini terkotori.

Tasya menutup matanya, belum terjatuh. Apakah ada adegan slowmo di sini? Tasya perlahan membuka matanya.

'Astagfirullah'

“Kalian ngapain?” tanya seseorang itu lirih.

***

Tasya sudah menangis tersedu-sedu. Bukankah sekarang hari bahagianya? Kenapa malah jadi begini?

“Mah, Tasya beneran enggak ngelakuin hal itu. Untuk apa Tasya ngelakuin hal kayak gitu? Tadi kan mama liat sendiri Tasya mau ke mama.”

“Dinda kamu percayakan sama saya? Rani?” Tanya Tasya.

Tasya hanya tersandung dan tak sempat menghindar saat ditolong. Tasya juga bahkan tidak tau bahwa ia akan ditolong. Memang dari belakang terlihat seperti orang yang berpelukan tetapi ia berani bersumpah itu tidak seperti yang terlihat, hanya kain di bagian tangan gamis yang ditahan sehingga Tasya tidak terjatuh.

“Rizky kamu sudah buat ummi kecewa!” ucap bu Aisah.

“Kamu harus bertanggung jawab nak!” ucap pak Abdul.

“Ummi, Rizky hanya bermaksud untuk menolong, tidak ada maksud lain. Dan untuk bertanggung jawab, bertanggung jawab seperti apa yang abi inginkan? Bahkan Rizky sudah abi jodohkan dengan seorang gadis.” Tasya hanya bisa menunduk. Bu Dina, mama Tasya hanya memeluk Tasya.

Tasya pasrah sekarang, ia dipindahkan dari pesantren Ar-rahman. Tasya pasrah, walaupun banyak kenangan yang harus Tasya tinggalkan di pondok pesantren ini. Termasuk meninggalkan teman-temannya yang sekarang sedang memeluk Tasya.

“Teh, Dinda percaya teteh enggak ngelakuin itu, Dinda percaya teteh udah berubah.” Ucap Dinda sambil menangis.

“Saya juga percaya pecinta cogan udah ilang. Dan udah gak mungkin Tasya ngelakuin trik-trik murahan kayak gitu.” Ucap Rani membuat mereka bertiga terkekeh.

“Din, Ran, Saya Cuma pindah pesantren, bukan pindah ke mars loh. Saya pergi ya? Jaga diri baik-baik, tingkatin terus hafalannya.” Ucap Tasya ketika tangisnya mulai reda.

“Tasya nya enggak usah ditangisin, nanti cantik neng Dinda ilang.” Ucap Evan yang ada di dalam mobil membuat Tasya memutarkan bola matanya, masih bisa ya Evan modus padahal adiknya sedang bersedih.

“Dadah kapan-kapan kita ketemu lagi ya. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Ucap Tasya sembari melambaikan tangannya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, jangan lupain kita Tasya." Teriak Rani. Tasya mengacungkan jempolnya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Mobil hitam itu mulai pergi menjauh, dibalik tembok ada sepasang mata yang melihat sambil menitihkan air matanya. Melihat kepergian seseorang yang selalu dia sebut namanya dalam doanya.





Love You Akang Santri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang