Tasya menatap Dina dengan mata yang berkaca-kaca. Gadis yang biasanya melawan mamanya kini menjadi cengeng. Percayalah, kali ini tangisnya tidak dibuat-buat, walaupun Tasya jago akting.
"Ma, Tasya enggak mau ke pesantren." Rengek Tasya.
"Tasya janji deh, gak bakal ngerusuh lagi, gak bakal bolos lagi, Tasya bantuin Mama di rumah. Tapi jangan masukin Tasya ke pesantren." Lanjut Tasya sembari menganggukan kepala meyakinkan Dina.
"Gak apa-apa kali dek masuk pesantren, siapa tau ada yang nyantol santri cowoknya." Ucap Evan yang menanggapi ucapan Tasya.
Evan kini tertawa di atas penderitaan Tasya. Siapa suruh kemarin Tasya malah membela diri saat Evan melakukan negosiasi dengan Mamanya. Evan menjadi sedikit kesal dengan sikap lemot dan sombong Tasya, perpaduan yang pas untuk menjadi orang bodoh.
"Iya Papa juga setuju, sekalian pas pulang bawa calon, ya kan bang? Asal jangan bawa anak aja." Jawab Adi, papanya yang ikut-ikutan nimbrug.
"Yoi pa." Ucap Evan sambil bertos ria dengan Papanya.
Tasya menatap tidak percaya orang-orang di hadapannya. Sekarang Tasya di sini seperti seorang gadis yang teraniaya keluarganya. Cobaan apalagi ini untuk hamba-Mu yang cantik ini ya Allah.
"Papa! Bang epan! Ngeselin deh!" Teriak Tasya yang sudah mulai kesal.
Tasya menatap Dina penuh permohonan. "Mama bilang gak ada bantahan Tasya." Tegas Mama sambil menarik Tasya ke dalam mobil.
"Lagian pesantrennya punya temen Mama, kamu disana udah Mama titipin." Ucap Mama yang telah berhasil memasukan Tasya ke mobil.
"Emangnya Tasya anak kucing apa? segala di titip-titipin gini." Gerutu Tasya yang pasrah karena tubuhnya sudah masuk ke mobil dan tidak bisa kabur lagi.
***
Tasya terbangun di mobil setelah melalui tiga jam perjalanan dari Jakarta ke Bogor. Mama papanya entah di mana. Gadis itu terbangun dengan wajah kebingungan, tak jauh berbeda dari Tasya Evan pun juga seperti itu. Dengan muka bantal yang sangat-sangat tidak cakep.
Setelah mengumpulkan nyawanya, Tasya dan Evan keluar dari mobil. Banyak mata menatap Evan dan Tasya. Gadis itu segera meraba wajahnya. Berharap semoga wajahnya tidak sejelek dan seseram ondel-ondel.
Tasya meneliti wajahnya pada spion mobil. Tidak ada yang salah, rambut hitamnya yang indah sudah tertutup jilbab, lip tint yang tadi pagi ia pakai pun belum pudar di bibirnya. Tasya menggelengkan kepalanya, entahlah mengapa mereka melihat Tasya seperti gadis telanjang yang sedang berjalan-jalan ke luar rumah. Ingin rasanya Tasya menyolok mata orang-orang yang melihatnya dengan tatapan seperti itu.
"Bang! kenapa sih banyak yang ngeliatin Acha bang? di muka Acha ada tompelnya ya? ngeliatinnya pada gitu." Tanya Tasya.
Evan menggeleng, tidak ada keanehan di wajah adiknya itu. "Nggak dek, enggak ada apa-apa nya di muka lo, kalo di muka gue ada belek gak?? Mereka pada ngeliatin gue sampe segitunya." Jawab Evan sambil balik bertanya.
"Nggak bang, nggak ada beleknya." Jawab Tasya yang enggak melihat keanehan di mukanya Evan.
Tasya melebarkan matanya. "Apa kita salah masuk pesantrennya bang? Tapi kayaknya bener deh, pesantren Ar-rahman tadi gue baca di depan." Ucap Tasya.
"Lagian Mama sama Papa kemana sih? pas kita bangun di mobil Mama sama Papa udah gak ada. Lo sih kebo dek!" Ucap Evan.
Tasya memutarkan matanya. "Lo juga sama bang!"
Seorang gadis menghampiri Tasya dan Evan, sangat anggun. Sampai Evan yang melihatnya tidak berkedip. "Eh? ini teteh sama akang teh mau kemana?" Tanya seorang gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You Akang Santri [Selesai]
Espiritual"WHAT!!! AKU!? DI MASUKIN KE PESANTREN? YANG BENER AJA SIH MA!" Teriak Tasya yang seketika membuat kuping berdengung. "Iya, kenapa sih emang? Lebay banget!" Jawab Mama. "Lagian Tasya! kamu itu cewek loh, kerjaannya masuk BK mulu, Kakak kamu aja yang...