8. Ternyata

16.3K 1.6K 25
                                    

Inilah hari yang Tasya tunggu-tunggu. Sebenarnya bukan hanya Tasya sih tapi juga Rani dan Dinda.

Hari yang katanya ustadz yang ngajar ganteng. Membuat Tasya tak habis pikir, seganteng apa ustadz itu.

Pagi ini setelah selesai salat subuh dan tadarus Tasya dan Dinda disuruh Rani untuk membersihkan kamar mereka. Pasalnya kemarin Rani yang membersihkan kamar mereka sendiri, dan gadis itu mengomel sampai telinga Tasya Panas.

"Untung aja kemaren saya yang bersihin, kalo enggak habis kita kena marah Ustazah Khodijah," kata Rani.

Dinda membulatkan matanya. "Emang kemaren Ustazah Khodijah ada?" Tanya Dinda.

"Yaa... enggak sih." Jawab Rani kemudian terkekeh. Dinda memutarkan bola matanya. Untung saja Dinda tidak sedang PMS, bisa-bisa sapu yang sedang di tangannya sudah melayang ke arah Rani.

"Emang Ustazah Khodijah itu siapa?" tanya Tasya dengan tatapan bingung.

"Jadi Ustazah Khodijah itu guru yang suka keliling meriksain asrama santriwati. Yang suka meriksain debu, dan kalo dia liat kamar kotor, di jemur di lapangan."

"Wow gibah! Lanjutin bersihin kamarnya!" Ucap Rani.

"Teh ini kok di kolong ranjang teteh banyak sampah makanan ringan sih? Teteh jajan enggak ngajak-ngajak ya? Atau dapet kiriman tapi gak bagi-bagi? Wah jahat nih." Tanya Dinda yang sedang menyapu.

"Oh itu di kasih anak monyet." Ucap Tasya dengan santainya. Rani dan Dinda bertatapan. Mana ada anak monyet di lingkungan pesantren.

"Baru tau saya ada monyet ngasih makanan, nanti kalo monyetnya ngasih makanan ajak-ajak saya yah!" ujar Rani.

***

"Ayo ah cepetan! Gue pengen liat seganteng apa ustadz itu!" Seru Tasya berjalan cepat menuju kelasnya. Tasya sudah tau letak pesantren ini, jadi kejadian kesasar tidak akan terulang lagi.

Rani memutar bola matanya. "Ih kamu tuh kayak orang enggak pernah liat cowok ganteng aja dari lahir," Dinda mengangguk membuat Tasya mendengus kesal. "lagian ustaznya pasti dateng kok. Kan calon suami Rani." Lanjut Rani.

"Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku." Celetuk Dinda tiba-tiba.

Rani menatap Dinda. "Maksud kamu teh apa? Gak mungkin gitu saya sama kang ustadz?"

Dinda menggeleng. "Itu kata-kata Umar bin Khattab, tuh di mading." Tunjuk Dinda.

"Oh yu ah, mari mempercepat pertemuan dengan calon suami."

Tasya memutarkan matanya. Masa semua cowok yang Rani anggap ganteng calon suaminya semua. Bisa bahaya dunia kalo isinya orang seperti Rani semua.

"Lagian di sini susah banget sih liat cogan." Ucap Tasya.

Sesampai dikelasnya Tasya mengeluarkan buku tulisnya, seumur-umur dia sekolah baru kali ini diajar guru ganteng. Biasanya dari SD dia diajar oleh guru seperti pak Mamat, badannya gempal, kumisnya panjang, bilang ganteng juga kalo udah kepepet dihukum.

Sekolah di sini lebih banyak pelajaran keagamaannya. Tasya masuk kelas IPS, berbanding terbalik dengan SMA Tasya dulu, di sini walau kelas IPS tetap tentram dan sepi. Apalagi semua muridnya perempuan.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Kaifa halukum." Salam guru itu memasuki kelas.

"wa'alaikumusalam warohmatullahi wabarokatuh, Alhamdulillah bi khoir ustadz." Jawab anak-anak serentak.

Tasya membulatkan matanya melihat guru itu. Ustadz itu ternyata orang yang memarahinya saat tersesat di asrama ikhwan. Ganteng sih ta-tapi ya gimana ya.

'Semoga aja dia enggak liat gue, semoga dia udah lupa, semoga dia pikun, semoga dia cuma nganggep halusinasi. Aamiin.' Tutur Tasya dalam hati.

Dinda menepuk pundak Tasya. "Teh kenapa? Tadi katanya mau liat cogan itu di depan." bisik Dinda.

Tasya bersyukur untung saja tempat duduknya tidak terlalu dekat dengan ustadznya. Coba saja kalau dekat, sudah mati kutu dia. Guru itu melirik Tasya sebentar dan bersikap biasa saja. Tasya menghembuskan nafasnya lega. Pelajaran kemudian berlanjut dengan tentram, aman, dan nyaman. Apalagi kalau sudah melihat cogan, tentram banget Tasya rasanya.

***

"Huh, pelajarannya seru ya!" ujar Tasya.

Rani menatap tidak percaya. "Seru dari mananya coba? Orang dari tadi saya liatin kamu cuma merhatiin Ustadz Rizky." Ucap Rani kesal.

Tasya mengerucutkan bibirnya tak lama kemudian tersenyum. "Apa katanya? فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ.

'Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan' uhh emang deh Ustaz Rizky paling keren beda sama pak Mamat." Ucap Tasya.

"Hush, gak boleh bandingin guru gak baik teh." Ucap Dinda.

Tasya memajukan bibirnya karena teguran itu. "Udah ah gue udah laper. Buruan ambil makanan kita bu ketu! bawain ke kamar ya!" ucap Tasya membuat Rani tambah kesal. Pasalnya Tasya yang mengajukan Rani menjadi ketua kamarnya, kemudian Tasya juga yang sering menyuruh Rani. Dinda hanya terkikik geli melihat keduanya. Apalagi jika anak kamarnya dimarahi, maka Rani lah yang menjadi tumbal.

Rani mencebikkan bibirnya. "Iya kanjeng ratu, saya permisi ambil makan dulu." Ucap Rani. Dinda dan Tasya tertawa puas.

Love You Akang Santri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang