19. Hari Deg-degan

17.5K 1.2K 85
                                    

Mungkin belajar dari pengalaman sebelumnya yang kurang gercep. Evan benar-benar membawa keluarganya bertemu keluarga Rani.

Kata-kata Evan bukan cuma kata-kata gombal semata. Evan benar-benar menepati janjinya. Sebenarnya bukan hanya membawa keluarga sih, tapi juga membawa seserahan untuk lamaran.

Tasya sudah mengusap punggung Evan, Tasya juga tidak yakin lamaran Evan akan di terima. Kenal saja baru kemarin, bukan berpikiran negatif, Tasya hanya memikirkan kemungkin terburuk yang akan terjadi.

"Jadi nak Evan datang kesini untuk melamar putri saya?" Pertanyaan tegas yang keluar dari mulut Pak Burhan, abahnya Rani mebuat Evan semakin gugup.

Tasya menggigit bibirnya di balik cadar. Antara takut dan ingin tertawa melihat keringat Evan yang terus muncul. Tidak patut dicontoh memang.

Evan mengangguk. "Iya pak, saya ingin melamar Rani, putri bapak."

"Melihat keyakinan dari nak Evan membuat saya yakin menjadikan nak Evan sebagai pendamping dari putri saya." Ucap Pak Burhan.

Beliau menghela nafas pelan. "Pak Adi, Bu Dina, kami orang kampung, kami bukan orang yang berada. Keluarga kami berbeda dengan keluarga bapak. Saya memohon maaf jika nanti putri kami jauh dari apa yang kalian harapkan, itu bukan kesalahan Rani, tapi murni kesalahan kami dalam mendidik." Lanjut Pak Burhan.

Rani dan Bu Siti, ibunya Rani sudah berlinang air mata saling memeluk. Bu Dina mengusap punggung Evan menenangkan Evan yang sangat tegang.

"Tidak pak. Putra kami sudah memilih putri bapak, dan kami yakin pilihan putra kami adalah yang dia inginkan. Kami menerima kekurangan dan kelebihan dari putri bapak, sebagaimana bapak dan keluarga bapak menerima kekurangan dari putra kami." Jawab Pak Adi.

"Jadi apakah saya boleh menikahi putri bapak hari ini juga?" Tanya Evan membuat keadaan hening seketika, hanya jangkrik yang berbunyi di sore hari yang terdengar.

Pak Burhan mengusap matanya yang sedikit berair, kemudian beliau mengangguk. "Iya, saya izinkan."

Tasya tersenyum, jodoh itu unik ya? Nabi Adam dan Siti Hawa yang berpisah ratusan tahun mereka Allah pertemukan kembali. Ada orang yang menunggu ribuan hari karena diberi janji, tapi karena bukan jodoh, Allah berikan mereka kehidupan sendiri-sendiri. Ada yang berdoa semoga menjadi jodoh sehidup semati, tapi ternyata jodohnya sedang dijaga orang lain.

Di rumah bertembok kayu ini Tasya bisa melihat kebahagiaan terpancar dari wajah mereka. Banyak kerabat di rumah sederhana Rani dan keluarganya.

Perjalanan hebat dari Evan baru akan di mulai. Banyak doa dan kepercayaan dari mereka yang diberikan kepada Evan. Padahal baru beberapa jam mereka mengenal Evan, tapi setelah akad diucapkan mereka seakan sudah menganggap Evan sebagai bagian dari mereka. Oh help! Tasya terharu.

Evan menatap Tasya. Laki-laki itu langsung memeluk Tasya yang ikut berurai air mata.

"Gue udah kawin dong." Ucap Evan di tengah-tengah pelukannya bersama Tasya.

Tasya memukul Evan. "Jangan sombong bang!"

"Dek gimana kalo gue nanti enggak sayang lagi sama lo? Kaya yang pernah kita omongin itu?"

"Acha percaya abang enggak bakal gitu. Abang harus sayang lah sama istri abang! Tapi bukan berarti abang enggak sayang lagi sama Acha, sama Mama, sama Papa. Acha berdoa semoga keluarga abang jadi keluarga yang samawa." Ucap Tasya diakhiri dengan kekehan di akhir kalimatnya.

Pelukan Evan terlepas setelah penghulu menginterupsinya. "Ayo atuh neng Raninya cium tangan suaminya, suaminya cium kening neng Rani."

Acha memeluk mamanya, benar kata orang 'Patah hati seorang adik adalah ketika melihat kakak laki-lakinya sudah sah dimiliki orang lain'. Ketakutan itu memang selalu muncul di benak Tasya, tapi Tasya tidak bisa melarang Evan untuk menyayangi dan mencintai istrinya bukan?

Love You Akang Santri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang