Dengan tangan Putra yang masih menarik lengan gamis Tasya, mereka berlari tak tentu arah. Sesekali Putra melihat kebelakang dengan tatapan waspada. Sampai akhirnya mereka berhenti di sebuah pos ronda di kampung itu yang tidak jauh dari pesantren.
"Put, beneran loh ini kaki gue pengkor deh." Keluh Tasya.
Laki-laki berdecak kesal karena mendengar Tasya yang terus mengeluh. "Lagian siapa suruh lari gak pake sendal, kaya orang susah aja lo! Katanya orang kaya masa sendal goceng aja ga kebeli." Ucap Putra yang langsung di pelototi oleh Tasya.
Tasya melepaskan satu sendal yang sedari tadi dia pakai, setia banget kan? sendal satu aja masih Tasya pake gak di buang apalagi masalah pasangan.
"Oh iya put kok lo bisa di sini sih?" Tanya Tasya dengan jiwa kekepoannya yang sudah di ubun-ubun.
"Pat! put! pat! put! Ga sopan lo! Lo itu adek kelas!! gue kakak kelas lo di SMA inget itu!!" Peringat Putra sambil menjitak kepala Tasya.
Tasya mencebikkan bibirnya. "Lo lebih gak sopan maen jitak gue. Gue udah difitrahin nih dari pas bayi." Balas Tasya.
"Jadi abi gue itu tau kalo gue tauran, terus gue dikirim ke sini."
"Sumpah gak nanya." Ucap Tasya yang sudah tidak mood bertanya.
Tasya membelakangi Putra, karena masih kesal seenaknya saja menjitak kepala anak orang. Kalo otaknya pindah ke lutut gimana? Kek di film si spons kuning kotak itu.
Tidak ada suara balasan. Tasya melihat ke belakang. Matanya terbelalak, bahaya bukan? seorang gadis di tempat yang ia tidak tahu. Masih mending orang yang nyulik, kalo genderewo atau pocong kan bahaya.
"Jih Udin! Kok gue ditinggal." Teriak Tasya sambil mengejar putra.
"Dasar bocil, kondisikan mulut toa lo! Ini kampung orang!" Peringat Putra.
"Putra?" Tanya seorang wanita paruh baya sembari memastikan.
"Mati gue." Lirih Putra yang masih terdengar oleh Tasya.
Lalu wanita itu menatap Tasya lalu tersenyum ke arah Tasya "Kamu siapa nak?" Tanya wanita itu.
Tasya cengengesan gak jelas "eh... saya tante?" Tunjuk Tasya pada dirinya sendiri dan dijawab anggukan oleh wanita itu.
"Kamu anak kampung sini?" Tanya wanita itu membuat si laki-laki menyebalkan di sebelahnya menahan tawa.
"Muka lo kayak anak kampung." Bisik putra.
"Eh? Bukan tante. Saya gak ikut-ikutan kabur, tapi saya di tarik sama dia eh maksud saya Kak Putra."
Wanita itu mengangkat alisnya bingung "Kak Putra?" Yang di jawab anggukan oleh Tasya.
"Saya Andin uminya dede, panggil aja umi." Ucap Umi yang disalimi Putra, membuat Tasya juga ikut salim. Kan gak enak ya, gak sopan banget.
"Dede?" Bisik Tasya ke Putra sambil menahan tawanya. Mungkin bila tidak ada uminya Putra sekarang Tasya tengah menertawakan Tasya sambil berguling-guling di tanah.
"Saya Tasya umi, temannya kak Putra sewaktu di SMA." Jelas Tasya.
"Dede sama Tasya mau kemana? Dede kabur?" Tanya umi Andin.
"Nggak umi bener deh. Jadi ini Tasya, asmanya kambuh mau nyari apotik di sekitaran sini tapi gak ada." Ucap Putra dengan wajah pura-pura polos.
"Kebangetan emang anaknya. Make bawa-bawa nama gue." Gumam Tasya.
"Oh emang bener Tasya?" Tanya umi.
"Iyain aja dari pada lo kena, nanti mama lo marah di kawin sama om-om loh." Bisik putra disertai dengan nada ancaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You Akang Santri [Selesai]
Spiritual"WHAT!!! AKU!? DI MASUKIN KE PESANTREN? YANG BENER AJA SIH MA!" Teriak Tasya yang seketika membuat kuping berdengung. "Iya, kenapa sih emang? Lebay banget!" Jawab Mama. "Lagian Tasya! kamu itu cewek loh, kerjaannya masuk BK mulu, Kakak kamu aja yang...