14. Pulang

14.3K 1.5K 17
                                    

Tahun-tahun Tasya menjadi santri telah berakhir dua tahun yang lalu. Hari ini tepat hari Tasya untuk pulang, Tasya tidak percaya ia berhasil lulus menjadi santriwati terbaik. Menjadi gadis yang berbeda dari sebelumnya.

Setelah lulus pihak pesantren menawarkan Tasya untuk mengajar di pesantren An nur, tempat di mana Tasya mencari ilmu. Tentu Tasya tidak menolaknya, karena menjadi guru adalah profesi yang diinginkan Tasya.

Sebenarnya mamanya selalu menyuruh Tasya pulang, tetapi berat bagi Tasya meninggalkan pesantren ini. Membuat dirinya menunda-nunda untuk pulang, bukannya Tasya tidak merindukan orang-orang rumah.

Bahkan setiap libur dari pesantren seperti libur lebaran, Tasya tidak pulang ke rumah. Ia langsung dijemput orang tuanya, untuk berangkat ke rumah kakek neneknya di Padang.

Kapan lo pulang? Sepi nih di rumah! Empat tahun dek! Empat tahun!” Tanya orang di sebrang sana. Sedangkan yang ditanya hanya tersenyum. Terlihat dari matanya yang menyipit. Hanya mata? Iya, alhamdulillah Tasya mulai memakai cadar sejak pindah ke pesantren An nur.

“Dari dulu gak pulang-pulang! Sekarang malah senyum!” Tasya memang mumutuskan tidak akan pulang sebelum tugasnya selesai di pesantren An nur.

Tasya juga memutuskan untuk tidak pulang selama ia di pesantren, dari semenjak ia dipindahkan dari pesantren ar rahman.

“Bukannya seneng ya? Kan gak ada pengganggu di rumah,” ucap Tasya.

Tapi kan-“ belum selesai Evan berbicara, handphone yang dipegang Tasya menampilkan layar hitam. Handphone Tasya mati. Ini menjadi kebiasaan Tasya, handphone yang hanya berisi 3 kontak itu bahkan hanya 2 minggu sekali di cas. Tasya jarang membuka handphonenya.

“Pak di depan berhenti ya!” ucap Tasya.

Tasya ingin membuat kejutan, ia sengaja turun dari mobil yang ia pesan secara online dari aplikasi berwarna hijau, tidak terlalu jauh dari rumahnya. Tasya mulai berjalan, semuanya telah berubah, mulai dari pos satpam, taman komplek, semuanya berubah.

Dulu setiap pulang sekolah, di depan komplek pasti ada pak Udin, bapak pengayuh becak yang selalu menawari Tasya untuk naik becaknya. Sore setelah asar seperti ini, banyak anak-anak main di taman komplek. Melihat anak kecil bermain sepeda, Tasya jadi rindu masa kecilnya.

“Hai!” ucap anak kecil di hadapan Tasya. Tasya melihat ke belakang, tapi tidak ada orang. Kemudian Tasya menunjuk dirinya.

“Iya kakak, eh- tante, eh- apaan ya?” Tasya terkekeh pelan. Anak laki-laki berusia 4 tahun itu terlihat malu-malu menatap Tasya. Terlihat dari pipinya yang memerah. Lucu sekali.

“Tante juga boleh,” ucap Tasya.

“Aku enggak pernah liat tante di sini, tante kenapa wajahnya ditutup? Pasti terlalu cantik ya? Kata ayah Reno kalo ada perempuan pakai cadar berarti mukanya terlalu cantik, jadi di tutup deh.” Tasya benar-benar gemas dengan anak di hadapannya, Tasya menyejajarkan dirinya dengan anak bernama Reno itu.

“Kamu gemesin banget sih, di mana orang tua kamu?” Tanya Tasya.

“Ayah Reno kerja, bunda Reno di sana sama adek.” Ucap Reno sambil menunjuk wanita berjilbab hijau, sedang menggendong bayi.

“Rumah tante di mana?” Tanya anak tersebut. “eh Reno kepo ya tan?” lanjutnya lagi.

“Enggak kok, rumah tante di sana.” ucap Tasya sambil menunjuk rumah di ujung tidak jauh dari taman.

“Rumah om galak?” Tanya bocah itu. Membuat Tasya mengerutkan keningnya.

“Berarti kita deketan tan, aku di depan rumah tante.”

“Kakak... maennya jangan jauh-jauh... “ ucap seorang wanita menghampiri Tasya dan Reno. Tasya melihat wajah wanita yang katanya bunda dari sang anak yang memanggil.

‘Grep’ Tasya langsung memeluknya.

“Eh mba kenapa?” Ucap wanita di hadapannya terlihat kaget.

“Risma, aku kangen.”

“mba? Suaranya kayak temen gue, Lah beneran ini mah Tasya. Tasya? Ya ampun lo berubah parah sih. Kemana aja lo?” ucap Risma. Risma adalah teman baik Tasya waktu di SMA, Risma itu putri dari Pak Mamat, Risma yang sering menolong Tasya dari hukuman Pak Mamat.

“Itu anak kamu?” Tanya Tasya sambil melihat Reno.

Belum sempat menjawab tiba-tiba ada yang memiting kepala Tasya. “Bandel ya lo! Telpon gue lo matiin! Pulang enggak bilang-bilang! Bagus! Sekarang bukannya pulang malah maen di taman.” Iya siapa lagi kalau bukan Evan. Evan menarik dan menyeret Tasya sampai ke rumah.

“Maaf pak sepertinya anda salah orang! Lepas Pak! Tidak ada sopan-sopannya sama sekali ya anda.”

Evan menarik hidung Tasya. "Mau belajar boong lo! Gue ngedenger suara lo juga udah hafal!"

“Boy kita enggak main bola dulu hari ini.” ucap Evan kepada Reno.

“Nanti gue chat lo deh, nanti lagi ceritanya bye.” Ucap Risma.

***

“Mama!! Bocil pulang enggak bilang-bilang!!”

“Apaan sih Van, mama lagi masak juga teriak-teriak kayak di hutan!”

Mata Tasya berkaca-kaca, melihat ibunya dari belakang. Tidak ada yang berubah dari sang ibu.

“Mama!” Teriak Tasya berlari memeluk Dina.

“Tasya? Tasya pulang? Kok enggak bilang-bilang?” mata sang mama juga berkaca-kaca memeluk putri semata wayangnya.

"Abang juga mau dipeluk." Memeluk mama dan adiknya.

“Ini ada apa? kenapa pada peluk-pelukan.” Ucap pria dengan kaos lengkap dengan celana jeans selututnya dengan membawa ember berisi air sabun yang telah dipakai membersihkan jepri, motor kesayangan sang papa di halaman belakang.

“Adek?"

Love You Akang Santri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang