22. Rujak Yupi

10.8K 1.2K 65
                                    

Tasya keluar dari kamar Yusuf dengan perasaan yang tak menentu. Satu sisi Tasya senang Yusuf mau berusaha untuk membuka hati untuknya, tapi di sisi lain Tasya juga sedih karena masih ada rasa untuk wanita lain di hati suaminya.

Kaki Tasya menuruni tangga dengan membawa nampan dan mangkuk kosong. Suasana berkabung masih terasa auranya di rumah ini, walaupun Tasya tau mereka berusaha ikhlas.

Senyum tersungging saat Tasya melihat Dinda di bawah bersama Putra. Suara mereka mendominasi keheningan di rumah ini.

"Aku pokoknya pengen yupi bentuk love pake sambel rujak yang!"

"Mana ada sih kayak gitu, kamu mau bikin aku nyari lagi malem-malem gini?"

"Ayo lah yang, emang kamu gak kasian sama aku? Aku udah pengen banget loh."

Putra menampilkan wajah pasrahnya. Harusnya yang patut dikasihani sekarang ada Putra, bukan Dinda.

"Yusuf udah makan? Gimana keadaan dia sekarang?"

Tasya menoleh ke arah sang penanya. Beliau Ustadz Rizky yang sedang menggendong bayi kecil. Rakan, putra Ustadz Rizky dan Teh Anisa yang baru lahir seminggu yang lalu.

"Udah Pak. Kang Yusuf demam, tapi tadi udah minum obat kok."

Ustadz Rizky mengangguk. "Diantara yang lain Yusuf memang paling dekat dengan abi, dan diantara semua Yusuf lah yang paling terpukul saat kehilangan abi." Ucap Ustadz Rizky.

Setelah mengucapkan itu Ustadz Rizky pamit pergi menuju kamarnya karena bayi kecil digendongannya sudah tertidur. Tasya melanjutkan kegiatannya menyimpan nampan tadi dan segera mencucinya.

"Teh Tasya!" Panggil Dinda.

"Saya mau minta tolong boleh?" Tanyanya.

Tasya mengangguk, lagi pula dia sudah selesai mencuci peralatan makan. "Boleh, mau minta tolong apa?"

Mata Dinda berbinar seperti anak kecil yang mendapatkan gulali gratis di pasar malam.

"Tolong bikinin rujak yupi." Bukan Dinda yang berbicara, melainkan Putra.

"Tolong ya teh, tolong banget." Mohon Dinda.

Tasya mengerjit bingung. "Rujak yupi itu kayak gimana?"

"Tolong bikinin sambel rujaknya aja Tas. Maaf ya ngerepotin, abisnya gue takut anak gue ileran."

Tasya mengangguk, dia mengerti sekarang. Ternyata Dinda sedang hamil ya, dan sekarang wanita itu sedang ngidam.

"Oh yaudah, gapapa saya bikinin." Ucap Tasya berbarengan dengan keluarnya Anisa dan Rizky dari kamar.

"Kalo ngidam tuh jangan ngerepotin orang banyak! Masih di perut aja udah bikin susah. Kemaren ngidam gulali rasa bawang." Sindir Rizky.

"Apaan sih kang?! Iri banget! Gak mampu kan? Gak mampu kan? Gak mampu lah, yaudah diem." Protes Dinda.

"Gapapa saya bisa kok bikinin." Ujar Tasya.

Dibantu oleh Anisa yang menunjukkan bahan-bahan membuat sambel rujak akhirnya rujak beserta yupi nya sudah siap. Tasya menatap hasil karyanya yang aneh, apakah Tasya juga akan merasakan ngidam seperti Dinda? Tanya Tasya pada dirinya sendiri.

"Teh Anisa?" Panggil Tasya.

"Bu Aisah sama Ustazah Mia udah makan?" Tanya Tasya yang tidak melihat keberadaan Bu Aisah dan Ustazah Mia.

"Udah, umi sama Ustazah Mia udah makan, tadi saya yang bawain." Jawab Anisa.

"Kamu mending ke atas deh, suami kamu lagi sakit kan? Biar saya yang urusin bumil yang ngidam ini." Saran Anisa diangguki oleh Tasya.

Tasya memasuki kamar Yusuf, dia menghembuskan nafas lega mengetahui suaminya sudah tertidur. Tasya duduk di pinggiran kasur berukuran king size, cukup lebar untuk Tasya dan Yusuf tidur bersama. Tapi, apakah itu sopan? Sang pemilik ruangan ini sedang tidur dan Tasya belum memiliki izin untuk tidur di sini.

Tangan Tasya terulur untuk memegang dahi Yusuf, memastikan apakah demam suaminya sudah reda atau belum. Lebih baik dari pada tadi, panasnya sudah turun.

"Kamu boleh tidur di sini."

Tasya langsung menarik lengannya, terperanjat kaget karena ternyata hanya mata Yusuf yang terpejam.

"Gapapa kang, saya bisa tidur di sofa kok."

Di kamar Yusuf memang ada sofa panjang, Tasya tipe manusia yang bisa tertidur di mana saja sebenarnya. Tapi Tasya juga sedikit tidak yakin besok ia akan terbangun tanpa pegal-pegal.

"Kita sudah menjadi suami istri, lalu kenapa kamu malah ingin tidur di tempat yang terpisah?"

Batin Tasya membenarkan pertanyaan Yusuf. Tasya mengurungkan niatnya untuk tidur di sofa. Dirinya ikut merebahkan diri di samping Yusuf, suaminya yang tadinya tidur membelakanginya merubah menjadi menghadap Tasya.

Tangan laki-laki itu menyentuh cadar yang masih Tasya pakai. "Apakah kamu juga memakai cadar saat tertidur?"

'Deg'

'Harus kah aku melepas cadar ini?'





Guys aku mau nanya nih, kalian tuh nemu cerita ini di mana sih? Aku penasaran aja sih wkwk

Makasih udah mampir, makasih juga buat yang udah vote

Love You Akang Santri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang