16. Kaget

14.6K 1.5K 133
                                    

'Tok tok tok'

Matahari telah keluar dari persembunyiannya, gadis yang masih terbalut dengan mukena itu cepat-cepat menghampiri orang yang mengetuk pintu kamarnya itu.

"Ya! Tas! Woii!! Bangun!!" teriak Evan dari luar kamar Tasya.

Tasya membuka pintu kamarnya. "Abang jangan teriak-teriak bisa kan? Masih pagi bang. Kasian noh Reno." ucap Tasya.

"Lah itu bocil ada di kamar lo sih? Baru nyadar gue," ucap Evan sambil cengengesan.

Tasya melirik tajam Evan. "Abangggggg... Jangan keras-keras!"

"Kenapa Ma?" tanya anak kecil di sebelah Tasya. Ya, Reno memanggil Tasya mama. Anak itu sangat senang ketika di perbolehkan memanggil Tasya mama.

"Astagfirullah!!" ucap Evan mengusap-ngusap dadanya.

"Eh boy! Tadi masih di atas kasur, kok tiba-tiba di sini? Pake jurus apaan bisa enggak keliatan gitu ya?" lanjut Evan.

Tasya memandang Evan dengan pandangan gemas, masalahnya Reno tidur sangat larut. Lalu tadi saat Tasya salat tahajud Reno ikut terbangun dan tidak tidur lagi sampai subuh. Reno baru bisa tertidur saat Tasya selesai tadarus. Abangnya memang benar-benar tidak berkeprianakan.

Evan menepuk dahinya. "Eh tadikan gue mau ngomong penting, Tasya darurat! Kanjeng ratu nyuruh kita ke Bogor! Ke pesantren Ar-rahman. Tadi mama nelpon gue."

"Ma, gue tuh apaan sih? Reno baru denger dari dua orang yang bilang gue. Dari bunda sama om galak," Tanya Reno yang sedari tadi menatap Evan bingung.

"Gue tuh semacam kue ya ma?" tanya Reno benar-benar polos.

"Abang!!!!" Tasya sudah memperingati Evan dari semenjak Tasya pulang kerumah. Untuk mengubah kebiasaan berbicara 'Lo-Gue', terlebih lagi di depan anak-anak.

"Iya-iya, Bukan kue boy, nanti kamu tau sendiri kalo udah gede,"

"Abang anter Reno pulang ke rumahnya dulu, lo- eh kamu siap-siap cepetan." Ucap Evan yang diangguki oleh Tasya.

sesampainya di pesantren Ar rahman Tasya dan Evan keluar dari mobil. Udara pagi di sini masih sangat segar, sama seperti dulu. Bangunan pesantren juga masih sama, hanya perubahan-perubahan kecil. Sekolahnya juga tidak ada perubahan, seragam gamis syar'i nya juga masih sama.

"Teh Tasyaa!!!!!!" teriak seorang wanita memakai gamis hijau dengan khimar hitam berlari menghampiri Tasya. Wanita itu terisak, semakin lama semakin keras.

"Akhirnya teteh dateng, Dinda kira teteh enggak bakal dateng!" mata Tasya berkaca-kaca.

"Langsung ke tempatnya aja! Kata Mama udah pada nunggu." ucap Evan.

Senarnya Tasya bingung alasan mamanya meminta Tasya ke Bogor, apalagi mamanya sudah ada di sini. Entah apa yang akan terjadi di sana.

Terlihat bangunan seperti rumah di depan, tapi memang rumah sepertinya. Tasya baru melihat rumah ini, Asri dan tenang. Tasya, Dinda, dan Evan masuk ke dalam rumah itu. Di dalam sudah ada Papa, mama, Bu Aisah, Ustadz Rizky, Teh Anisa, Ustazah Mia, dan Putra. Ustadz Rizky memang sudah menikah dengan Teh Anisa. Sedangkan Putra? Entah sedang apa pria itu ada di sini.

"Assalamu'alaikum." Ucap Tasya, Dinda, dan Evan saat masuk ke rumah tersebut.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab serempak orang-orang di dalam ruangan yang langsung menoleh ke arah Tasya semua.

Tasya segera menyalami semua orang di ruangan itu, dan menangkupkan tangannya di dada saat bersalaman dengan Putra dan Ustadz Rizky. Sedangkan Dinda langsung menghampiri Putra dan duduk di sofa kosong sebelahnya. Membuat Tasya dan Evan saling berpandangan dan membelalakkan mata.

"Ini Tasya? Maasyaa Allah." Ustazah Mia langsung memeluk Tasya. Tasya tersenyum, ustazah Mia itu sudah seperti mama bagi Tasya. Tasya sangat merindukan ustazah Mia.

Semua di ruangan itu sudah duduk. Tasya mulai gelisah ketika semua mata menatapnya.

"Tasya, abi ingin menemui kamu." Ucap Ustadz Rizky.

"Ayo saya antarkan ke atas." kali ini ustazah Mia yang bicara. Tasya yang masih bingung hanya mengikuti ustazah Mia dari belakang.

'Tok tok tok'

ustazah Mia mengetuk pintu kamar berwarna coklat itu. Seorang pria terbaring lemah dengan selang ditubuhnya.

"Assalamu'alaikum." ucap ustazah Mia.

"Wa'alaikumussalam, masuk." Ucap seseorang di dalam.

"Mi? Itu Tasya? Duduk nak, Saya ingin bicara." Ucap kiai.

"Nak, Saya sudah berbicara kepada orang tua kamu, dan orang tua kamu setuju. Nak, umur saya sepertinya sudah tidak lama lagi. Saya ingin menikahkan kamu dengan putra saya."

Tasya membelalakkan matanya. Tasya beristigfar dalam hati. "Maaf kiai, bukan kah Ustadz Rizky sudah menikah?" Tanya Tasya sopan.

Walau bagaimanapun Tasya tidak ingin merusak rumah tangga orang lain, apalagi Teh Anisa sedang hamil besar. Tasya pernah melihat sinetron yang judulnya 'azab wanita penghancur rumah tangga orang lain, jasadnya terbang tidak ditemukan'. Tasya tidak mau menjadi perusak hubungan orang lain.

Yang ditanya hanya terkekeh pelan. "Bukan Rizky nak, tetapi anak dari istri pertama saya Mia andira." Ucapan kiai benar-benar membuat Tasya diam tak bisa berkata-kata.

Tasya melirik ke arah Ustazah Mia. "Tasya --"

"Assalamu'alaikum abi, maaf Yusuf telat." Ucap seseorang yang masuk memotong perkataan Tasya.

"Dia Yusuf, putra saya."

Tatapan mereka bertemu beberapa detik. 'Deg'

Love You Akang Santri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang