7. Salah Cacing

17.4K 1.7K 29
                                    

Setelah acara penyambutan selesai, tidak ada acara lagi. Sebenarnya jika hari biasa dan tidak ada acara seperti hari ini, harusnya para santri masih ada acara lain.

Tasya, Rani, dan Dinda langsung masuk ke kamar asramanya. Kamar asrama di pesantren Ar-Rahman sebenarnya bisa diisi paling maksimal empat orang. Dan baru Tasya dan Rani yang menempati kamar itu, karena paksaan Tasya, Dinda menjadi pindah kamar bersama Tasya dan Rani.

Mereka sudah di kamar sebelum jam 10.00 malam, tapi entah kenapa otak Tasya tak berhenti memikirkan makanan. Apalagi perutnya seakan-akan merengek meminta untuk diisi.

Tasya sudah membangunkan Rani tapi gadis itu malah menyuruh Tasya untuk tidur lagi. Tasya melirik Dinda, ingin membangunkan Dinda tapi Dinda sudah terlihat sangat nyenyak, pasti susah untuk dibangunkan. Jadilah Tasya keluar kamarnya sendiri, dia merutuki kebiasaannya yang suka makan tengah malam. Biasanya kalau di rumah dia akan membangunkan mamanya, Tasya jadi rindu mamanya.

Tasya menghembuskan nafasnya setelah berhasil keluar dari asrama. Padahal sudah diberi makan tiga kali dari pesantren, tapi masih saja lapar. Tasya sendiri sedikit curiga, apakah Tasya harus dirukyah? dirinya makan banyak tapi gak gemuk-gemuk atau setan di dalam dirinyalah yang memakan makanannya.

Dan sekarang sudah hampir jam dua belas malam, kemana Tasya harus mencari makanan.

'shuttt shuutttt' Tasya mendengar bisikan-bisikan halus membuat dirinya mulai merinding. Oke Tasya harus tenang, batin gadis itu menenangkan dirinya sendiri.

"Woy di sini diatas!" Suara itu kembali terdengar. Tasya mengarahkan pandangannya ke atas dia tersentak kaget.

'Astaga ngapain tu bocah ada di atas tembok pembatas.'

Ya, tepat di atas pembatas tembok yang sangat tinggi, pembatas antara asrama santriawan dan santriwati.

Tasya terbengong heran. 'gimana dia bisa di atas?'

"Heh ngapain lo malem-malem kelayapan?! berasa ini pesantren rumah lo?" Tanya cowok itu yang tak lain si Putra bad boy caper.

"Gue laper! Lo ada makanan gak?" Tasya tak tau harus cari makan ke mana lagi. Sudah kaya gembel aja gak makan bertahun-tahun.

Putra tertawa menertawakan Tasya. Bisa-bisanya gadis itu mencari makanan malam-malam begini. "Jadi gembel ya lo? Gak pake sendal sekarang minta makan."

Tasya mendengus kesal. "Ada gak makanannya?" Tanya Tasya.

"Cemilin aja obat yang umi gue kasih! Lumayan kan!" Kata Putra sedikit berteriak.

Tasya celingak-celinguk memperhatikan sekitarnya. "Yakali gue makanin obat, overdosis gue. Jangan keras-keras ngomongnya! Nanti ada yang denger." Peringat Tasya.

Putra terkekeh. "Ternyata gini ya rasanya jadi anak pesantren yang suka ketemuan diem-diem. Kaya pasangan yang ketakutan keciduk. Kaya lo."

Tasya memutarkan matanya. "Demi abang gue yang suka nonton upin ipin sama Pak Mamat yang ganteng melebihi lo! Gue laper!! Lo gak liat apa? Gue udah lemas terkulai tak berday--"

Putra melemparkan dua roti dan beberapa snack memotong perkataan Tasya yang belum selesai. Entahlah dari mana laki-laki itu mendapatkan makanan ini, Tasya tak peduli yang terpenting cacing di perutnya akan segera ia beri makan. Kasian kan kalo cacing-cacing lapar, nanti kalo makanin lambung Tasya kan bahaya.

"Thanks ka Putra yang ganteng, makasihhhh gue duluan bye. Hati-hati kata Dinda temen gue di situ angker, suka ada yang ketawa. Hilih malah gue yang merinding. Duluan yee..."

"Anggap aja itu permintaan maaf gue." Jawab Putra.

Tasya yang mendengar langsung menggeleng. "Enggak-enggak. Anggap aja ini buat nyumbang ke gue. Lain kali aja minta maafnya." Balas Tasya yang kemudian meninggalkan Putra dalam keheningan malam.

Putra menggelengkan kepalanya menatap aneh Tasya 'ada ya orang kek gitu? Anak cewek makan banyak. harus di rukyah pake obat cacing tuh bocah.'

'Tapi Lucu.'





Terima kasih sudah baca, sayang readers♡

Love You Akang Santri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang