Sebelum baca, aku tanya dong, kalian tau cerita ini dari mana?!
Oh iya, aku mau bilang kalau nggak usah terlalu naruh harapan tinggi sama cerita ini karena aku sama sekali enggak mikirin alurnya sejak awal, aku akan nulis apa yang ada di otak aku aja hehe
Cerita ini sengaja aku bikin ringan karena pada saat nulisnya aku udah mulai sibuk kuliah lagi. Aku juga akan mulai nyusun skripsi. Intinya, biar aku nggak terlalu pusing gitu mikir harus bikin kerangka kayak apa dan kayak gimananya✌🏻
The last, aku pastikan cerita ini berakhir bahagia. Karena aku udah mempermudah diri aku sendiri untuk nulis tanpa mikirin alur sejak awal, jadi aku juga akan kasih hadiah untuk pembacaku dengan ending cerita yang bahagia. So, enjoy the story!
***
Palembang, 2009.
"Sha, ikut Bunda ke sebelah nggak?"
Seorang gadis mungil yang sedari tadi bermalas-malasan di sofa ruang keluarga rumahnya kini mendongak ketika mendapati bundanya sudah berdiri di hadapannya. "Sha ngantuk, Bun," ujarnya kemudian.
Edrea—sang bunda melengos sembari bergumam, "Padahal katanya mau teman, tetangga baru, kan, ada anak cowok seumuran dia."
"EH?! Bunda! Sha ikut!" Gadis itu berteriak ketika kakinya sudah berlari menyusul Edrea menuju rumah sebelah. Sangkin ingin cepat menyusul, ia sampai tidak sadar kalau mengenakan sandal jepit bermerk swallow dengan warna yang berbeda.
Sandal itu milik kedua asisten rumah tangganya.
Setelah berhasil menyusul Edrea ke rumah sebelah, gadis berusia sembilan tahun itu mengetuk pintu lebih dulu.
"Giliran tau ada cowok aja langsung gesit." Edrea menggelengkan kepala melihat kelakuan putrinya.
"Sha itu nggak punya teman di rumah, Bun," kata gadis mungil tersebut. "Jadi, siapa tau tetangga baru kita nanti bisa jadi teman sekaligus kakak Sha."
"Lagian setiap Sha minta adik nggak pernah diturutin sama ayah dan bunda," lanjutnya dengan kedua tangan bersekedap.
Baru saja ingin mengomeli anaknya, pintu rumah yang tadi diketuk kini dibuka lebar.
Seorang wanita paruh baya menyambut dengan senyum yang mengembang sempurna. Usianya mungkin hampir sama dengan Edrea.
"Hallo, saya Edrea. Kita tetangga." Edrea menunjuk rumah sebelah, rumah mereka sendiri. "Itu rumah kami di sebelah."
"Wah, tadinya saya mampir ke rumahmu untuk berkenalan, tapi belum sempat karena masih harus beres-beres dulu."
"Nama saya Ayana, saya ibu tunggal karena suami saya baru saja meninggal dunia," lanjutnya dengan senyum yang tidak pudar.
Edrea memasang raut wajah sedih. "Turut berduka cita. Mulai sekarang, anggap saja saya keluarga kamu juga."
"It's okay, Edrea. Terima kasih." Mata Ayana beralih pada gadis yang tingginya sepinggang Edrea. Kemudian, ia mengusap kepala gadis tersebut. "Si cantik ini siapa?"
"Prisha, Tante," jawabnya. "Prisha boleh masuk? Ada kakak di sini, ya?"
Ingin protes, namun Ayana malah semakin tersenyum mendengar penuturan putrinya. Akhirnya, Edrea hanya menghela napas pelan.
"Boleh, masuk gih. Anak Tante ada di ruang keluarga ya, Prisha."
Mendengar itu, Prisha langsung berlari masuk ke dalam rumah. Tentu ia hapal dimana letak ruang keluarga karena bentuk rumah di komplek itu sama.
Sesampainya di ruang keluarga, Prisha mendapati seorang anak lelaki yang duduk di sofa sambil tertawa bersama bayi yang terbaring di sebelahnya.
"Hai!" sapa Prisha ceria.
Lelaki itu menatap Prisha bingung. Ya, lagipula siapa yang tidak bingung mendapati orang asing sudah ada di dalam rumahnya?
"Aku Prisha Prameswari, tetangga sebelah. Kamu anak Tante Ayana, 'kan?"
Prisha mendekati sofa, kemudian duduk di sisi kiri bayi yang kosong. Sedangkan anak lelaki yang tadi ditegurnya ada di sisi kanan.
"Nama dia siapa?" tanya Prisha sambil melirik bayi menggemaskan yang terbaring di sofa.
"Gilang."
"Adik kamu?"
"Ya."
"Kalau nama kamu siapa?"
"Galih Lesmana."
"Salam kenal, Galih. Sha senang akhirnya punya teman di komplek ini," ungkapnya dengan senyum lebar. "Soalnya Sha kecil sendiri di sini, anak om dan tante tetangga lain udah pada SMA. Bahkan, ada yang udah kuliah."
Galih tidak menjawab. Dia hanya mendengarkan celotehan gadis yang ada di hadapannya. Sampai kemudian Prisha bertanya, "Kita seumuran, ya?"
"Enggak. Kemarin, pas pindah, pak RT bilang kalau anak tetangga sebelah lebih muda dariku satu tahun. Orang itu kamu, 'kan?"
"Oh!" Prisha berseru. "Iya, cuma Sha yang hampir seumuran sama kamu. Berarti Sha harus panggil kamu Kak Galih."
Galih tidak terlalu peduli soal panggilan. Dia mengedikkan bahu acuh, membiarkan Prisha memanggilnya senyaman yang ia ingin saja.
"Ngomong-ngomong, Kak Galih ganteng!"
"Aku tau, bunda sering bilang."
"Apalagi rambutnya berdiri. Kok bisa gitu, sih?"
Mendengar pertanyaan dari Prisha, Galih refleks mengusap rambut hitamnya. "Pakai pomade."
Prisha mengangguk saja, kemudian nyengir. "Kak Galih sekarang jadi kakak Sha, ya! Nanti pas kita gede jadi suami Sha!"
***
Sampai ketemu di bagian selanjutnya dari kisah gemesin Galih dan Prisha!

KAMU SEDANG MEMBACA
First Love (Tamat)
ChickLitCinta pertama memang akan selalu membekas. Entah kenangan baik atau buruknya. -Galih Lesmana 📌 Cerita Pilihan Editor Wattpad HQ Bulan Oktober 2024 #1 in Acak 12-02-2023 #1 in Bocil 15-02-2023 #1 in Cintapertama 03-02-2022 #1 in Complete 20-08-2022 ...