First Love | BAB 22

21K 1.7K 48
                                    

Baru kemarin Galih dan Prisha sama-sama merasa lega sekaligus senang karena sudah mendapatkan titik terang untuk hubungan mereka, namun hari ini tiba-tiba mereka dihantam oleh batu besar.

Galih baru selesai mandi sore saat ponselnya tidak berhenti berbunyi sejak ia masih di dalam kamar mandi tadi. Maka, akhirnya dia mengambil ponsel itu di atas nakas dan mengangkat panggilan yang ternyata dari Harun.

"Kenapa, Mas?" tanya Galih to the point.

"Lo sama Prisha jadi trending topic, Gal!" ujar Harun menggebu-gebu. "Bukan cuma di kampus, tapi seluruh Indonesia."

Mendengar itu, Galih berdecak. "Pasti gara-gara gue lunch sama dia kemarin," tebaknya. "Tolong urusin kayak biasanya, Mas."

Karena merasakan keterdiaman Harun, Galih akhirnya memanggil, "Mas?"

"Gal, kayaknya kali ini nggak bisa semudah itu. Ini lebih rumit daripada biasanya."

"Apanya yang lebih rumit?" Galih mengambil duduk di bibir kasur dengan tangan yang tetap menahan ponselnya di sebelah telinga.

Terdengar helaan napas kasar dari Harun di seberang sana, membuat Galih yakin kalau apa yang dikatakan oleh manajernya itu benar. Kali ini pasti lebih rumit daripada biasanya.

"Lo belum lihat sosial media sama sekali, Gal?"

Galih diam. Namun, Harun mengerti kalau maksud lelaki itu adalah benar.

"Semua sosial media lo dan Prisha udah diserang netizen. Parahnya ... sosial media orang tua Prisha juga kena. Ini karena pernyataan dari Kiara yang membenarkan kalau kalian masih pacaran, terus Prisha adalah orang ketiga diantara kalian."

Setelah menjeda ucapannya beberapa detik, Harun melanjutkan, "Gue nggak tau kenapa tiba-tiba banyak foto lo lagi sama Prisha kesebar di sosial media padahal selama ini gue yakin kalau kalian aman setiap ada gue. Tapi ... gue minta maaf, Gal, ternyata kerjaan gue nggak becus."

"Bukan salah lo, Mas. Lo udah berusaha, lagipula gue memang public figure, wajar kalau mereka sepenasaran itu sama hidup gue."

"Gue cuma nggak nyangka aja bakal begini jadinya," lanjut Galih pelan.

"Soal foto lo dan Prisha ... gue rasa kalian diikuti sama seseorang. Mustahil soalnya kalau cuma netizen iseng tapi dapat foto kalian di depan pintu apartment atau pas lagi mau masuk ke dalam."

Mendengar itu, kepala Galih pusing bukan main. Dia memijat pelipisnya karena tidak tahu harus melakukan apa untuk sekarang ini.

Namun, setelah dipikir-pikir, sepertinya Galih tahu harus menemui siapa. Pasti, tebakannya sembilan puluh persen akurat tentang siapa dalang di balik semua ini.

***

"Kiara mana?"

Asisten Kiara menatap Galih dengan raut takut-takut karena memang lelaki itu sedang emosi bukan main. Dia tidak suka cara Kiara memperingatinya. Setidaknya, tidak dengan membawa-bawa Prisha.

Galih tidak tahu kabar Prisha sekarang karena ia tadi sudah tidak bisa berpikir jernih selain langsung menemui Kiara di lokasi syutingnya karena dugaan lelaki itu mengarah padanya.

Tapi, kalau terjadi apa-apa dengan Prisha, Galih tidak akan memaafkan siapapun itu yang terlibat. Dia tahu serangan netizen Indonesia ini seganas apa. Dan, ia juga tahu kalau Prisha adalah gadis yang tidak pernah bisa diperlakukan buruk.

Prisha itu lemah.

Galih benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan gadis itu sekarang.

"Ngapain kamu cari aku?"

Rupanya Kiara datang dengan sendirinya, tanpa perlu Galih mengamuk di lokasi syuting gadis itu.

"Kita harus bicara," ujar Galih kemudian.

"Oh, memang itu yang aku mau dari kemarin-kemarin, Gal." Kiara menyeringai. Setelah itu, ia memberi kode pada asistennya untuk membawa semua orang yang ada di dalam ruang make up tersebut keluar.

Saat ruangan itu sudah tidak ada orang lain selain mereka berdua yang kini berdiri berhadapan, Galih membuka suara lagi, "Maksud kamu apa?"

Kiara bersedekap. "Wow, to the point banget, ya," katanya dengan nada santai, membuat Galih semakin marah. Namun, lelaki itu ingat kalau yang ada di hadapannya ini adalah perempuan.

"Kenapa lo harus bawa-bawa Prisha?!"

Bicara Galih meninggi hingga beberapa oktaf. Dia tidak bisa bicara dengan lembut lagi. Untungnya ruangan itu kedap suara, sehingga tidak akan bisa didengar oleh orang-orang di luar yang masih sibuk mengurusi lokasi syuting.

"Lo?" tanya Kiara sambil menggeleng tidak percaya.

Melihat reaksi Kiara, Galih menghela napas pelan. Dua tahun ia memiliki hubungan dengan Kiara—meski tidak normal—namun lelaki itu hapal betul bagaimana karakternya. Kiara tidak bisa diajak berbicara dengan kepala panas karena gadis tersebut akan semakin melawan.

"Ki, kita bisa bicara baik-baik, oke? Kamu boleh ngelakuin apapun sama aku, bahkan sampai rusak karir aku, tapi jangan Prisha. Dia nggak tau apa-apa." Galih kembali melembut.

Kiara terkekeh sinis. "Aku udah coba bicara baik-baik ya, Galih. Tapi, apa? Kamu yang selalu menghindar, kan?!" sentaknya, "Kamu selalu sibuk ngurusin cewek manja itu! Hell! Dia bukan siapa-siapa kamu, Galih!"

Kiara tidak sudi menyebut nama Prisha, sungguh. Meskipun ia tahu kalau Galih yang salah di sini.

"Kamu itu lucu. Dulu, kamu yang menawarkan sebuah hubungan. Kamu bilang, kita bisa lanjut kalau aku beneran jadi suka kamu. Tapi, kenyataannya sekarang kamu bikin aku kayak cewek murahan yang mau dibuang gitu aja."

"Kalau kamu mau putus, seharusnya bilang! Bukannya malah ngindar sana-sini."

"Damn, Galih, aku ini artis papan atas! Aku nggak akan ngemis-ngemis minta balik kalau kamu emang mau putusin aku, tapi nggak dengan cara ngindar!"

"Kamu tau? Semua yang terjadi sama cewek itu adalah kesalahan kamu. Kamu yang nggak tegas. Kamu yang pengecut karena nggak berani bilang suka sama dia dari dulu." Kiara langsung melanjutkan ucapannya lagi ketika melihat Galih hendak membuka suara, "Iya, aku tau semuanya. Kamu itu terlalu mudah dibaca."

Galih menyugar rambutnya ke belakang, lantas bertanya pada Kiara, "Semua foto itu ... kamu juga yang suruh orang ngikutin aku dan Prisha, 'kan?"

"Iya."

"Kamu kenal aku. Aku bisa lebih jahat dari orang yang jahatin aku, yaitu kamu," imbuh Kiara.

"Oke," ucap Galih. "Silakan kasih aku pelajaran, tapi tolong jangan sangkut pautkan Prisha. Tolong kasih klarifikasi ke semua fans kamu kalau Prisha bukan orang ketiga diantara kita. Bilang, dia tetanggaku di Palembang dulu."

Mendengar permintaan Galih, Kiara menunduk sambil terkekeh sinis sekali lagi.

Kemudian, ia kembali menatap Galih dengan raut datarnya. "Selesaikan apa yang kamu mulai sendiri."

"Kita lihat, setelah diserbu sama fans aku, apa cewek manja itu bisa bertahan di sebelah kamu?" tanya Kiara menantang.

"Ki, please."

"No, Galih. Kamu harus tanggung jawab sama semua yang udah kamu lakukan ke aku. Semuanya jadi pelajaran buat kamu. Dan, anggap aja kejadian ini adalah hadiah putus dari aku."

"Galih, aku mau kita putus."

***

Kira-kira Sha lagi ngapain, nih? Nangis kali, ya?

First Love (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang