23. Manis Manja

13.1K 983 4
                                    

Memasuki rumah melalui pintu utama, Wahid mendapati sang ibu mertua tengah membereskan meja ruang tamu.

"Assalamu'alaikum, Ummi." Salam Wahid, lalu menyalimi tangan wanita usia 48 tahun itu.

"Wa'alaikumussalam. Sudah pulang, Nak." Jawab Ummi Jihan, sembari tersenyum menyambut uluran tangan menantunya.

"Sudah, Um. Barusan ada tamu, ya? Banyak gelas bekas minum gitu." Tanya Wahid, tampak heran. Tidak biasanya ada tamu yang berkunjung ke rumahnya. Apalagi ketika dirinya tidak ada di rumah. Maklum saja, sebelum menikah kan, tidak ada yang bertamu kecuali beberapa temannya. Itu pun hanya singgah sebentar.

"Iya, tadi ibu-ibu kompleks mau jenguk istrimu. Ibu Ayu yang ngajak. Katanya dengar berita kalau Jia hamil karena kamu cerita sama Pak Wahyu, suami Bu Ayu."

"Oh, itu. Ya, tadi memang waktu habis sholat subuh, kebetulan papasan dengan Pak Wahyu. Ngobrol sebentar, trus beliau nanya apa istri saya sudah isi. Saya jawab saja sudah."

"Baik ya, ibu-ibu kompleks sini. Ummi kira pada nggak peduli sama tetangga sekitar. Maklum loh, rumahnya gede-gede. Rata-rata orang sibuk. Biasanya kan, gitu."

"Alhamdulillah, Um. Saya kan, hampir lima tahun tinggal di sini. Warganya memang ramah-ramah. Sebagian besar memiliki pekerjaan yang cukup sibuk, tapi tetap bisa meluangkan waktu untuk sholat jamaah di masjid. Di situlah biasanya untuk dijadikan ajang silaturahmi."

"Owalah, pantas saja. Alhamdulillah kalau begitu. Ummi sempat khawatir loh, Jia nggak punya teman di sini. Tapi ternyata lumayan juga, walau rata-rata usianya sudah sepuh. Hehehe." Ummi terkekeh mendengar ucapannya sendiri. Sedangkan Wahid hanya tersenyum.

"Oh ya, Jia di mana, Um? Sudah pulang, belum?" Tanya Wahid, tiba-tiba teringat istrinya.

"Sudah pulang, baru sekitar 30 menit yang lalu. Ummi suruh langsung istirahat, kasian kayaknya kecapekan."

"Ya sudah Um, Wahid tinggal ke kamar, ya. Tidak apa-apa?"

"Kamu ini, kayak sama siapa aja. Silakan, Ummi paham kok, kamu juga pasti capek kan, habis dari kampus. Sekalian juga dicek, istrimu."

"Siap, Um. Wahid permisi dulu."

"Hmmm..."

Di kamar, Wahid mendapati Jia sedang berbaring di ranjang. Gadis itu sudah mengganti pakaiannya menjadi piyama celana panjang. Berbaring miring ke samping kanan sambil memeluk guling.

Dengan ragu, Wahid mencoba untuk mendekat. Semoga saja, istrinya tidak mengeluh mual. Demi apapun ia rindu ketika sang istri bersikap manja padanya. Ingin sekali ia peluk untuk menyalurkan rasa nyaman pada gadis belianya yang bukan gadis lagi itu.

Pria itu duduk di pinggiran ranjang, tepat di belakang istrinya. Lalu dengan perlahan mengelus kepala perempuan itu.

"Sayang, jangan tidur. Udah sore, ini." Seru pria itu.

Seketika ada pergerakan dari Jia. Gadis itu berbalik, lalu mendapati suaminya tengah tersenyum padanya.

"Mas, kapan sampainya?" Tanya Jia dengan suara lemah.

"Sekitar 10 menit yang lalu. Tadi ngobrol dulu sebentar sama Ummi di ruang tamu. Kenapa? Mual? Pusing?"

Jia menggeleng, namun tiba-tiba menarik tangan suaminya agar pria itu lebih dekat.

"Mau dipeluk sama Mas." Pinta Jia terdengar manja.

"Eh, emangnya nggak mual lagi, dekat-dekat Mas?"

Jia menggeleng tanpa suara.

"Mas mau mandi dulu, ya. Sekalian mau ganti baju juga."

"Mau peluk sekarang." Rengek Jia.

"Mas baru dari luar loh, mana hampir seharian. Habis keringetan juga. Bau asem." Jelas Wahid, mencoba membujuk Jia yang sepertinya mulai dalam mode manja.

Jia mengangguk, dengan ekpsresi cemberut. Bukannya terenyuh, Wahid malah terkekeh melihat tingkah istrinya yang menggemaskan itu.

"Kamu tunggu sebentar ya, Mas nggak akan lama, kok."

"Hmmm."

Usai mandi dan mengganti baju dengan setelah kaos plus celana pendek, Wahid pun ikut berbaring di samping jia. Dan ternyata gadis itu memang tidak lagi mual ketika dalam posisi sedekat itu dengannya. Justru Jia yang sekarang malah tampak senang sekali ndusel-ndusel di tubuh sang suami.

"Mas wangi. Pakai sabun apa tadi pas mandi?" Tanya Jia dengan kedua bola mata berbinar indah. Hal itu membuat Wahid sempat terpesona. Istrinya ini kadang suka bikin dia speechless.

"Masih sama kok, kayak biasanya." Jawab Wahid jujur.

"Masa sih? Tapi kok lebih wangi dari biasanya?"

"Nggak tau. Mungkin karena kemarin-kemarin kamu nggak mau dekat-dekat Mas. Ngeluhnya mual trus. Tapi sekarang malah gelendotan begini. Manis loh kamu, kalau manja gini." Balas Wahid, dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.

"Apa sih? Emang gini kan, biasanya. Cuman beberapa hari ini aja yang agak mual kalau dekat-dekat sama Mas. Malam ini tidur bareng ya, hubby?"

"As your wish, wify." Jawab Wahid girang.

Tbc...

Minta vote dan comment ya, guys. Tolong dikoreksi kalau ada kata yg typo. Oke? 👌

Istrinya Guru Besar (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang