Seperti kepergok sedang berselingkuh, padahal sama sekali bukan. Jantung Wahid berdegup kencang ketika tangannya tiba-tiba ditarik gadis yang diketahuinya adalah anak dari tetangganya, Pak Wahyu. Ekspresinya pias, bahkan wajahnya tampak pucat.
Demi Tuhan, lebih baik baginya ditusuk pasak di kepala daripada menyentuh wanita bukan mahramnya. Parahnya lagi, disaksikan oleh sang istri dari teras rumah mereka. Plus ketiga teman perempuan itu.
Habis kamu, Wahid. Batinnya menegur keras.
"Om, ayo. Aku lagi buru-buru. Nanti telat." Ucap gadis itu, kembali memaksa Wahid untuk ikut masuk ke dalam.
"Tangannya bisa dikondisikan?" Seru Wahid, menegur secara halus. Entah memang baru sadar atau pura-pura saja, gadis itu seketika melepas cekalannya dari pergelangan tangan pria dewasa itu.
"Eh, sorry Om. Tadi refleks aja. Aku udah nggak sabar lagi soalnya. Yuk, ikut aku. Mobilnya masih di dalam garasi. Belum bisa dikeluarin, karena nggak mau nyala." Tandas gadis itu tampak serius.
"Memangnya ayah atau kakakmu tidak ada di rumah? Kenapa tidak minta tolong pada mereka saja?"
"Ih, Om ini gimana sih? Kalau Papa sama Abang ada di rumah, mana mungkin aku minta tolong sama Om? Mereka tuh lagi nggak ada di rumah, pergi ke tempat saudara Mama di Bandung. Katanya baru pulang besok."
Jadi, artinya gadis ini hanya sendirian di rumah? Atau mungkin berdua dengan ART. Tapi dia mau ke mana di waktu sesore ini? Bahkan dengan pakaian terbuka seperti itu. Meskipun Wahid sadar itu bukan urusannya, setidaknya dia berkewajiban untuk menegur gadis itu agar tidak pergi. Jakarta keras, cuy.
"Saya tidak tahu kamu akan pergi ke mana dengan pakaian seperti itu. Tapi saya sarankan, lebih baik kamu tetap berada di rumah saja. Orang tuamu mungkin sedang khawatir karena meninggalkan kamu sendirian. Dan sebaiknya kamu gunakan kepercayaan mereka itu dengan benar."
"Astaga, Om. Kalau nggak mau nolong ya udah, nggak usah sok menasehati. Aku tau kok, apa yang aku lakuin ini. Lagian, Om itu kayak nggak pernah muda aja. Sesekali hidup itu dibawa have fun, Om. Biar nggak suntuk."
Sebelum Wahid menyahut lagi, tiba-tiba ada suara seseorang menginterupsi.
"Hmmm."
"Jia...." Seru Wahid tampak was-was.
"Ada masalah apa ini? Berisik tau, suaranya kedengeran sampai ke rumah sebelah. Nggak enak loh, kedengeran sama tetangga yang lain. " Jia sudah berdiri di samping Wahid. "Sorry, tadi aku sempet denger percakapan kalian. Jadi, apa yang bisa dibantu, Sa?" Tanya Jia pada Rosa, yang terlihat menampakkan raut yang...... tak suka? Wow! Tenang, adalah sikap yang harus Jia tampakkan. Ia tidak boleh terpancing, hingga membuatnya bertindak berlebihan.
"Mobilnya tidak bisa dinyalakan, katanya." Jawab Wahid. "Tapi Mas belum sempat periksa."
"Aku nanya ke Rosa, Mas. Bukan kamu." Balas Jia tajam. "Ya udah, sini coba aku cek."
Jia berjalan ke arah garasi mobil yang pintunya sudah terbuka lebar itu. Lalu memeriksa mobil yang katanya mogok tadi. Ah, Jia tahu masalahnya. Orang bodoh mana yang percaya kalau mobil baru bisa mogok kayak mobil rongsokan? Diam-diam Jia tersenyum miring mendapati hal itu.
"Remot mobilnya mana, Sa?" Tanya Jia, berhasil mengagetkan Rosa. Gadis itu tampak gelabakan ditanyai soal remot mobil. Alias kunci mobil versi digital.
"Itu, di tas aku. Di atas meja itu." Tunjuk Rosa pada tas selempang yang ia taruh di atas meja teras. Ah pantas saja. Jaraknya sangat jauh dari standar yang seharusnya. Pantas tidak terhubung. Tentu saja mesinnya tidak bisa menyala. Astaga! Rosa ini bodoh atau apa sih?
"Mobil keluaran terbaru, otomatis mesin juga masih baru. Rasanya tidak mungkin secepat itu rusak dan tidak bisa menyala. Kecuali remot dalam mode off atau berada pada jarak yang jauh dari standar jangkauan kemampuannya, atau justru karena kehabisan bahan bakar. Lain kali dicek lebih teliti lagi ya, dek." Tandas Jia, sembari mengembalikan remot mobil tersebut pada pemiliknya.
Dan bisa Jia lihat sendiri, raut wajah gadis itu yang tampak pias. Gesturnya pun tampak kentara sekali sedang salah tingkah.
"Ooo....oh begitu ya. Aku kurang tau soal itu. Aku kira masih bisa walau jaraknya sejauh itu. Ma...makasih Mbak Jia. Ya udah kalau gitu, aku mau berangkat dulu. Udah telat banget ini."
Jia mengangguk dan mempersilakan Rosa untuk segera pergi. Sedang dirinya lebih memilih berbalik menuju rumahnya dan suaminya. Sementara itu, Wahid mengekor di belakang, dengan ekspresi yang masih tampak linglung.
Entah bingung karena tingkah konyol Rosa barusan, atau bingung bagaimana harus bersikap di depan istrinya. Jujur saja dia masih khawatir, kalau perempuan hamil itu marah padanya. Buktinya saja, Jia tak menegurnya lagi sepanjang mereka menuju rumah.
Tbc....
Hahahahahahahahahah
Kasih pendapat dong, teoriku masuk akal nggak sih, soal remot mobil? Aslinya aku belum pernah mengoperasikan mobil. Tapi jujur sempet browsing dengan tempo yang cukup singkat. Nanya sama mbah google. Ternyata teknologi sekarang berkembang dengan cukup baik. Bahkan sangat pesat.Aku cuma menggambarkan pengalamanku soal remot untuk mengoperasikan motor honda scoopy keluaran 2020. Mungkin ada juga mobil yang punya kecanggihan mirip seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istrinya Guru Besar (Telah Terbit)
Romanzi rosa / ChickLitPenerbitan secara offline. Nggak ada di playstore atau platform lainnya. Cerita sudah tidak utuh. Beberapa bagian telah dihapus demi kepentingan penerbitan. ~~~~~ Menikah di usia muda memang tidak terpikirkan olehnya. Jia menjadi seorang istri dari...