36. Tendangan Dari Langit

10.4K 788 14
                                    

Selamat datang, silakan nikmati sajian yang kami sediakan. Semoga menghibur.🙂

◇◇◇

Setelah semalam sempat pulang dan beristirahat di rumah, Wahid pun kembali ke rumah sakit di waktu pagi-pagi buta, demi untuk melihat sendiri bahwa Jia sudah siuman. Selain itu pula, berhubung ini hari Senin, dirinya terpaksa meninggalkan istrinya sementara untuk beberapa jam ke depan. Untungnya ibu mertuanya tidak keberatan menemani sang istri. Sebab beliau pun tak memiliki kegiatan lain.

"Mas pengin ambil cuti, tapi tidak bisa mendadak. Apa lagi jadwal Mas hari ini sangat padat. Tidak enak juga kalau dilimpahkan pada yang lain. Mereka juga punya jobdesc masing-masing. Kamu tidak masalah, kalau Mas tinggal?"

"Aku nggak apa-apa kok, Mas. Kan masih ada Ummi. Nanti kalau Abati selesai kerja, juga bakal balik ke sini. Mas fokus kerja aja dulu. Aku nggak masalah kok. Lagian, Mama kan rencananya mau ke sini. Nanti sekitar jam 10-an." Jawab Jia lalu tersenyum menenangkan.

Diraihnya tangan kanan suaminya itu, lalu diletakkannnya di atas perutnya yang sudah cukup besar untuk ukuran usia kehamilan menjelang lima bulan. Mungkin sekitar seminggu lagi.

"Dek, kasih Ayah semangat dong. Ayah mau pergi kerja dulu katanya. Kamu jangan rewel ya, selama ditinggal sama Ayah." Monolog Jia. Seakan-akan ia tengah berbicara dengan bayinya. Kemudian tanpa diminta, Wahid pun dengan sayang mengelus permukaan perut perempuan itu.

Meskipun ini bukan yang pertama kalinya Wahid melakukannya, tetap saja rasanya ada perasaan yang membuncah di hatinya ketika melihat kenyataan bahwa di dalam rahim sang istri ada sosok makhluk kecil yang selalu ia idamkan sejak awal pernikahan mereka.

Ya, itu miliknya. Hasil jerih payah mereka berdua dalam beberapa kesempatan. Tidak sia-sia, Wahid menanam sahamnya sejak malam pertama mereka. Itu pula tak terlepas dari kesediaan Jia untuk memberikan hak sang suami. Padahal mereka tak pernah dekat sebelum menikah. Tapi, Jia seakan tak ada rasa sungkannya, malah menawarkan diri. Benar-benar gadis ajaib. (Kira-kira ada yang berani nggak, nawarin diri lebih dulu waktu malam pertama ke suami? Autor aja kayaknya nggak sanggup. Wkwkwkwk)

"Adek baik-baik ya, sama Bunda. Ayah nggak akan lama kok, kerjanya. Sore pasti pulang. Dan Ayah bakal langsung ke sini untuk menemui kalian." Timpal Wahid lembut.

Tanpa diduga, seakan mengerti dengan ucapan kedua orang tuanya, si jabang bayi memberi respon berupa tendangan yang cukup kuat. Cukup pula membuat keduanya tercengang luar biasa. Jia yang begitu terharu pun tiba-tiba menangis bahagia.

Tak disangkanya keajaiban tampak jelas di depan mata mereka. Padahal jika dipikir kembali, baru kemarin sang janin hampir saja gugur. Bisa dipastikan keadaannya begitu lemah. Tapi saat ini, seakan membuktikan bahwa ia baik-baik saja.

"Mas, adek nendangnya kuat banget. Huaaa...." Jia menangis histeris saking senangnya.

"Kok malah nangis? Jangan gitu dong Sayang. Nanti adek ikutan sedih. Nanti dikiranya Ayah nyakitin Bunda." Protes Wahid, kemudian dipeluknya Sang istri.

Jihan dan Faqih yang masih berada di ruangan itu sejak awal percakapan mereka dibuat takjub. Bisa-bisanya pasangan paruh baya itu memiliki putri yang sifatnya sehiperbola Jia.

Begitu pun Wahid yang tak habis pikir, istri mungilnya ini mudah sekali tersentuh hatinya. Tak heran bisa sampai menangis tersedu sedan. Padahal itu adalah tangis bahagia.

"A-aku lagi se-neng Mas. Bersyukur ba-banget karena kita ma-masih dikasih kesempatan untuk ber-bersamanya." Sanggah Jia tersendat-sendat.

Usai drama menangis haru itu, Wahid pamit untuk segera berangkat ke kampus. Bersamaan dengan sang ayah mertua yang juga akan berangkat kerja. Tepat pukul 8 pagi, Wahid harus menjalankan tugasnya sebagai seorang dosen pengajar. Bisa dipastikan jadwal pria itu sangat padat hari ini. Selain mengajar sampai waktu sekitar pukul 12 siang, setelah istirahat ia menuju ke aula utama kantor rektorat untuk menghadiri rapat bagi para dekan dan kaprodi universitas. Rapat mungkin akan berlangsung hingga 3 jam atau mungkin bisa lebih. Jika sempat, setelahnya ia akan mengunjungi salah satu cabang restoran.

Istrinya Guru Besar (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang