"Mas tau itu anak siapa?" Tanya Jia tajam, sambil bersedekap di depan dada. Posisinya saat ini berdiri di hadapan suaminya yang duduk di tepi ranjang. Pria itu tidak menunduk, hanya saja merasa sedikit terintimidasi ketika melihat tatapan sang istri. Suami takut istri ini, judulnya.
Tadi, setelah acara selesai, dan semua anggota keluarga sudah pulang ke rumah masing-masing, Jia langsung mengajak Wahid untuk ke kamar mereka. Wahid yang sudah paham situasi pun tak berani menolak. Toh, masalah ini harus segera dibicarakan, agar tidak terjadi kesalah pahaman.
"Putra dari Fridha." Jawab Wahid yakin.
"Mas ngerti, apa maksud dari kalimatnya itu?" Tanya Jia lagi, mengacu pada isi pesan dari seseorang yang tidak dikenal barusan.
"Jujur saja Mas kurang paham, Sayang. Entah kenapa kalimatnya itu terkesan seperti Mas yang telah menelantarkan seorang anak. Yang mungkin di sana hidupnya serba kekurangan. Sedangkan di sini, Mas memiliki segalanya. Kamu, calon anak kita, jabatan, juga harta. Padahal yang Mas tahu, Fridha sudah menikah dengan seorang pria yang mau menerima dia dan anaknya. Seharusnya tidak akan ada kejadian seperti ini. Meskipun di belakang nama anak itu ada nama Mas, seharusnya wali sah dari anak itu adalah ayah sambungnya saat ini."
"Mas yakin, Fridha beneran nikah sama orang lain?" Tanya Jia, sembari tampak berpikir. Mencoba menganalisa dari beberapa kejadian yang dialami Wahid dari awal terjadinya pengkhiatan yang dilakukan Fridha, sampai akhirnya Wahid memilih kembali ke tanah air 9 tahun yang lalu. "Apa Mas udah memastikannya sendiri? Seingatku, dari cerita Mas beberapa waktu lalu, yang bilang Fridha nikah kan, mendiang Jonathan. Mas yakin, dia nggak ngebohongin Mas?"
Sontak saja Wahid langsung menyadari adanya kejanggalan dari informasi yang dulu diberikan oleh Jonathan. Walau tidak menutup kenyataan, bahwa dirinya pun tak lagi berusaha untuk mencari tahu sendiri tentang kebenarannya. Sebab, saat itu Wahid masih sangat mempercayai sahabatnya itu. Meskipun ada perasaan yang mengganjal.
Belum lagi, ia merasa bahwa apa pun hal yang menyangkut Fridha, bukan lagi urusannya. Toh, mereka juga sudah berpisah. Bahkan sudah tak bertukar kabar lagi, semenjak Wahid pulang ke Indonesia.
"Mas nggak curiga, kalau semua kejadian yang melibatkan Mas dan Fridha dulu karena ulah Jonathan? Pengkhianatan, juga berita pernikahan Fridha dengan pria lain." Tembak Jia langsung. "Mas tahu betul saat kejadian yang dialami Bu Kiran. Bayangin, Mas. Orang sekelas Bu Kiran aja mampu dia intimidasi. Apa lagi Fridha, yang berasal dari kalangan biasa. Lalu sekarang Jonathan udah nggak ada. Sangat besar kemungkinan kan, nggak ada lagi orang yang bisa menekan Fridha untuk tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Aku cuma nggak mau Mas, anak yang selama ini kita kira hidup berkecukupan, ternyata hidup serba kekurangan."
Jia memang tak ingin berpikir negatif. Apalagi ini menyangkut seseorang yang sudah tidak ada lagi di dunia ini. Seharusnya gadis itu bisa menahan sedikit dirinya untuk tidak menyimpulkan sesuatu hanya karena Jonathan dulu pernah melakukan tindakan kriminal.
Tapi kalau dipikir lagi, seseorang yang sudah dasarnya mengalami kelainan mental, bisa melakukan apa saja sekalipun itu membahayakan dirinya sendiri, bahkan orang lain. Jia hanya berpegang pada ilmu psikologi. Bukan menuduh tanpa dasar ilmu.
"Apa kamu nggak keterlaluan, menuduh Jo melakukan perbuatan serendah itu?" Tanya Wahid dingin.
Nah, kan. Malah balik Jia yang jadi merasa terintimidasi.
"Aku keterlaluan, Mas? Kamu bilang aku keteraluan? Oke, kalau kamu nggak percaya. Silahkan saja kamu hidup dengan keyakinan kamu sendiri. Aku nggak akan maksa kamu. Tapi, jangan larang aku untuk mencari tau sendiri tentang Fridha dan anaknya." Putus Jia final.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istrinya Guru Besar (Telah Terbit)
ChickLitPenerbitan secara offline. Nggak ada di playstore atau platform lainnya. Cerita sudah tidak utuh. Beberapa bagian telah dihapus demi kepentingan penerbitan. ~~~~~ Menikah di usia muda memang tidak terpikirkan olehnya. Jia menjadi seorang istri dari...