27. Akhir?

545 76 9
                                    

Sebelum April berkahir, aku publish ini. Hehe ....

Lagi-lagi maaf nunggu lama.

Aku juga mau ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa.

Telat banget ngucapinnya ya. Hehe ....

Happy reading!

***


3 tahun kemudian

Awan putih mengarak diiringi gerombolan burung yang terbang menuju rumahnya. Bocah perempuan tertawa dengan sangat riang saat seorang pria menyemprotkan air selang ke arahnya. Kegiatan mencuci mobil yang dilakukan pria itu berakhir dengan memandikan bocah kesayangannya di teras rumah kediaman Razak.

Naufal menyemprot selang ke udara dengan sedikit menutup ujung selang dengan jarinya. Dia mencoba membuat efek hujan turun.

"Hahahaha ...," tawa riang bocah berkulit putih yang hanya mengenakan celana dalam.

"Hujan, hujan! Yeee ...." Bocah itu berseru senang.

Semakin bocah itu kegirangan, semakin lebar senyum Naufal. Malaikat kecil ini adalah penghapus penatnya dalam bekerja selama tiga tahun ini. Berusaha mewujudkan keinginan Riana-yang sebenarnya pun keinginannya juga-tentu Naufal harus ekstra bekerja keras. Kesuksesan tidak akan diraih dengan hanya berleha-leha, bukan? Oleh karena itu, hari Minggu adalah harinya bermain bersama bocah menggemaskan yang tiga tahun lalu membuatnya menangis haru sekaligus takut. Proses lahirnya bocah ini membuatnya sangat takut akan kehilangan orang yang disayanginya lagi. Bahkan, saat tangis bayi terdengar dan orang-orang mengucap syukur, dia masih bergeming menunggu kabar dari dokter.

"Bang Naufal!"

Suara menggelegar itu mengalihkan atensi pria dewasa dan bocah kecil. Tania Zahrani turun dari mobil disusul Rafa dan Azka dari pintu yang berbeda.

"Aina kok dibiarin telanjang sih?!" protes Tania. Diangkat bocah kecil itu tanpa menyentuh pakaiannya, agar tidak basah. Kemudian dia memberikannya pada Rafa, dan menyuruhnya memakaikan baju Aina.

"Eh, Mas, aku aja yang pakaikan baju Aina," sergah Naufal. Dia hendak mengambil alih Aina yang sudah berada di tangan Rafa, tapi Tania langsung menepisnya.

"Biar Papanya yang gantiin baju!" ucap Tania dengan ketus. Kemudian dilanjut dengan omelan, "Setiap hari Minggu selama seharian, Abang selalu sama Aina. Bang Naufal gak kasihan sama Papanya? Dia juga sama sibuknya kayak Abang, tapi jatah main sama Aina malah Abang ambil."

Alis Naufal bertaut, hidungnya kembang kempis. Dia ingin menhindari situasi yang dia tahu akan seperti apa. Permintaan tolong tersiratnya pada Rafa malah diabaikan pria beranak dua itu. Dalam kondisi seperti ini, hanya Rafa yang bisa meredamkan omelan Tania. Namun, pria itu malah terkikik dan pura-pura tidak tahu.

Seraya menggendong Aina yang sudah bergelayut manja padanya, Rafa memasuki rumah. Biar saja Tania mengomel. Istrinya itu ada benarnya juga. Dia dan Naufal sama-sama sibuk, tapi setiap hari Minggu, Naufal selalu menculik Aina seharian. Jadinya Rafa hanya punya waktu di hari Sabtu untuk bermain dengan putirnya itu. Dan itu sangat-sangat kurang.

Azka mengekor Papanya setelah mengucapkan semangat tanpa suara serta mengepalkan tangannya di udara kepada Om-nya-Naufal. Senyum meledek juga dia sunggingkan, membuat Naufal dongkol.

Bapak dan anak sama saja! Kesal Naufal di dalam hati.

Ingin sekali dia kabur, tapi tangannya dicekal oleh Tania. Tidak begitu keras, tapi cukup bertenaga. Bukannya Naufal tidak bisa melepaskan, tapi jika dia melakukan itu, maka urusan akan semakin panjang. Omelan Tania akan menjadi seperti kereta api. Sambung menyambung.

DopamineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang