28. Renjana [END]

994 85 7
                                    

AKU EDIT SEDIKIT, CUMA BUAT NYISIPKAN GAMBAR. BTW, MINTA PENDAPATNYA DONG TENTANG CERITA INI ATAU TENTANG ENDINGNYA AJA. MASA' DIEM-DIEM BAE 😌

Sebelum lanjut baca, aku mau minta maaf sama semuanya. Yah, walaupun kita gak pernah ketemu, tapi barangkali ada yang merasa tersakiti karna aku. Barangkali juga ada teman dunia nyataku yang diam-diam baca cerita ini kayak TTBaM dulu.

Minta maafku juga, karena aku gak baca ulang part ini, tapi langsung upload, jadi gak tahu ada kalimat aneh apa gak. Kalau ada yang aneh, bilang ya.

Semoga kita menjadi suci kembali di hari yang suci ini. Aamiin.

Happy reading!

Sengaja di-upload malam lebaran. Hehe ...

***

Naufal menatap bocah perempuan yang memakan es krim dengan serampangan sehingga menyebabkan mulutnya belepotan. Tatapan Naufal seolah kosong. Dia tidak habis pikir dengan apa yang barusan Riana jelaskan padanya.

Suasana kafe yang mulai ramai, tidak membuat Naufal terusik dengan menangkap informasi yang diterimanya. Dia hanya tidak habis pikir dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Riana yang duduk di sebelah bocah kecil itu bingung sendiri menanggapi reaksi Naufal. Pasalnya, Naufal tidak mengeluarkan sepatah kata pun sejak dia bercerita sampai menyelesaikan ceritanya.

"Maaf." Akhirnya kalimat itu keluar dari mulut Riana. Kata maaf yang terucap kali ini bukan karena penyakit self balm-nya. Penyakit mentalnya itu sudah sembuh. Permintaan maafnya kali ini benar-benar karena dia menyadari kesalahannya.

Pertama, dia tidak langsung kembali pada Naufal begitu sembuh. Kedua, dia tidak pernah mengabari Naufal selama tiga tahun. Ketiga, karena pria tadi dan bocah ini.

"Kalau dulu aku bakal bilang jangan minta maaf, kali ini aku gak akan bilang itu."

Riana menunduk dalam mendengar ucapan Naufal.

"Oke, kamu udah jelasin siapa anak ini dan siapa pria tadi. Tapi kamu belum jelasin, kenapa kamu gak kembali ke aku setelah kamu dinyatakan sembuh?"

"Aku ...." Riana menelan salivanya dengan susah payah. Rasanya seperti disidang. Ah, ini memang sidang, bukan? "Aku baru dinyatakan sembuh total setelah setahun lebih. Dalam waktu selama itu, aku takut kalau aku datang temui kamu, malah aku dapat kenyataan kamu udah nikah lagi."

"Tapi nyatanya aku gak nikah lagi, Na. Lihat!" ucap Naufal dengan menggebu. Diangkat tangan kirinya untuk menunjukkan cincin di jari manisnya. "Bahkan aku masih pakai cincin ini. Selalu. Aku gak pernah lepaskan cincin ini sama sekali, Na. Dengan cincin ini, aku mau nunjukin ke orang kalau aku masih milik kamu." Rasanya Naufal ingin memarahi Riana.

Riana tertunduk, air matanya menetes. Bocah kecil di sampingnya yang melihat itu, lantas mengambil tisu di meja, dan mengulurkannya pada Riana.

"Mama ...," ucap bocah itu.

Riana mengambil tisu itu seraya mengelus kepada anak itu. Sedikit dia berikan senyuman. Walaupun umur anak itu masih dua tahun, tapi dia sangat peka terhadap sekitar. Riana tidak mau anak itu berpikir kalau dia terluka.

"Kamu juga harus jelasin, kenapa kamu ngilang gitu aja, dan gak pernah ngabarin sama sekali?"

Riana menyeka air matanya, meletakkan tisu, lalu berkata, "Aku cinta banget sama kamu, Mas. Aku takut kalau aku gak ngilang gitu aja, aku malah gak bisa pergi untuk berobat. Aku juga gak hubungi kamu, karena aku takut begitu dengar suaramu, aku malah mau lari ke kamu dan ninggalin pengobatanku."

DopamineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang