24. Unperfect

564 73 11
                                    

Huwaaa 😭😭 aku kelamaan update ya. 2021 aktivitas sudah mulai normal, jadi yah gitu 😅 Nulisnya gak seaktif pas masih lock down 😐.

Dan sebenarnya aku ada niatan mau update setelah nulis draft sampai tamat. Tapi aku takut kalau kalian nunggu kelamaan 😅

Jadi inilah persembahanku untuk pembaca setia.

Happy reading!
Semoga gak mengecewakan. Dan semoga gak ada yang kabur juga 😅 Kalau ada, ya sudahlah. Mungkin kita belum jodoh

***


Naufal menatap langit-langit kamar rawat VIP dengan kepala di senderan sofa. Malam sudah menjelang dan ini akan menjadi malam yang panjang baginya. Kelopak matanya memang sudah berat, tapi percuma memejamkan mata jika pikirannya masih sangat aktif berkeliaran. Saking aktifnya, Naufal sampai tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh otaknya.

Segala rentetan kejadian membuatnya pusing. Keadaan orang tuanya yang masih belum sadarkan diri pasca operasi, melupakan tujuannya hari ini untuk mencari Riana. Dia baru tersadar akan hal itu saat ponsel di dalam saku celananya bergetar. Dan saat dia melihatnya, ada nama dan foto close up Riana yang tersenyum manis terpampang di layar.

Ada rasa syukur menjalar di hati Naufal. Akhirnya Riana menghubunginya. Tanpa menunggu lama, dia langsung mengangkat panggilan. Belum sempat Naufal menyapa, dia sudah disambut oleh suara tangis perempuan. Siapa lagi kalau bukan Riana.

"Mas ...." Suara Riana terdengar tidak berdaya.

Jika ini keadaan normal, Naufal akan senang sekali mendengar Riana memanggilnya 'Mas'.

Naufal menegakkan duduknnya. Jantungnya pun berpacu cepat. Pikiran negatif muncul. Jangan-jangan ....

Namun, pikiran Naufal langsung teralih saat suara dari monitor yang tersambung pada Pak Razak berbunyi tidak normal. Terlalu cepat. Grafiknya yang sejak tadi konstan, kini sudah tidak beraturan. Refleks, Naufal mematikan panggilan dan meletakkan ponsel begitu saja. Dengan cepat, dia memencet tombol darurat di samping ranjang untuk memanggil dokter.

***

"Bang Naufal pulang dulu ya," pinta Tania. Ini sudah kesekian kalinya dia menyuruh Naufal pulang, tapi pria itu masih duduk di depan ruang tunggu UGD. Semalam, saat monitor Pak Razak bergerak tidak stabil, Pak Razak langsung dilarikan ke UGD lagi. Dokter mengatakan ada komplikasi, jadi operasi dilakukan kembali.

Tiga jam yang lalu operasi sudah selesai, tapi Pak Razak belum bisa dipindahkan dari UGD sebelum kondisinya stabil.

"Istirahat di rumah ya, Bang," pinta Tania lagi.

Naufal tetap diam dalam posisi duduk menyandar seraya memejamkan mata. Ke mana dia harus pulang kalau kedua orang tuanya ada di sini?

"Fal, sudah semalaman kamu di sini. Kamu pasti gak tidur, kan? Biar aku sama Tania yang jaga sekarang." Rafa menatap sendu Naufal.

"Mbak Riana pasti juga khawatirin Bang Naufal. Abang bilang apa sama istri Abang? Apa dia gak khawatir, suaminya gak pulang dari semalam?"

Seketika mata Naufal membuka. Lagi-lagi dia lupa dengan Riana. Naufal menghela napas kasar, menyugar rambutnnya, lalu berdiri. Pikirannya sudah benar-benar kacau.

"Aku pergi dulu. Kalau ada apa-apa, telpon aku," ucap Naufal sebelum berlalu dengan tergesa.

***

Naufal melajukan motornya dengan lambat, karena macet. Dalam hati, dia sudah mengumpati kemacetan ini. Belum lagi, dia belum kepikiran untuk mencari Riana di mana kecuali di kedaiaman Pak Genta. Jika Riana tidak ada di situ, ke mana lagi dia harus mencari? Riana tidak memiliki teman dekat.

DopamineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang