6. Regulasi

486 81 16
                                    

Bantu temukan typo

***


"Riana harus bisa dapat rangking satu di sekolah."

"Riana harus bisa semua mata pelajaran."

"Riana harus juara satu di olimpiade."

"Riana harus banyak makan sayur dan ikan biar pintar."

"Riana harus cantik."

"Riana harus masuk jurusan bisnis."

"Riana harus lulus kuliah tepat waktu dan cumlaude."

"Riana harus jadi yang terbaik."

"Riana harus menjadi penerus Papa."

"Riana harus menikah dengan pilihan Papa."

Semua aturan itu seperti momok bagi si pemilik nama. Jika dia tidak dapat mencapainya, maka mama atau adiknya yang terkena dampak.

"Riana belum bisa kali-kalian?!"

PLAK.

"Riana gak dapat rangking satu?!"

PLAK.

Suara bentakan, cambukan, dan isakan, saling beradu.

"Mamaaa!" Si anak emas yang tidak mendapat pencapaian menangis saat menyaksikan mamanya dipukul dengan sabuk. Itu pertama kalinya Riana kecil melihat Bu Manda disiksa di depan matanya. Mbok Ipeh sudah meninggalkan dunia, jadi tidak ada lagi yang mengajak bocah kelas dua itu ke kamarnya agar tidak menyaksikan kekerasan rumah tangga di keluarganya sendiri.

Kembali Riana kecil memanggil mamanya dengan isakan tangis. Sedangkan Bu Manda hanya pasrah menerima pukulan seraya melambaikan tangan kepada Riana agar menjauh.

***

"Mamaaa!"

"Kenapa, Riana?" Naufal yang tadi terlelap di samping Riana mendadak bangun. Bagaimana tidak? Riana berteriak tepat di sampingnya.

Berusaha mengatur napasnya yang tersengal, kening Riana sudah dibasahi keringat. Naufal mengelap keringat itu dengan telapak tangannya.

"Mimpi buruk?" tanya Naufal lembut.

Riana hanya bisa mengangguk, karena napasnya masih belum teratur. Yang katanya 'mimpi' itu sesungguhnya bukan mimpi. Riana masih ingat dengan sangat jelas kalau itu adalah kenangan masa kecilnya yang terbawa sampai mimpi. Sekarang, dia mulai mengkhawatirkan mamanya. Apakah wanita itu dapat baik-baik saja setelah Riana keluar dari rumah?

Pikiran Riana yang masih melayang langsung kembali saat pelukan hangat dirasakannya. Naufal membuat posisi terlentang Riana menjadi menyamping, sehingga dia bisa mengelus punggung Riana.

"Tenang. Itu cuma mimpi, sayang. Semua baik-baik saja. Tidur lagi ya," ucap Naufal menenangkan. Kecupan-kecupan kecil diberikan di puncak kepala istrinya.

Jam di dinding masih menunjukkan pukul dua dini hari.

***

Setelah mimpi semalam, Riana menjadi tidak nafsu makan. Perasaannya resah memikirkan Bu Manda.

"Kenapa, Na? Kamu gak suka lauknya? Mau yang lain?" tanya Naufal perhatian. Sejak tadi dia mengamati Riana yang duduk gelisah tanpa memakan makanannya, hanya diaduk-aduk tidak menentu.

"Gak, bukan. Aku lagi kepikiran mama."

"Sayang." Naufal meraih tangan Riana, menggengam jemari lentik istrinya itu. Jemari yang tidak pernah melakukan pekerjaan keras. Memasak dan membereskan apartemen saja baru dilakukannya setelah menikah.

DopamineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang