21. Sorot

550 67 16
                                    

Aku mau minta maaf karna update-nya lambat. Itu karna aku ikutan 1 part 1 hari. Jadi aku fokus ke ceritaku yg itu dulu.

Semoga masih ada yang nunggu Naufal+Riana.

Happy reading!

***

Kegelapan melahap penglihatan. Namun, tetap ada asa jika cahaya masih berpendar. Mata seorang lelaki masih tertutup, tapi ada setitik cahaya di ujung sana. Tidak ada tujuan lain selain mendekati sumber penerangan di kegelapan. Melangkah, terus melangkah. Bukannya semakin dekat, malah semakin jauh.

Berlari menjadi cara lainnya. Namun, tak kunjung jua cahaya itu tepat di depan mata. Apa cahaya itu adalah kunang-kunang, kendaraan, ataukah senter yang dipegang seseorang? Kenapa terangnya bukan di sini?

"Huatchi ...." Bersin itu membuat Naufal membuka mata. Hal yang pertama kali dilihatnya adalah dandelion yang sangat banyak.

Ketika dia mendudukkan tubuhnya yang berbaring, rupanya dia berada di antara ratusan dandelion.

"Tempat apa ini?" heran Naufal. Sebelumnya, dia tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Jangankan mau datang, tahu saja tidak.

"Naufal!" Panggilan lembut namun nyaring itu membuat Naufal mencari sosok itu.

"Di belakang, Naufal!" Suara perempuan itu memberikan petunjuk keberadaannya.

Dan benar saja, di belakang Naufal tepat di bawah pohon rindang, ada seseorang yang melambaikan tangan padanya.

"Sini, Naufal, menantunya Mami."

Walaupun agak bingung dengan keberadaannya di tempat ini yang terasa ganjil, Naufal melangkah mendekati perempuan itu.

"Duduk di sini," pinta perempuan itu dengan suara lembu seraya menepuk tikar kosong di sampingnya duduk. Naufal menurut.

Walaupun perempuan itu selalu memberikan senyuman, tapi Naufal malah menampakkan keheranan.

"Ma ... ma?" Naufal agak ragu memanggil perempuan berpakaian putih itu. Wajahnya mirip mama mertuanya versi muda. Namun, kenapa dia bisa bertemu mama mertuanya diusia muda? Apa sekarang dirinya juga menjadi lebih muda? Apa dia tidak sengaja masuk ke portal waktu?

'Oh, ayolah, otak. Ingat, lo habis ngapain tadi? Lo di mana? Sama siapa? Ngapain?' batin Naufal memaksa otaknya mengingat apa saja sebelum dia ada di sini. Namun, tidak ada yang teringat.

Naufal tersentak saat perempuan itu membelai pipinya. Hendak menepis, tapi mata sendu perempuan itu membuatnya terhipnotis untuk membiarkannya saja. Tatapan mata perempuan itu sangat berbeda dengan senyum yang terukir. Seolah apa yang nampak, tidak sama dengan isi hatinya.

"Terima kasih sudah menjaga Riana." Tangannya turun untuk menggenggam tangan Naufal. "Kamu yang dibutuhkan Riana, Mami harap, kamu bisa selalu ada di sisinya. Kuatkan dia."

Masih menggenggam tangan Naufal, perempuan itu menerawang jauh ke hamparan dandelion.

"Riana anak baik, walau kadang membuat kesalahan. Itu wajar, kan? Manusia adalah tempatnya salah. Mami harap, kamu bisa menuntun Riana, meluruskan saat dia bengkok. Pelan-pelan saja. Karna kalau dipaksakan, dia bisa patah. Mami tahu, kalau rasa sayang kamu ke Riana sama besar seperti rasa sayang Mami." Perempuan itu menengok, menatap Naufal yang tidak sekalipun mengalihkan pandangannya.

"Jadi, Mami bisa percaya sama Naufal Aldandy untuk menitipkan Riana, kan?" tanya perempuan itu dengan tatapan dalam.

Masih dengan ekspresi bingung, Naufal mengangguk.

DopamineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang