20. Kebenaran

595 72 16
                                    

Aku edit cuma mau hapus bocoran part selanjutnya. Hehe ....

Biar cuma orang-orang yang beruntung aja yang tau.

***

Pak Genta menarik napas dalam-dalam. Mencoba menenangkan hati dan pikirannya dengan udara malam di sekitar pohon beringin yang tumbuh di depan pabrik dodol tempat Naufal bekerja. Dia ke sini ingin menemui Naufal, tapi yang ingin ditemui tidak ada di tempat. Teman kerjanya juga tidak tahu, karena Naufal hanya meminta izin ada urusan keluarga tanpa memberitahu keberadaannya.

Pak Genta masih berkelana dalam pikirannya saat tiga orang pemuda keluar dari pabrik dodol.

"Astaghfirullah!" desis Adrian.

"Kenapa lo?" tanya Mada.

"Itu orang, kan?"

Mada dan Prasaja memandang ke arah mana Prasaja menunjuk. 

"Itu orang yang tadi kan?" tanya Prasaja pada kedua temannya.

Pak Genta yang ada di seberang jalan sedang duduk di bawah pohon  beringin tidak mendengar obrolan tiga pemuda itu.

Pohon beringin yang dikelilingi pondasi itu termasuk tempat yang nyaman untuk duduk, tapi jika siang. Sedangkan jika malam hari ... hmm ... agak sedikit horor.

"Eh, iya," jawab Mada.

"Dia nungguin Bang Naufal?" tebak Adrian.

Tidak mau bertanya-tanya dengan pikiran sendiri, Mada menghampiri Pak Genta. Adrian dan Prasaja mengekor.

"Masih di sini, Pak?" Mada berbasa-basi.

Pak Genta menatap tiga laki-laki itu sekilas, lalu bergumam sebagai jawaban.

Melihat respon Pak Genta yang nampak enggan diganggu sama sekali, Prasaja mengisyaratkan pada Mada dan Adrian untuk menjauh saja.

"Bapak itu kenapa ya?" bisik Mada saat mereka sudah kembali di teras pabrik untuk mengambil motor masing-masing.

"Ekspresinya kayak mengkhawatirkan."

"He-em," sahut Adrian. "Bapak itu gak kesurupan, kan?" Mendadak, bulu kuduk Adrian berdiri. Dia paling tidak suka--sebutan lain dari takut--dengan hal mistis. Tidak macthing-lah sama badannya yang besar.

"Coba telpon Bang Naufal, siapa tau dia nungguin Bang Naufal," saran Prasaja.

Prasaja pun segera mengambil ponsel di sakunya, lalu menelepon Naufal.

***

Naufal duduk di samping Pak Genta setelah mendapat telepon dari Prasaja. Sudah enam belas menit berlalu dalam diam. Yang terdengar hanya desiran angin malam yang mencumbu dahan, ditambah embusan berat dari Pak Genta.

Naufal bertanya-tanya, mungkinkah Pak Genta juga sudah tahu kebenarannya? Namun, Pak Genta tak kunjung berbicara. Naufal pun tidak berani bertannya.

Tatapan Pak Genta biasanya selalu menatap dingin, cenderung angkuh. Sekarang, tatapan sendu yang lebih dominan.

"Apa kamu tahu siapa anak yang dikandung Riana?" Akhirnya Pak Genta berbicara juga.

Naufal tidak langsung menjawab. Dia memilah kata yang tepat terlebih dahulu. Dia harus tahu dulu, apakah Pak Genta sudah mengetahui kebenarannya?

"Kenapa kamu mau menikahi perempuan yang mengandung anak orang lain? Apa yang kamu pikirkan waktu itu?" Tatapan sendu Pak Genta berubah menjadi tajam saat menatap Naufal. "Apa kamu benar-benar mengincar harta saya?"

DopamineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang