Hening, tak lagi ada suara ribut akibat bantingan benda benda disekitar, mata sembabnya menelusuri sekitar, dengan posisinya yang terduduk dibawa meja, bibir pucatnya tak berhenti bergumam dengan sedikit getaran yang tercipta.
Tatapannya fokus pada cairan merah pekat yang tak hentinya mengalir dari lengannya, satu goresan, dua goresan, dan seterusnya, diakhiri satu goresan memanjang membuatnya terkikik geli seakan itu adalah hal yang pantas ditertawakan.
Ketukan pantofel terdengar samar setelah sebelumnya ia mendengar pintu terbuka membuat ia memberhentikan aktivitasnya, sungguh, ia ingin menangis lagi rasanya menatap langkah jenjang yang mengarah mendekatinya, pisau kecil digenggamannya terjatuh menciptakan nyaring dikesunyian.
Berhenti, langkah tadi akhirnya berhenti tepat dihadapannya, kaki jenjang yang menekuk tanda sosok tadi berjongkok, ia menggigit lengannya kuat dengan mata yang setia mengintip sosok tadi.
"Nak Arsen? Sini sayang jangan disitu, dingin.." ucapnya selembut mungkin dengan tangan yang berusaha merain lengan yang Arsen gigit.
Arsen menggeleng pelan,
"R, rumah sakit.. mama..." Rion menghela nafas pelan mendengar suara parau bocah didepannya, mengesampingkan rasa mual karna darah disekitarnya demi membawa Arsen keluar dari kolong meja.
Lihatlah, wajahnya mulai memucat, belum lagi darah dilengannya yang tak kunjung berhenti, mungkin sayatannya sedikit dalam.
"Sini nak Arsen, saya dingin, kamu mau peluk?" Ucap Rion lagi, tak sia sia usahanya bahkan hanya dengan satu kalimat singkat, buktinya Arsen segera keluar dari kolong meja dan memeluk Rion hingga Rion sedikit terdorong kebelakang.
"Hangat ayah?" Kekehan kecil menguar dari belah bibir Rion mendengar pertanyaan itu, tangannya menepuk punggung Arsen sesekali mengusak kepala belakangnya.
"Dapi?! Dapi?!!" Rion mengalihkan pandangannya pada dua sosok yang baru saja masuk, teman Arsen mungkin saja, Dean baru saja hendak mengambil selangkah maju namun Rion membuat gestur 'tidak', Vino dibelakangnya mengangguk paham.
"Arsen, udah hangat kok lepasin dulu ya? Itu ada temennya loh.." ucap Rion dengan jemari yang masih mengusak kepala belakang Arsen, ketiganya dibuat cemas kala tak ada jawaban pasti yang diberikan Arsen, deru nafas dibahu Rion terasa lebih hangat dari sebelumnya.
Dean tak pikir dua kali mendekat pada Rion, berjongkok disebelahnya dan menepuk pipi Arsen yang terpejam, suhu nya panaa tak main main.
"Om, rumah sakit, sekarang!" Dean mengambil alih posisi dibelakang Arsen, menjauhkannya dari rengkuhan Rion yang segera beranjak dan memunggungi Arsen.
Dibantu Dean serta Vino, Rion menggendong Arsen dipunggung menuju mobilnya dihalaman rumah, Dean memangku Arsen dijok belakang serta Vino mengikuti menggunakan motor.
Rencana Dean juga Vino menghampiri Arsen untuk diajak keluar justru mendapati Arsen dalam kondisi berantakan yang tak memungkinkan.
Setelah menempuh waktu yang bisa dikatakan lumayan, mobil Rion sampai didepan UGD, segera memanggil suster yang juga seketika panik mencari brankar kosong.
Ketiganya menunggu diluar ruang UGD dengan pikiran masing masing, Rion nampak menjauh saat handphone nya menerima panggilan dari putranya, Keval.
"Halo.."
"Halo, yah, mama masuk rumah sakit, mau jenguk atau engga itu terserah ayah.."
"Emang kamu dimana sekarang?"
"Lagi di cafetaria sama ayah,"
"Oh, iya ayah liat, coba balik badan.."
Rion menatap punggung putranya yang mengikuti instruksinya, melambaikan tangannya sebentar hanya untuk memastikan.
![](https://img.wattpad.com/cover/239203325-288-k242068.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
From Arsen✓
FanfictionArsen dengan segala cerita dan lukanya, ⚠️warn⚠️ book ini mengandung kekerasan, kata kasar, dan beberapa konten yang mungkin sensitif bagi sebagian orang. dimohon bijak dalam membaca.