Kelamnya malam kembali menyapa, dimana riuh tangis angkasa memenuhi setiap sisi ruangan yang tak terbilang kecil itu, kilatan cahaya putih disertai gemuruh datang terdengar silih berganti, tak henti hentinya menakuti bumi.
Dingin, tapi ia tak peduli, toh dia sudah biasa dengan angin dingin, ia sudah kebal, ya, siapa lagi kalau bukan Arsen.
Lelaki itu terduduk nyaman dikursi meja belajar yang ia seret menjadi berada didepan jendela kamarnya yang menghadap belasan bahkan puluhan bangunan pencakar langit kota, memanjakan matanya dengan pancaran sinar kuning putihnya.
Sudah terhitung beberapa hari ia berada dirumah semenjak kecelakaan juga perdebatan hebat malam itu dirumah sakit, lupakan.
Ia bahkan tak sadar bagaimana saat itu ia bisa berteriak bak orang kesetanan, tapi ia berani menjamin bahwa suara suara itu benar benar menganggu memenuhi rungunya, membuatnya muak.
Bosan, ah tidak juga, kini matanya terfokus pada satu objek yang menarik perhatiannya, mobil yang sangat ia hafal.
Klakson terdengar membuatnya cepat cepat membungkus diri dibalik gulungan selimut, mematikan lampu seolah ia sudah bergelung nyaman dialam mimpi.
Agak lama ia menunggu, dugaannya benar, kini pintu kamarnya dibuka dengan kasarnya,
"Selamat malam ya Dapiii!!"
"Apakah saudara Dapi sudah tertidur?"
"Hm, lupakah wahai saudara dapi bahwa berbohong itu dosa?"
"Bagus dong, nambah pahala," suara datar itu, milik Vino tentu saja.
"Baiklah mari kit-"
"ANDWAE!!!" Arsen terduduk cepat menggeleng ribut, menatap tajam Dean yang kini menatapnya dengan sinis pula.
"Eey, kenapa kamu berteriak seperti itu wahai saudara dapi?"
"Ck, lo kalo mau ceramah ke mimbar aja nying,"
"Apakah saudara dap-"
Plak
Satu geplakan yang diiringi erangan kecil dari bibir Dean membuat Arsen puas, Vino menggeplaknya.
"Ngapain lo geplak gue segala?!"
"Lo banyak bocat," jawabnya santai,
"Dasar es pino, simpanan semua orang! Cih,"
Plak
Satu geplakan lagi lagi ia dapatkan dari Vino, Arsen tertawa puas dibuatnya,
"Rasain lo, deanying!" Arsen memilih bangkit dari duduknya yang terbalut selimut dan membuangnya asal, ia tak peduli, percuma ia beresi jika nanti akhirnya sama saja.
"Ngapain lo berdua hujan hujan kesini? Malem malem lagi,"
"Lo tau nggak si orang nggak punya kerjaan tuh ngapain?"
"Miskin, terus biasanya nanti ngemis ngemis diperempatan, kan cepet tuh, tinggal nyodorin tangan dikasih uang," jawab Arsen membuat satu bantal mendarat tepat diwajahnya, lagi lagi Vino, astaga, lenyapkan bocah itu sekarang.
"Bege, maksudnya bukan gitu, dahlah, otak gue nggak bisa disambungin ama otak lo dav,"
"Orang pinter ngomong sama orang tolol nggak ada beda ya, orang dengan iq rata rata agak atas diam saja," timpal Dean yang langsung mendapat lirikan tajam dari Arsen juga Vino.
"Kuy mabar," Dean sudah siap dengan stick ps nya yang entah sejak kapan ia mengotak atik alat alat itu.
Berisik, sungguh, dua insan itu saling berteriak memekik heboh menatap layar televisi, tangannya sibuk pada stick ps, dan saling mengejek jika satu diantaranya kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Arsen✓
FanfictionArsen dengan segala cerita dan lukanya, ⚠️warn⚠️ book ini mengandung kekerasan, kata kasar, dan beberapa konten yang mungkin sensitif bagi sebagian orang. dimohon bijak dalam membaca.