thirty six

3.1K 280 18
                                    

- dimulai part ini bakal flashback ya, jadi nyeritain masa lalu kehidupan mereka -

.
.
.

Umurnya masih delapan tahun kala itu, selepas menghantarkan Farez kembali kerumah nenek, ia pulang bersama kedua orangtuanya, malam itu keadaan hujan lebat, dingin menyusup ke sela-sela jari bahkan sampai ulu hati, perlu sekitar 3 jam untuk sampai kerumah dari tempat sang nenek, bahkan bisa lebih tergantung kondisi jalanan.

Hujan tak hentinya mengguyur dari sore, mengingat sekarang malam hampir larut, mungkin air dibeberapa sungai mulai naik, pun selokan yang turut meluap hingga menggenang ditepian jalan.

Ia terlelap di kursi belakang, itu yang disadari Andra juga Hera, Arsen kecil pun tak banyak bicara kala kedua orangtuanya tak saling angkat bicara seperti biasanya selama perjalanan malam itu.

Sayup-sayup ia mendengar lirih suara percakapan, lantas seakan ia tertarik dari alam mimpi yang tadi menggodanya, ia lebih nemilih mendengar mesin mobil juga hujaman air, percakapan yang ia dengar meski tak tahu apa maknanya.

"Besok ada dinas diluar kota lagi, 5 hari disana, awas kamu ketahuan seperti yang lalu-lalu," setidaknya itu yang Arsen kecil dengar dari bibir sang ayah.

Awalnya tak ada tanggapan dari bunda, sebelum akhirnya makian itu terlontar juga,

"Kamu itu mas, nggak usah mulai! Yang dulu yaudah jangan lagi dibahas, kamu muak? Akupun lebih muaknya!"

"Aku cuma ngingetin, siapa tau kamu lupa terus ngelakuin apa yang dulu pernah kamu lakuin,"

"Mas jangan cari ribut ya! Arsen lagi tidur, nanti kebangun nangis, kita omongin baik-baik dirumah nanti,"

Sudah, hening kembali melanda, benar-benar tak ada lagi yang membuka suara setelah adu mulut itu terjadi, hingga Arsen merasa tubuhnya diangkat membuat hawa dingin menyapa kulitnya, namun hal itu tak berlangsung lama sebab ayah yang menyelimutkan jaketnya.

Dibawanya Arsen kekamar, diselimuti sampai batas dada, merasakan tangan kasar namun hangat milik sang ayah mampir didahinya, terakhir kecupan hangat disematkan disana.

Pintu tertutup, membuat Arsen membuka matanya lagi, ia belum mengantuk sebenarnya, namun entah bagaimana bocah sekecil itu mampu memahami situasi hingga berpura-pura tidur untuk mengalihkan rasa gundahnya.

Beberapa suara keras terdengar samar, membuat Arsen menoleh pada pintu, menuruni kasurnya cepat lantas terduduk dibalik pintu.

Mencuri dengar suara sang bunda yang setengah berteriak, berterima kasih lah pada hujan malam itu yang meredamkan sedikit suara pertengkaran antara kedua orangtuanya.

"Mas gausah asal tuduh! Atau mungkin mas yang selingkuh diluar sana, iya?!"

"Jaga mulutmu, Ra, atas dasar apa kamu ngomong kaya gitu?" Arsen mendengar suara itu, suara seolah ayah tengah mencoba meredakan emosinya tak mau balas berteriak pada bunda.

"Ya emang, asal mula nya juga dari mas sendiri kan? Dulu mas juga gitu sebelum ada Arsen,"

"Itu dulu, Ra! Bisa nggak sih kamu liat usaha ku? Kurang apalagi pembuktiannya, hah?"

"Kan! Ya sama, mas gausah lagi bahas-bahas hal dulu, itu juga nggak sengaja bukan karna emang aku males sama mas!"

"Kalo emang udah males kenapa nggak dari dulu pisahnya?"

"Arsen, mas, Arsen!!"

"Arsen nggak ada hubungannya, jangan berlagak mengalihkan topik atau merasa paling tersakiti,"

From Arsen✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang