Warn-!!
⚠️ suicidal thought⚠️
.
.
.Kilasan tentang kehidupannya beberapa waktu belakangan berputar dibenaknya, duduk ditepian danau sembari meratapi takdir yang ternyata gemar sekali mempermainkan hidupnya.
"Itu tadi siapa?"
Farez menoleh, menhela nafas malas lantas berniat beranjak sebelum sebuah tangan menahan pundaknya agar tetap tinggal, dan disusul sosok tadi duduk disebelahnya.
"Itu tadi siapa, dek?" Ulangnya.
"Napa tanya gue, peduli apa coba,"
"Dek-" Arsen menepuk bahu Farez yang langsung ditepis kasar olehnya,
"Siapa lo? Gue nggak kenal nggak usah sok akrab, segala panggil 'dek', gue. nggak. punya. kakak." Setelahnya Farez berdiri dan pergi darisana, meninggalkan Arsen dengan segala rasa bersalahnya.
Sudah sejauh itukah hubungan mereka?
Arsen mengikutinya, memandangi punggung sang adik yang sekarang bahkan mengalahkan lebar punggungnya, kaki jenjang yang melangkah dengan tegas mengingatkannya pada langkah kecil yang dulu bahkan sering terjatuh saat mengikutinya.
Tertawa hambar disela langkahnya mengingat masa itu, masa dimana ia belum bertemu dengan 'kehidupan dunia' yang sesungguhnya.
Langkahnya terhenti saat ia sadar bahwa Farez tengah memandangnya dengan raut wajah datar, "ngapain?" Tanya Farez sarkas.
Arsen hanya diam, "cengeng banget sih," ujarnya, Arsen dibuat bingung, "lo nangis, hapus tuh bekasnya," ucapnya lagi menunjuk wajah Arsen menggunakan dagunya, Arsen menurut, mengelap pipinya, benar, basah, ia bahkan tak sadar sejak kapan ia menangis.
"Kok gue nggak sadar, ini kelilipan kali," elaknya,
Farez mengangguk kecil, "kelilipan pipis tawon," Arsen terkekeh dibuatnya, "apa ketawa?" Tanyanya tak suka,
"Lo lucu,"
"Gue bukan pelawak yang lagi ngelucu, jauh jauh sana dari gue, risih tau nggak, penguntit," setelahnya Farez kembali melanjutkan langkahnya.
Arsen memilih kembali ketempat dimana ia memarkirkan motornya dan segera pulang.
Ia melihat bahwa Farez disana, diam dihalte tak jauh dari tempat ia berdiam diri tadi.
Melajukan motornya dengan cepat didepan Farez seolah ia tak melihat ada orang yang ia kenal disana, Farez melihatnya, sesaat ia merasa sakit, kenapa?
Apakah Arsen benar benar menjadi 'orang asing' seperti apa yang ia minta? Bukankah ia harusnya senang? Tapi kenapa Farez merasa seolah baru saja dicampakan orang yang ia sayang?
"Sadar bego!" Ia menepuk kecil pipinya, dan menghela nafas kesal, benar benar seperti orang gila Farez sekarang.
.
.
Arsen menuju kamarnya, tapi matanya terhenti pada pintu lain disana, kamar Keval, ia mendekat, entah apa yang ingin ia bicarakan pada Keval.
Arsen mengetuk pintu pelan, tak ada jawaban, hingga beberapa kali ia mengetuk masih tak ada jawaban, padahal biasanya Keval akan langsung menyuruhnya masuk setelah sekali mengetuk.
"Kak Kev? Lo dikamar nggak sih?"
"Arsen?" Ia menoleh mendengar panggilan takut mama dari tangga,
"Kenapa, ma? Kak Kev kemana?"
"Kev? Kev kan pergi sayang," balasnya, Arsen mengangguk, "kenapa mama kesini?"
"Denger kamu manggil manggil Kev, mama mau ngasih tau kalo Kev nya pergi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Arsen✓
FanfictionArsen dengan segala cerita dan lukanya, ⚠️warn⚠️ book ini mengandung kekerasan, kata kasar, dan beberapa konten yang mungkin sensitif bagi sebagian orang. dimohon bijak dalam membaca.