twenty eight

3.8K 499 134
                                    

⚠️warn!⚠️
harsh word
.
.
.

Ia kira saat nanti membuka mata tidak ada lagi tawa sarat ejekan yang ia dengar dari mulut mulut busuk para pria haus belaian itu, namun salah, ia masih disana, bedanya kini ia berada diatas sofa dengan mulut tersumpal kain, memprihatinkan sekali hidupmu, eoh?

"Oh kau sudah bangun?" Ucap pria itu berjongkok disamping sofa menepuk puncak kepalanya membuatnya memejamkan mata, takut.

"Kau bisu?" Tanya pria lainnya melihat Keval hanya terdiam tanpa reaksi apapun.

'Mulutku kau sumpal, bajingan!' umpatnya dalam hati.

"Tidak, mungkin dia lelah karna terus mendesah dibawahku tadi,"

Setelahnya tawa keras meledak disamping telinganya membuat kepalanya sedikit pusing.

Siapa yang bisa ia harapkan sekarang? Mama? Arsen? Atau, ayah?

"Kau mengharapkan kedatangan seseorang? Apakah bajingan macam ayahmu? Woa, bajingan tengik itu mana mau peduli padamu,"

"Dingin ya?" Tanya pria itu lagi, Keval akui iya, tak salah ia mengangguk pelan, jujur badannya sedikit bergetar, ingat bahwa ia tak memakai atasan apapun?

"Ugh, mau kuhangati dengan tubuhku?"

Entahlah, telinganya berdenging setiap mendengar kalimat kalimat murahan yang dilontarkan pria tua bangka itu, benar benar sudah hilang harga dirinya sebagai lelaki(?)

Pria tadi memalingkan fokusnya pada getaran diatas meja, ponselnya berdering, melihat nama yang tertera membuatnya menyeringai dan melirik sebentar pada Keval.

Menjawab panggilan itu dan menyalakan loudspeaker,

"Bajingan! Dimana kau?!"

Suara yang pertama kali terdengar, Keval tau, itu suara ayah.

"Bersenang senang tentu saja,"

"Kirimi aku lokasinya! Aku kesana sekarang, selesaikan masalah tanpa campur tangan siapapun!"

"Aku? Kau mau tau aku dimana?"

Geraman rendah terdengar dari sebrang sana, "cepatlah brengsek! Tak perlu banyak bicara!"

"Bersenang senang dengan 'putra tersayangmu', dimana kau membuangnya tadi,"

"MATI KAU BAJINGAN HINA!"

tut..

Telfon diputuskan sepihak, pria tadi menatap Keval yang masih setia memejamkan matanya disertai air mata yang terus mengalir melalui sudut matanya meski tanpa isakan.

BRAK

"Angkat tangan!" Derap langkah tak terkendali seketika, polisi masuk diikuti Arsen dibelakangnya, tak ada perlawanan, beberapa langsung diam, namun beberapa mencoba kabur meski percuma.

bugh!!

bugh!!

"MATI LO BANGSAT!! LO APAIN KAKAK GUE, HUH?!"

bugh!!

prang!

Vas kecil diatas meja telak pecah saat berbenturan dengan dahi pria yang Arsen duduki, tak peduli beberapa polisi menahannya agar berhenti.

Pria tua itu tak bergerak, hanya tersengal mengambil nafas dengan umpatan kecil, jangan lupakan tubuhnya yang serasa remuk setelah apa yang Arsen lakukan padanya.

From Arsen✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang