eleven

3.9K 576 82
                                    

Angin berhembus pelan, menerbangkan tirai jendela yang sengaja Arsen buka karna kini ia tengah berbaring memandang bulan juga bintang yang entah mengapa muncul malam itu hingga saat ini, pukul 3 pagi.

Ia tak tidur, setiap ia menutup mata, bayang bayang yang tak ia inginkan mengganggunya, jadi ia memutuskan untuk tak tidur sekalian, lagipula ini akhir pekan.

Angin pagi begitu dingin, sangat, tapi ia tak memedulikannya, hanya ketenangan yang ia cari, ah benar, gitar kesayangannya bahkan masih berada dirumah pohon itu.

"Lo begadang?" Lirihan itu membuat Arsen terkejut beberapa saat, namun hilang setelah tau bahwa itu suara adiknya,

Bagaimana tidak terkejut, ia sedang sendiri dan tiba tiba ada yang mengajaknya berbicara? Hell no, Arsen kan jadi berpikir bahwa itu makhluk tak kasat mata yang ada disekitarnya, mengingat tak jauh dari pagar tinggi sebelah rumahnya ada pohon besar yang amat rimbun.

"Gila ni bocah, mau bikin gue jantungan?!" Sungutnya sembari mengelusi dadanya yang berdetak cepat akibat terkejut.

Farez terkekeh dari balkon kamarnya yang bersebrangan dengan arah ayunan Arsen.

"Maaf, lagian serius banget sampe kaget gitu,"

"Lo juga ngapain disitu jam segini? Lo nggak tidur?" Arsen memicingkan matanya pada Farez.

"Nggak bisa tidur, gue insom akhir akhir ini," ia mendongak, menghela nafas menatap angkasa yang membentang tak terbatas itu.

"Ah, kamunya yang nggak baca doa dulu kali itu," Arsen mencoba bercanda, namun Farez menggeleng pelan dan menatapnya,

"Gue takut kak," kekehan Arsen perlahan pudar, berganti senyuman tulus setelahnya, menepuk tempat disampingnya, Farez langsung menghilang dari pandangan, tak lama pintu kamarnya terbuka,

Farez tau segera duduk disebelah sang kakak,

"Apasih yang adek takutin?" Tanya Arsen pelan menatap Farez yang kini menunduk menatap lantai sembari memainkan kakinya.

"Semua orang bakal ninggalin gue," lirihnya lagi, Arsen menghela nafas,

"Kenapa harus takut?"

"Nggak ada alasan buat itu,"

"Dek," Farez menoleh, menatap Arsen dalam diam, Arsen nampak tersenyum setelahnya sembari mengusak surai adiknya itu, "kehidupan itu perihal datang dan pergi, menyambut dan kehilangan, itu bukan hal asing yang perlu ditakuti, itu akan terjadi, pasti."

"Nggak ada yang abadi didunia ini dek, semua yang ada bakal hilang pada saatnya, luka yang menganga juga akan sembuh pada akhirnya kan? Ada hidup, ada pula mati,"

"Orang itu mungkin emang hilang, tapi lo masih punya orang itu,"

"Enggak kak,"

Arsen menghela nafas dan terkekeh pelan, mengambil tangan sang adik, menuntunnya menuju dada adiknya sendiri,

"Disini, orang itu selalu disini, sampai lo mati sekalipun dek, orang itu bakal tetep ada disini, dihati lo,"

"Tapi gue nggak siap buat ngrasain hal itu, gue nggak mau kehilangan siapapun, lo yang utama kak, gue nggak mau kehilangan lo," kini menatap Arsen dengan mata merahnya, bibir bungkam yang sedikit bergetar, bahkan setetes embun dari pelupuk matanya sudah mengalir dipipinya.

Dulu, iya, dulu jika Farez mengucap kata kata itu maka Arsen akan membalas, "iya, kakak nggak akan ninggalin lo dek," atau "Arsen nggak akan ninggalin Farez," , tapi sekarang, Arsen hanya diam, menghapus jejak air mata dipipi Farez.

From Arsen✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang