Langkah lebar dibawanya menuju ruangan dimana adiknya kini berada, diikuti Dean juga Vino yang entah sejak kapan ada disana.
Disana, didepan pintu, banyak sudah yang berkerumun, hanya ingin menyaksikan bagaimana kedua lelaki dikelas saling adu pukulan.
Arsen hendak membelah kerumunan, namun tertahan ketika Vino mencekal lengannya, Dean sudah mengintip dari jendela.
"WOY!! Pada ngapain?!" Semua mata kini tertuju pada Vino, kebanyakan para siswi,
"I-itu kak, mm.."
"Bubar!!" Teriaknya, tak perlu waktu lama untuk mereka membubarkan diri sebelum berurusan dengan Vino.
"Arsen tak memisahkan mereka, hanya diam menatap bagaimana adiknya tengah menduduki dada teman sekelasnya itu yang wajahnya sudah tak bisa dikatakan baik, dengan satu tangan terangkat siap melayangkan pukulan kembali.
"Kenapa berhenti dek?" Arsen bersedekap dada, Farez menoleh setelah sebelumnya meninjukan pukulan itu untuk terakhir kalinya dan beranjak, mendengus kasar dan meninggalkan kelasnya dengan tenang.
"Pengecut licik," lirihan itu membuat atensi Arsen balik pada bocah yang tengah berusaha bangkit sembari menyeka sudut bibirnya yang ia yakini sebab pukulan Farez.
"Siapa yang lo katain pengecut licik?"
"Adek lo lah, siapa lagi, liat nih muka gue,"
"Lo pikir gue sudi natep muka lo? Kambing aja mana mau ngeliat muka lo, muka pas pas an aja bangga," Arsen mendecih dan segera pergi, Vino menatap bocah tadi, Hendra namanya, menatapnya tajam yang dibalas takut takut.
Dean sudah membawa Farez ke ruang kesehatan, mengobati beberapa pukulan ringan diwajah Farez, kini Farez hanya sendirian karna Dean sudah kembali ke kelasnya.
Arsen memasuki ruang kesehatan, "lo kenapa bisa kelepasan gitu sih dek?" Arsen merebahkan diri di bed kosong yang ada, memejamkan mata, dengan tangan sebagai bantalannya.
"Mulutnya busuk banget, kudu dibasmi,"
"Yaudah terserah lo aja gue mah,"
"Omong omong nih kak, tumben lo nggak nyeramahin gue gegara berantem?"
"Buat apa? Puas kan lo? Anggep aja itu pelampiasan lo, nggak ada yang salah, bener kok apa yang lo lakuin,"
"Tapi bun-"
"Bunda pernah bilang, se emosi apapun itu, jangan pernah main tangan? Kesabaran bisa abis dek, kalo emang udah nggak bisa lo tahan ya keluarin lah, toh lo ngelakuin itu membela diri,"
"Iya tapi kan tetep aja,"
"Gue tanya deh sekarang, apa motif lo nonjok dia?"
"Lo nggak akan nggak tau,"
"Iya gue paham, tapi mesti ada alasan lain,"
"Dia muter balik fakta, bukankah sama aja dia ngefitnah? Nyebar berita yang nggak nggak tentang bunda."
"Minta maaf habis ini,"
"Tap-"
"Minta maaf atau gausah ajak gue ngomong lagi," putusnya final dan segera meninggalkan adiknya itu.
.
."Dek? Jadi pulang sore?"
"Iya,"
"Jemput dirumah gue aja kak, kan nggak jauh jauh banget,"
"Lah emang mau ngerjain dirumah siapa?"
"Kley kak, hehe, mama sama papa lagi nggak dirumah, daripada sepi, sekalian nemenin Kley,"
![](https://img.wattpad.com/cover/239203325-288-k242068.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
From Arsen✓
FanfictionArsen dengan segala cerita dan lukanya, ⚠️warn⚠️ book ini mengandung kekerasan, kata kasar, dan beberapa konten yang mungkin sensitif bagi sebagian orang. dimohon bijak dalam membaca.