twenty four

3.7K 563 61
                                    

Sirnanya cahaya senja sore itu tak luput dari pandangnya, saat sang cakrawala membentangkan kanvas orange nya, dibubuhi sedikit polesan ungu tua hingga merah pekat dengan awan gelap disekitarnya.

Senja, jangan diragukan lagi seperti apa indahnya objek yang tertangkap pandangan saat ia sudah menghadirkan diri dilangit barat sana, mungkin sebagian besar dari mereka terpana akan keindahannya, entah juga.

"Kak, apa yang lo nggak suka dari senja?" Tanyanya tiba tiba membuat sosok disebelahnya mengerutkan dahinya bingung.

"Banyak,"

"Sebutin satu,"

"Senja tau banyak yang kagum akan kehadirannya yang bahkan hanya sekejap mata, tapi dia memilih pudar digantikan kelamnya malam,"

"Toh, itu bukan pilihannya dia buat ngilangin diri, dia pergi berarti tugasnya udah selesai," jawabnya lagi,

"Iya tau, lo 'kan tanya tadi, gue jawab masih salah?"

"Bukan gitu," ia terkekeh pelan, "cuma ngomong aja, tapi bener, 'kan?" Lanjutnya yang juga diangguki lawan bicaranya.

"Uh, mulai dingin kak, ayo pulang, nanti mama marah," Keval mengangguk, menepuk celana bagian belakangnya setelah bangkit dari duduknya dengan satu tangan membawa gitar kesayangan Arsen.

Menuruni tangga rumah pohon itu perlahan, disambut goyangan alang alang disekitar yang menggelikan langkah sampai dimana mobil diparkirkan.

Jingga belum sempurna sirna, hanya saja sudah tertutup awan awan gelap yang terbawa angin, keduanya diam, ditemani sepi dipeluk sunyi.

Arsen mengedarkan pandang pada jalanan kota yang mulai dipadati kendaraan juga sorot lampu kerlap kerlip memanjakan mata, sungguh, pemandangan jalanan kota saat malam itu membawa rasa tenang sendiri untuknya.

"Mau beli apa gitu nggak?" Tawar Keval, Arsen terdiam sesaat, mengingat apa yang sedang ia inginkan, tapi tak ada, lantas menggeleng, "nggak ada, pulang aja,"

Saat dilampu merah, posisi mobilnya berada tepat disamping trotoar yang tak jauh darisana banyak tertata pedagang street food, disalah satu tenda ia melihat dengan jelas sosok bunda, iya, itu bunda Hera, tertawa lepas bersama seseorang,-lelaki(?)

Arsen tersenyum kecut dan mengalihkan pandangan kedepan, bersedekap dada dan mencari posisi nyaman, memejamkan matanya mencoba tertidur saja, Keval menatap aneh pada Arsen, tak sengaja ia menolehkan padangan kesamping, dimana tadi Arsen melihat bunda.

Keval hanya mampu menahan nafasnya, turut membuangnya perlahan, menatap Arsen dengan pandangan bersalahnya dan juga merapalkan kata 'maaf' berulang kali dalam hatinya.

Keduanya sampai dirumah, disambut mama dengan senyumannya diruang tengah dengan secangkir teh hangat juga beberapa dokumen dimeja.

"Langsung bersih bersih sayang, mandi pake air hangat biar nggak sakit, nanti susu nya mama siapin, langsung makan malem, ya?" Kedua putranya itu mengangguk dan menuju kamar masing masing.

"Dek?"

"Hm?"

"Keluar mau nggak?" Hanya gelengan singkat yang Keval dapatkan, dilanjutkan penolakan halus berupa tutupan pintu disusul suara kunci dari dalam kamar Arsen, menghela nafas pelan dan masuk kekamarnya.

.

Tatapannya kosong kearah langit langit tempatnya kini terbaring, satu bulir bening jatuh dari ujung matanya, bibir bergetar samar, tenggorokan tercekat  juga suara suara penuh dalam otaknya.

Satu isakan akhirnya keluar dari belah bibirnya yang sedaritadi ia bungkam rapat, tak mengijinkan suara yang ia hindari itu keluar dari mulutnya selirih apapun itu.

From Arsen✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang