ten

4K 534 46
                                    

Gemuruh guntur menggebu diangkasa, seiring bumi menggelap karenanya, sunyi, menambah kecepatan laju motornya guna menghindari amukan hujan yang ia pastikan akan turun tak lama lagi.

Disana, dihalaman rumahnya keadaan masih sama, mobil yang terparkir juga suasana sunyinya, jika biasanya akan ada suara cipratan air sebab bunda menyirami tanaman, kini tak ada, entah sejak kapan tanaman itu dibiarkan hidup tanpa dirawat seperti halnya dulu lagi, benar, sekarang semua berubah, seiring waktu berjalan.

Tak ada salam yang biasa ia ucap setelah memasuki rumah, hanya saja senyumnya tercipta ketika menemukan sang bunda juga adiknya tengah duduk berdua disofa ruang keluarga.

"Oh kakak? Darimana?" Langkahnya terhenti dipertengahan tangga, menghela nafas pelan dan berbalik sembari mengusahakan sebuah senyuman tipis,

"Cari angin, bun," jawabnya,

"Makan dul-"

"Udah kok tadi," tersenyum lebih lebar sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda.

Menutup pintu perlahan dan nerebahkan dirinya di ayunan, tempat paling nyaman yang pernah ia punya dirumah, tempat bersandarnya, tempatnya berbagi luka, andai ayunan dapat berbicara, ia ingin sekali mengutarakan pikirannya tiap kali Arsen mengeluhkan pilu hidupnya.

"Lo, vi, jaga keluarga lo ya, jangan sampe ada orang ketiga kalo bisa,"

"keutuhan keluarga itu yang utama,"

Arsen terkekeh pelan, kata kata itu terus terngiang diotaknya, silih ganti memenuhi tanpa henti.

Bunyi klakson membuatnya tersentak hingga terduduk, sedikit melirik dari ayunan tempatnya berbaring, Andra, ayahnya.

Arsen cepat cepat turun, membuat Farez dan bunda menengok akibat langkahnya, tapi ia tak peduli, beralibi ke dapur mengambil camilan yang ada.

Ini kali ketiga sang ayah pulang, ya, semenjak perdebatan malam itu Andra bak menghilang, pulang hanya menyapa Farez maupun Arsen, pun pulang saat bunda tidak ada dirumah.

"Kak?" Baritone nya membuat Arsen menoleh,

"Kenapa yah?"

"Mau ikut ayah?"

"Kemana?"

"Ada," jawabnya sembari tersenyum tipis,

"Kakak ganti baju dulu," ucapnya, Andra mengangguk membuatnya cepat cepat kembali kekamarnya.

"Mau kemana yah?" Tanya Farez saat melihat ayah dan kakaknya bersiap hendak pergi,

"Buang kakak," jawabnya dengan kekehan pelan diakhir kata,

"Buang aja, adek ikhlas yah,"

"Sembarangan! Durhaka lo dek sama kakak," Arsen tak terima nampaknya, Farez hanya tertawa dan kembali ke kamar, sepertinya.

"Pergi dulu, bun," mencium pipi sang bunda yang masih duduk dengan tenangnya disofa.

"Ah, iya sayang," balas mencium pipi si sulung.

"Hati hati dijalan," ucapnya tak jelas pada siapa,

"Pergi dulu," baritone itu lagi lagi terdengar, Arsen segera mengikuti sang ayah.

Hening mendekap kedua insan didalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang itu, sesekali Arsen menjawab pertanyaan yang ayahnya lontarkan, bingung apa yang harus ia lakukan karna pikirannya kini tengah berkelana entah kemana,

Disana sekarang mobil yang ia tumpangi berhenti, ia bahkan baru sadar bahwa sedari tadi sang ayah menuju kemari, toko Kakek Ken.

"Turun kak," titahnya, Arsen hanya menurutinya, loceng diatas pintu yang menjadi ciri khasnya berbunyi pelan tapi nyaring, Arsen tersenyum ketika Kakek Ken juga tersenyum seakan menyambutnya.

From Arsen✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang