29. Feeling (Part I)

1.1K 134 77
                                    

🍁🍁🍁

Melbourne, Wednesday

"Hana-ya, kau mau membantu halmoni menghias pohon natal juga?" Tanya Clare pada cucunya yang juga sibuk memasang bola-bola kecil warna-warni di bagian dahan yang dapat dijangkau oleh tubuh mungilnya.

"Onni... Igeo." (Halmoni, igeo). Kata Hana sambil menyerahkan salah satu bola warna merah pada Clare.

"Thank you..." Clare menerima bola tersebut dan menggantungkannya di dahan yang lebih tinggi.

Natal kali ini, Keluarga kecil Park-Park itu memutuskan untuk singgah di Melbourne.
Mereka tiba di rumah orang tua Rosie dan Alice sejak tiga hari lalu. Beruntung dan sangat amat patut disyukuri, selama dalam perjalanan udara Rosie tidak mengalami yang namanya mual atau semacamnya.

Sepertinya si jabang bayi sudah bisa diajak berkompromi kalau sedang melakukan perjalanan jauh.

"EOMMA... APPAAA!!!" Suara teriakan terdengar begitu memekakan telinga siapapun yang mendengarnya.

Suara itu terdengar dari kamar Rosie. Dan tentu saja wanita itu yang berteriak.

"Ada apa, Rosie?" Mason datang ke kamar tersebut dengan wajah begitu panik. Takut putrinya itu kenapa-kenapa. Namun sayangnya pintu kamar itu tertutup dan terkunci.

Dibelakangnya, Clare yang menggendong Hana ikut menyusul. "Rosie, gwaenchana?"

Mereka berdua mengetuk pintu tersebut. Namun Rosie tidak mau membukakannya dan malah terdengar suara tangisan dari dalam sana.

"Rosie? Appa mohon bukalah pintunya." Kata Mason memohon.

"Tidak Appa. Aku sedang tidak ingin bertemu siapapun." Katanya sambil terisak.

"Sayang, kau ada masalah apa?" Giliran Clare bertanya.

"Eomma... Ini buruk sekali. Kumohon biarkan aku sendiri dulu." Kata Rosie masih menutup diri.

"Baiklah Rosie. Tapi... Apakah perlu Appa hubungi suamimu?"

"Tidak! Tidak perlu. Aku bilang, aku hanya ingin sendiri dulu. Kumohon kalian mengertilah." Rosie masih terdengar menangis dari dalam sana.

Mason dan Clare sama-sama bingung dan tidak tahu betul apa yang terjadi dengan putri bungsunya saat ini.

"Rosie, Eomma tidak akan membiarkanmu mengurung diri di kamar tanpa kami tahu apa penyebabnya. Kau pikir kami tidak akan was-was?!" Clare mulai menggertak. Sebenarnya bukan gertakan. Melainkan menunjukkan rasa cemasnya.

"Jika Eomma pikir aku akan bunuh diri. Itu tidak akan terjadi Eomma. Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu. Intinya sekarang aku hanya ingin sendiri! Jangan ada yang masuk kemari! Sekali pun itu suamiku!"

Mason dan Clare menghela nafas frustrasi. Rosie sangat keras untuk dibujuk. Entah kenapa tiba-tiba Rosie bersikap seperti itu.

"Eommonim, Abeonim? Ada apa ini?" Kedua orang tua itu langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut. Dimana Loey sudah ada di belakang mereka.

"Ah, Loey-ah kau sudah pulang nak. Kami tidak tahu ada apa dengan Rosie. Dia tiba-tiba berteriak histeris dan menangis. Istrimu itu tidak ingin bertemu dengan siapapun katanya." Ujar Clare dengan hiasan raut cemas pada menantunya.

"Urus dia Park Chanyeol. Aku sudah tidak tahu bagaimana cara membujuknya." Pria paruh baya itu menepuk lengan besar Loey beberapa kali kemudian berlalu dari hadapannya diikuti oleh Clare.

🍁🍁🍁

Setelah lama mengetuk dan membujuk Rosie agar mau membukakan pintu kamarnya, akhirnya wanita itu pun menurut apa kata Loey. Walau dengan sebuah ancaman. Kalau Loey akan membawa Hana kembali ke LA sore ini juga kalau Rosie tidak mau membukakan pintu tersebut.

(No) WAY BACK HOME 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang