19 - Pembuktian

23.2K 976 18
                                    

Warning Content!

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, seksual, adegan dewasa, dan kata-kata serta tindakan yang tidak pantas. Harap bijak dalam membaca! ⚠️🔞

Terima kasih dan selamat membaca. ^^


___

Selama perjalanan menuju apartemen, El merasa ada yang beda dengan gadisnya. Dirinya merasa khawatir apakah Sava takut dengan dirinya. Apakah Sava akan meninggalkannya setelah tahu betapa kejam dirinya jika sedang marah. El tidak menyalahkan Sava jika gadis itu syok dan terkejut. El juga tidak akan menyalahkan Sava jika gadis itu marah pada tindakannya. Tapi El takut gadis itu akan meninggalkannya.

El sesekali menoleh pada Sava yang duduk di sebelahnya. Entah memikirkan apa, gadis itu kadang terisak. Satu tangan El menggenggam erat tangan gadis itu. Meletakkannya di atas pahanya, sambil satu tangan dia gunakan untuk menyetir. El cukup lega gadis itu tak menolaknya. Tak mencoba melepaskan genggaman tangannya. Ingin rasanya bertanya pada gadis itu, tapi sepertinya tempat dan waktunya tidak tepat.

Setelah memarkirkan mobilnya di gedung apartemen, El segera keluar dari dalam mobil. Mengitari setengah badan mobil lalu membuka pintu untuk Sava. El dengan cepat menggendong gadis itu ke atas bahunya. Sava hanya diam saja, tak bereaksi apapun. Dan El cukup senang karena tak perlu berusaha keras. El menutup pintu mobil dan berjalan menuju lift. Menekan tombol angka yang menunjukkan letak lantai apartemennya.

Sava masih diam seribu bahasa begitu El mendudukkannya di ranjang kamar apartemennya. El masih belum mengajak bicara. Laki-laki itu keluar dan mengambil air untuk Sava. Tak dipungkiri juga dirinya haus. Ia ingin menenangkan Sava lalu mengajaknya bicara. Dia tidak mau Sava yang ceria jadi diam tanpa suara.

Dengan sabar El menyodorkan satu gelas air untuk Sava. Gadis itu menggeleng, menunduk saja. El membujuknya berkali-kali, namun nihil. El menghela napas, lalu memegang dagu gadis itu. Sial. Sava tetap saja menolak beradu pandang dengannya. Membuat El benar-benar harus mengontrol diri agar tidak menjadi kasar.

"Kamu kenapa, Sava?" Desis El yang kini berhasil membuat gadis itu mendongak menatapnya.

Sava menggeleng, kedua bola matanya berkaca-kaca. Membuat El semakin bingung karena gadis itu tetap bungkam. El mengusap lembut pipi Sava. Menunggu gadis itu bersuara dengan sabar.

"Kamu marah sama aku?" Tanya El begitu Sava tak bersuara juga dalam waktu lama. Sava kembali menggeleng sebagai jawaban.

"Lalu kenapa? Kamu diam saja sejak tadi." El mencoba membujuk gadis itu agar menjawab. "Katakan padaku Sava!" El menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukan. Mendekapnya dengan sayang.

"Aku cuma takut." Sava berucap lirih, El menunggu kelanjutannya. "Aku takut gak bisa muasin kamu." Sava terisak setelah mengatakan itu, tangisnya tak dapat dibendung kali ini.

El menghela napas lega. Lega karena Sava tak marah atau akan meninggalkannya karena tahu sisi kejamnya. Namun dirinya juga kesal karena Sava mendengarkan ucapan Karen. Tidak. El tahu Sava adalah gadis yang mudah tersentuh hatinya. Wajar jika gadis itu memikirkan ucapan-ucapan kejam Karen. Memasukkannya ke dalam hati dan membuatnya sedih.

"Kenapa kamu berpikiran begitu? Karen gak bener." El berbisik di sisi telinga Sava. Gadis itu menggeleng, memeluk erat pinggang El.

"Aku hanya takut kamu gak puas sama aku." Cicit gadis itu. "Kemarin-kemarin kamu cuma puasin aku, sedangkan aku enggak bikin kamu lega." Tambahnya.

El kembali menghela napas. Sepertinya gadis itu akan tetap berpikir berlebihan jika dirinya tak membuktikan bahwa ucapan Karen salah. Bagaimana Sava tak bisa memuaskannya jika hanya dengan sentuhan kecil dari gadis itu sudah membuatnya bergairah. Bahkan perlakuan sederhana gadis itu bisa membuatnya tegang.

ELSAVA - Love and Believe [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang