20 - Ruang OSIS

23.7K 1K 72
                                    

Warning Content!

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, seksual, adegan dewasa, dan kata-kata serta tindakan yang tidak pantas. Harap bijak dalam membaca! ⚠️🔞

Terima kasih dan selamat membaca. ^^


___

Part sebelumnya...

"Ciyeee yang dapet kue dari adik kelas." Sindir Sava begitu mereka berdua sampai di ruang OSIS.

___

El terkekeh, dirinya melepaskan kacamata yang memang sengaja dia pakai saat hendak berangkat ke sekolah. Seingatnya selama di villa hanya beberapa kali dirinya mengenakan benda itu. Jadi merasa rindu ingin memakainya saja. El menatap Sava dan tersenyum jenaka. Entah kenapa dirinya malah suka saat Sava terlihat cemburu begitu.

"Cemburu ya?" Tanyanya percaya diri.

"Dih." Sava berjalan mendekati prianya yang kini tengah berseragam SMA. Benar-benar terlihat beda dari El yang kemarin-kemarin di villa atau markas. "Aku udah merasakan hal seperti ini sejak dulu. Dan sepertinya lucu kalau aku sekarang cemburu. Justru aku merasa menang karena faktanya kamu memilihku." Sava berdiri tepat di hadapan El. Menatap tenang pada pria itu. Kesedihannya beberapa waktu lalu menghilang saat dirinya sampai di sekolah. Suasananya menenangkan.

"Gadisku bijak sekali." El merengkuh pinggang Sava, membawanya ke dalam pelukannya.

"Priaku mendadak gak bijak karena mesra-mesraan di ruang OSIS." Balas Sava sambil menaikkan sebelah alisnya.

El terkekeh, dia langsung melepaskan pelukannya pada pinggang Sava. Kemudian kembali pada tujuan awal. Ingin menandatangani beberapa berkas yang tertinggal. Saat El mulai membuka-buka map, iseng-iseng Sava mengambil kacamata El yang diletakkan di atas meja. Gadis itu mengenakannya.

"El, ini kacamata normal?" Tanya Sava bingung. Dirinya tidak terkena rabun, dan biasa-biasa saja saat mengenakan kacamata El.

"Iya." Sahut El singkat saja.

"Mata kamu gak minus?" Tanya Sava lagi. Sebenarnya tanpa harus bertanya dirinya sudah tahu jawabannya.

"Enggak, Sava. Emang harus rabun apa baru bisa pakai kacamata?" El mendongakkan wajahnya menatap Sava yang berdiri di hadapannya.

"Dasar pencitraan." Ucap Sava.

El terkekeh lagi mendengar ucapan Sava. Laki-laki itu sudah ratusan kali mendengar kalimat itu dari Galen dan juga Dehan. Sebenarnya dirinya tidak tahu memang pencitraan atau bagaimana. Tapi dirinya merasa lebih nyaman memakai kacamata di sekolah. Menurutnya, itu benar-benar membuat dirinya merasa berbeda dari dirinya yang di luar sekolah. Dari dirinya yang merupakan ketua gangster.

El sendiri sejak kecil sangat ingin memakai kacamata. Tapi jelas ditolak oleh ayahnya. Bahkan El sampai berniat membuat minus matanya. Baik dengan cara menonton televisi dalam jarak sangat dekat. Bermain ponsel dalam waktu yang lama. Bahkan membaca buku di ruangan dengan pencahayaan yang kurang. Tapi beberapa kali tes mata, hasilnya normal-normal saja. Dan itu membuat El merasa sangat kecewa.

"El!" Panggil Sava.

"Iya?" El membereskan beberapa dokumen lalu mengembalikannya ke dalam map. Setelah itu fokus menatap gadis yang kini berdiri di sebelahnya, bersandar pada meja di depannya.

Sava melepas kacamata El yang tadi dengan iseng dipakainya. Lalu memakaikan kacamata itu pada El lagi. Membuat laki-laki itu tersenyum kecil. Ia mengangkat tubuh gadis itu dan mendudukkannya di atas meja. Sementara dirinya kembali duduk ke kursi yang tepat berhadapan pada Sava. El memeluk pinggang Sava yang duduk di atas meja. Lalu menaruh kepalanya di paha gadis itu. Ingin bermanja-manja dengan Sava.

ELSAVA - Love and Believe [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang