Love 🔞
Jisoo melangkah perlahan dan duduk di ujung kasur. Jennie memandangnya melalui cermin lalu melanjutkan rutinitas perawatan kulitnya, dia tidak keberatan jika Jisoo mengabaikan pertanyaannya sama sekali. Dan dia tidak akan mengatakan apapun terlebih dahulu sebelum Jisoo melakukannya.
"Tentang hari ini..." Jisoo perlahan memulai.
"Aku hanya ingin mengatakan padamu, aku tidak akan meminta maaf tentang apa yang aku katakan."
Jisoo tertawa getir.
"Bukannya aku melukai harga dirimu, Jisoo. Kenapa kau harus begitu marah padaku?"
"Aku tidak marah." Jisoo menatap punggung wanita itu.
"Oh ya, kau tidak marah? Kita hampir bertengkar di sana--kau bahkan langsung pergi begitu saja setelah kita pulang." Jennie meletakkan botol lotion miliknya, "Aku senang kau tidak marah." Dia membalikkan tubuhnya untuk melihat ke arah Jisoo.
Tapi Jisoo menunduk, matanya hanya menatap kakinya, tidak lebih tinggi dari lututnya, sepertinya sedang berpikir.
"Kurasa kau tidak punya apa-apa untuk dikatakan." Jennie berdiri dan berjalan menuju lemarinya. Dia tidak menghabiskan waktu lagi untuk duduk di sana. Dia tidak ingin bertengkar dengan Jisoo, tidak satu pun dari mereka ingin hal itu terjadi.
Di dalam ruangan kecil itu, dia memilih sesuatu untuk dipakai malam ini lalu dia mendengar langkah kaki di belakangnya diikuti oleh nafas yang panjang.
"Jendeukie..." Suara Jisoo terdengar, berkata dengan ringan, "Bagaimana menurutmu jika aku pergi sebentar?"
Jennie terdiam sesaat setelah mendengarnya.
"Mungkin aku bisa menggunakan waktu untuk menenangkan diri. Aku menyadari bahwa sebelum memperbaiki semuanya, aku harus memperbaiki diri ku terlebih dahulu jadi... aku meminta padamu untuk membiarkan ku pergi sebentar jika kau setuju dengan itu--"
"Andwae, tidak. Aku tidak setuju." Respon cepat dari Jennie, "Aku tidak peduli apapun alasanmu tapi aku tidak akan membiarkanmu pergi. Kau tidak bisa sendirian, Jisoo. Minju akan mencarimu. Aku tidak ingin memberi beban padamu, tetapi kau memiliki keluarga yang harus dijaga sekarang--menurutmu kau akan pergi ke mana?"
Jisoo mendengarkan, tertegun oleh kesedihan dalam suara Jennie, "Hanya sementara. Mungkin aku akan menghabiskan waktu itu untuk menghasilkan uang dan kembali--"
"Kau bisa menghasilkan uang saat berada di sini. Tidak ada tempat untukmu pergi. Bukankah kita sudah membicarakannya? Kau akan mendapat banyak uang setelah bisnismu berkembang." Jennie menghela nafas, "Aku di sini ketika aku mengatakan, aku memiliki keyakinan--aku percaya padamu mengapa kau tidak percaya pada dirimu sendiri?"
"Ini bukan hanya tentang itu, Jennie. Aku terpukul dengan emosi ku. Aku--aku tidak ingin merasakan apa yang aku rasakan saat ini."
"Ku pikir aku tahu mengapa kau memiliki perasaan itu. Dan aku di sini berdiri bersamamu, kita akan berhasil melewatinya. Mengapa kau tidak mendengarkanku kali ini saat aku berusaha membantumu, Jisoo? Aku sedang mencoba. Tidak masalah bahkan jika itu emosi mu, finansial--karir mu atau apa pun itu, kita seharusnya melewatinya bersama, saling mendukung."
Jisoo tidak mengatakan apa-apa.
Jennie menarik nafas dengan perasaan sedih, dia mengenakan gaun tidurnya dan melemparkan gaun mandinya ke keranjang cucian. Dia tahu Jisoo masih di sana memikirkan apa pun yang ada di dalam otaknya. Jennie hanya berharap Jisoo tidak perlu seperti itu sepanjang waktu.
"Kau membuat dirimu stres lagi, tolong hentikan." Jennie berkata, meraih untuk menyentuh wajah Jisoo, "Maaf baby, tapi aku tidak bisa membiarkanmu pergi bahkan hanya untuk sehari... Kita tidak bisa terpisah. Aku, dan putri mu membutuhkan mu. Kami membutuhkanmu, kau tahu itu kan?" Dia menarik Jisoo ke dalam pelukan dan pelukannya itu menghangatkan hati Jisoo. Itu membuatnya memejamkan mata sambil meletakkan dagunya di bahu Jennie merasakan kulit Jennie yang lembut hanya dengan tali gaunnya di atas bahunya.