Kecurigaan
Kenangan kembali menghantam kenyataan, kenyataan bahwa dia bertemu Jennie lagi saat ini, di tempat ini, sangat tidak terduga sehingga tidak ada yang bisa membayangkan hal itu terjadi.
Kaki Jisoo agak gemetaran saat dia menarik dirinya untuk bangkit, menatap Jennie yang kini telah mengecat rambutnya menjadi pirang, begitu cerah begitu cantik seperti seorang dewi.
Jisoo perlu melihat sedikit lebih dekat, dia bergerak lebih dekat lagi. Semakin dia memperhatikannya, semakin jelas Jennie di matanya. Itu benar-benar dia, wanita yang tidak pernah meninggalkan pikirannya selama ini.
Jennie masih berlutut di depan si kecil, belum menyadari kehadiran Jisoo. Jisoo juga tidak mendengarkan percakapan Jennie dengan gadis kecil itu. Telinganya tidak bisa berkonsentrasi, ditambah pikirannya langsung kosong.
Ketika Jennie menarik dirinya untuk bangkit dan menyadari kehadiran Jisoo, sepasang mata kucing itu bertemu dengan mata Jisoo. Semuanya seolah-olah berhenti, setiap hal kecil di sekitar mereka. Mata mereka yang saling terkunci benar-benar menghentikan segalanya. Mereka tidak bergerak, juga tidak mengatakan apa-apa.
Jisoo ingat mata itu, mata indah yang bisa menerangi suasana hatinya saat dia sedang down atau sedih ketika mereka masih bersama.
Setelah jeda yang lama, Jisoo merasakan emosi di dalam dirinya akan menghancurkannya. Jennie terlihat lebih cantik secara dewasa, sangat indah dan elegan dengan rambut pirang panjangnya. Jennie tampak menawan, sangat modis daripada Jennie SMA. Tapi yang pahit adalah bagaimana Jisoo merasakan ekspresi kosong dari wanita dewasa itu saat dia menatap lurus ke arahnya.
Jisoo membuka mulutnya beberapa kali untuk berbicara tetapi kata itu tidak bisa keluar. Karena mata Jennie saat ini begitu dingin, sangat dingin hingga bisa membekukan hati Jisoo.
"H-hei--" Jisoo berusaha keras hanya untuk mengeluarkan nada gugup dari mulutnya.
Jennie tidak membalas, juga tidak bergerak. Sepertinya dia mencoba menantang keberanian Jisoo.
"I-itu kau kan? Jennie? Maksudku--wow! Aku tidak percaya ki-kita bertemu di sini?"
"Nado." Balasan singkat dari wanita yang sekarang berambut pirang.
Jisoo bisa merasakan perbedaan diri Jennie melalui nada itu. Yang lebih tua menelan ludah dengan susah payah dan mencoba untuk berbicara dengan yang lebih muda, "B-bagaimana kabarmu? Kau terlihat sangat can--"
"Terima kasih, Jisoo. Aku baik-baik saja." Jennie mengalihkan pandangannya ke tempat lain selain Jisoo.
Jisoo menutup mulutnya saat Jennie menyela ucapannya tanpa membiarkannya menyelesaikan pujian yang ingin dia berikan pada wanita lebih muda itu. Jisoo sampai pada titik dia menyadari bahwa si pirang tidak menikmati percakapan antara mereka dan yang lebih muda juga tidak menghargai kehadiran Jisoo di sini. Dan Jisoo mengerti hal itu, bagaimanapun juga dialah yang membakar hati Jennie dan menghancurkannya dengan cara yang lebih buruk tiga tahun yang lalu. Tapi itu tidak berarti Jisoo sendiri tidak terluka, hatinya tenggelam dengan cepat di dasar. Jennie terlalu dingin, tatapannya, dan caranya bicara.
Jisoo menelan ludah untuk kesekian kali saat dia menatap pasir selama beberapa detik sebelum kembali menatap si pirang. Jennie memegang tangan gadis kecil itu.
"Kupikir kau mungkin tidak ingin bicara." Jisoo tersenyum tapi tidak mencapai matanya, "Kau berubah. Tapi...senang melihatmu bersama keluargamu yang indah." Hatinya terasa sakit saat dia mengatakan itu, "Selamat karena kau telah memiliki anak yang begitu cantik."
Jennie membuang muka untuk kesekian kalinya dan Jisoo benar-benar mengerti sekarang.
"Tapi dengar. Aku...aku hanya ingin minta maaf atas apa yang aku--"